34 | Zevan, ketiaknya harum

657 91 7
                                    

Tidak ada hujan, tidak ada petir, tidak ada badai, tidak ada pula angin topan, semuanya normal. Cuaca yang tenang dan damai kini tidak berarti, di suatu ruangan sunyi penuh kesengitan, Raina dan Zevan saling tatap-menatap penuh kebencian.

"Oke, oke! Kalian butuh membangkitkan chemistry!" ujar sutradara menengahi keadaan genting ini.

Zevan menatap sutradara, lalu mengangkat alisnya sebelah. "Chemistry?" Suara berat dan tatapan tajamnya membuat Pak Sutradara meneguk kalivanya takut.

"Yㅡya! Karena iklan ini adalah iklan permen karet, coba kalian mengunyah permen karet bersama dan rasakan sensasi luar biasanya!"

Tidak ada yang bergeming menanggapi, Raina hanya butuh Bian untuk keadaannya sekarang, mungkin terdengar gila untuk bekerja sama dengan musuhnya, Zevan, tapi mau bagaimana lagi? tujuannya olahraga selama 1 bulan penuh bersama Leon yang sangat melelahkan dan mengorbankan banyak tetesan air keringat itu ditujukan untuk cita-citanya menjadi model.

"Kau tahu cara meniup balon dengan permen karet?" Zevan berdecih, terdengar meremehkan skill lidah Raina.

Dengan kesal Raina mengunyah permen karet, menyilangkan paha lalu mendongak songong. "Mau taruhan? Siapa yang meletus duluan dia kalah."

Mendengar tantangan dari Raina terdengar cukup menarik di telinga Zevan. "Oke! Apa taruhannya?"

"Terserah yang menang." Raina menyunggingkan bibir.

Keduanya mulai mengunyah permen lentur berwarna merah muda itu, dengan tatapan ambisi semakin menambah suasana genting di antara mereka, tanpa alasan Dora si asisten manajer Zevan ia merasa antusias dengan sendirinya, matanya memicing jeli di balik kaca-mata bundarnya untuk menyaksikan perlombaan bersejarah ini.

Raina memainkan permainan lidahnya seperti orang ahli, perlahan ia meniupkan permen karet yang menghasilkan sebuah gelembung kecil muncul dari bibir mungilnya, melihat itu Zevan jugu turut ikut mengambil tindakan yaitu segera meniupkan permen karetnya. Gelembung yang mereka buat semakin besar dan membesar.

Dora membenarkan kaca-matanya takjub. "Wah ayo ayo!"

Gelembung yang dibuat Zevan semakin membesar hingga dinding-dinding balon yang terbuat dari permen itu mulai menipis, entah karena tenaganya yang terlalu kuat, tiba-tiba balon yang ditiup oleh Zevan pecah, melihat itu Raina menghentikan aksinya, mengunyah kembali permen nya dan tersenyum.

"Aku menang!"

Zevan mendengus kesal, dan memuntahkan permen karet yang mulai terasa hambar itu.

"Karena aku menang, aku mau es krim!"

Seperti permintaan gadis itu, Zevan dengan pasrah membelikannya es krim rasa cokelat di tengah photoshoot mereka.

"Kau tidak berterimakasih?" Zevan heran karena gadis itu tak mengucap sepatah kata apapun setelah menerima es krim darinya.

Raina yang sibuk memakan es krim sambil berjalan itu, ia menoleh.
"Aku harus berterimakasih? Kan, kita taruhan."

Zevan bergeleng kepala tak paham dengan sistem otak Raina, ia meneruskan langkahnya yang sempat terhenti seraya menikmati es krim rasa mint choco kesukaannya. Namun lelaki itu sadar bahwa kini Raina menatap es krimnya sembari menggembungkan pipi seseolah ingin mual.

"Kau suka rasa itu?" tanyanya terdengar ragu.

Zevan mengernyitkan alis. "Kenapa tidak?"

Raina menggeleng lalu menghadap ke arah depan jalan. "Tidak, tapi rasanya persis seperti pasta gigi."

Zevan si pecinta es krim rasa mint choco menghiraukan perkataan Raina dan memilih untuk menikmati es krimnya, sampai akhirnya ia sadar bahwa gadis itu menghentikan langkahnya dan tertinggal beberapa jarak antara mereka. Raina terdiam terlihat berpikir.

Zevan menghentikan langkah, ia menoleh. "Kenapa?"

"Hey, atau jangan-jangan es krim mu itu dibuat dari pasta gigi?!" Alibi Raina yang terdengar sangat konyol mengundang decihan Zevan.

"Hujan, pulanglah otakmu tertinggal."

Setelah mengatakan kalimat yang bisa membuat raut wajah Raina menjadi masam, Zevan melenggang pergi begitu saja. Lelaki itu memang sialan. Raina mempercepat tempo langkahnya, kemudian mengangkat kaki kirinya dan... gol!

Jedugh!

Tepat sasaran, telapak kaki Raina yang dibalut oleh sepatu itu mendarat tepat di bokong Zevan, sedangkan si korban segera menoleh dan justru mendapat juluran lidah usil Raina. Lalu tanpa aba-aba Zevan menjepit kepala Raina di ampitan ketiaknya, masa bodoh dengan rengekan gadis itu yang penting ia harus balas dendam.

Tak seperti yang diharapkan, Zevan tak mendengar rengekan Raina ataupun mendapat pergerakan membela diri dari gadis itu. Justru yang ia dengar adalah suara dengusan dan pergerakan halus yang membuat ia merasa geli, perlahan Zevan memastikan keadaan gadis yang kini berada di ampitan ketiaknya.

Sialan! Raina gadis mesum! Dia justru mengendus-endus ketiak Zevan.

"Zevan, ketiakmu wangi."

.....

Setelah tragedi ketiak harum Zevan akhirnya Raina memulai photoshoot nya.

"Tersenyum lebih natural Raina," titah Bian yang sudah siap memotret Raina dari kejauhan.

Raina tersenyum ceria seperti biasanya, dan seperti dugaan visual wajah Raina tak mengecewakan. Disaat semua orang sedang takjub dengan wajah elegant Raina, Zevan masih melamun meratapi nasib ketikanya yang tak berdosa.

"Zevan, bukan kah dia sangat cantik?" Dora membuyarkan lamunan Zevan, perlahan ia menaruh atensi pada Raina yang tengah melakukan berbagai pose.

"Biasa saja."

Zevan mengatakannya sesantai itu, karena ia tak berpikir kecantikan Raina bertambah setelah dipolesi beberapa make up.

Satya menghampiri Zevan yang berduduk santai sembari menikmari semilir kipas angin yang diberikan oleh tenaga Dora. "Zevan, bersiaplah."

Lelaki itu berdiri lalu melangkah mendekat ke tempat photoshoot. Ia menghentikan langkahnya tepat di samping Raina, kemudian keduanya menunggu aba-aba dari sutradara.

"Oke! Sekarang kalian kunyah dulu permen karetnya."

Sesuai aba-aba, Raina dan Zevan mengunyah permen perlahan.

"Tiup balon permen!"

Keduanya mengikuti petunjuk dan membuat gelembung dari mulut mereka masing-masing.

"Saling menghadap!" Raina dan Zevan membalikkan badan untuk saling berhadapan satu sama lain.

Merasa sempurna seperti yang ia harapkan, sutradara meneruskan.
"Tempelkan gelembung permen kalian!"

Keduanya memekik kaget dan langsung menoleh ke arah sutradara.

"Maksudnya Pak?" Bian mewakili bertanya.

"Maksudnya gelembung balon yang ditiup Raina ditempelkan dengan gelembung balon milik Zevan!" Pak Sutradara menjelaskan dengan peraga tangannya.

Tidak ingin berlama-lama berdiri, Zevan segera melakukan yang diperintahkan, ia mendekatkan wajahnya ke arah wajah mungil gadis itu, masih dengan gelembung balon yang memperpendek jarak di antara mereka. Raina yang mulanya sedikit bingung akhirnya ia mulai mendekatkan wajahnya dan membuat balon yang mereka buat kini bersentuhan.

"Oke! Lebih dekat!" Pak sutradara kembali memerintah, sedangkan Bian sudah sibuk memotret mereka.

Zevan mengangkat tangan kanannya, menahan tengkuk leher Raina agar jarak diantara semakin dekat dan dekat....

Cup!

Balonnya meletus, bibir mereka bersentuhan.

.....

TBC.

Terimakasih atas vote dan dukungan kalian, itu sangat membantu! Sampai jumpa!

Halo Tetangga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang