Benda berjalan yang sering disebut sebagai transportasi oleh para manusia itu kini kian beruntut memadatkan suasana bumi, kepulan asap kelabu mewarnai awan-awan biru hingga ternodai, lampu warna-warni menyala siling berganti, para anak adam yang tak beruntung dengan menyanyi sana-sini demi mencukupi kehidupan duniawi cukup membuat ramai jalanan tanah Bali.
Setelah tragedi horor yang disebabkan oleh Nara yang mengumpat kepada arwah mbok Siti, mendadak listrik di villa mengalami pemadaman sementara.
"Wah, bila mengingat kemarin aku masih merinding." Raina memeluk tubuhnya sendiri, mencoba menenangkan bulu-bulu halus di tubuhnya yang kian berdiri.
Bian yang duduk di samping Raina di kursi belakang mobil, ia terkekeh.
"Semuanya hanya omong kosong." Zevan menyaut, ia yang duduk di samping kursi kemudi.
Raina melebarkan mata. "Jangan seperti itu! Siapa tahu mbok Siti mengikutimu sampai saat ini!"
Lelaki yang mendapat ancaman konyol dari Raina hanya masa bodoh dibuatnya, lensa matanya lebih fokus melihat padatnya jalanan.
"Bian kau sudah mencari model baru?" Suara terdengar dari arah bangku kemudi, orang yang sedang mengemudi.
Satyaㅡmanajer Zevan, ia sudah berangkat ke Bali untuk menjemput Zevan sejak kemarin, karena ia mengenal baik Bian, maka ia menawarkan untuk pulang bersama menggunakan mobil mereka. Tak lupa juga ia menawarkan ke Raina, yang awalnya ditolak oleh Zevan untuk menawarkan ke gadis itu, karena ia tahu ia tidak akan bisa tidur tenang bila keberadaan Raina ada di sampingnya.
Namun pada akhirnya Satya yang masih punya sopan dan santun sebagai manusia yang lebih jauh telah lahir di dunia, ia menawarkan tawaran untuk pulang bersama ke Raina, dan tentunya gadis itu meng iya kan langsung.
Bian membenarkan posisi duduknya, kemudian lelaki itu memunculkan kepalanya dari belakang di antara bangku Zevan dan Satya.
"Model?" Bian menoleh ke arah Satya. "Darimana kau tahu kalau aku membutuhkan model baru?"
Mobil berhenti, karena lampu pelangi yang kini menonjolkan warna merahnya.
Satya mengaruk hidung, kemudian menoleh. "Bukankah kau fotografer untuk proyek iklan Zevan kali ini?"
Bian terdiam ia mengingat-ingat, Zevan yang mendengar namanya disebut ia menoleh merasa tertarik dengan topik, sedangkan Raina yang tidak paham apapun ia memilih membisu dan berfoto-foto ria.
"Sebentar aku tidak mengecek nama model yang akan bekerja sama denganku." Bian kembali membenarkan duduknya, kemudian melihat handphonennya dan mengecek nama model itu.
Proyek bubble candy
Male-Model : Adelio Zevan Arrazka.
Female-Model : -Mulut Bian menganga seketika, ia tidak percaya dengan keadaan ini.
"Wah benar, ternyata kau model yang akan membintangi iklan itu."
Zevan masih terdiam, ia berfikir dan pekikirannya menghasilkan suatu dugaan yang akan merugikannya.
"Sebentar, jadi maksudmu kau fotografer dari proyek ini?" Zevan bertitah menjelaskan keadaan yang masih terlihat ambigu di otaknya.
"Dan! Kau disuruh untuk mencari model sebagai pasanganku untuk membintangi iklan, kan?"
Bian mengangguk ragu, seseolah memasang mimik wajah merasah bersalah kemudian ia menatap Raina yang masih tidak tahu apa-apa.
Seseolah sudah memprediksi kesialan yang akan datang di masa mendatangnya, Zevan menghela nafas kemudian menunjuk Raina dan dirinya bergantian.
"Jadi dia dan aku akan membintangi iklan ini bersama?"
Bian memegang tangan Zevan yang masih terangkat di udara, ia mengangguk dan tersenyum seseolah menguatkan mental temannya.
"Maafkan aku kawan," ujarnya sambil manggut-manggut.
"Sialan kau Bian!"
.....
Mata Raina melebar, ia memperjelas pandangannya membaca sebuah pesan yang kini diberikan oleh tetangganyaㅡZevan. Lelaki itu sangat aneh, perjalanan dari Bali ke jakarta memakan waktu yang cukup lama tetapi tanpa alasan, Zevan mengirim pesan seseolah ia tidak mengatakannnya itu langsung dari mulutnya.
Zevanjelek
Kau pasti sudah tahu kalau kita akan membintangi proyek iklan itu bersamaYa, Raina sudah tahu dari Bian sejam sebelum ia membuka pesan ini dan sejam sebelum mobil yang dikemudi Satya mendarat di tanah kediaman asakita, apartemen mereka.
....Jadi aku tidak akan basa basi....
"Itu sudah basa-basi namanya!" Raina memekik membenarkan posisi tidurnya untuk membaca pesan selamjutnya.
....Awas saja bila kau menyusahkanku besok, Ah tidak sekarang cepat bilang ke Bian untuk membatalkannya, lupakan soal impianmu menjadi model karena ini akan memengaruhi karierku....
Mata Raina berdenyut bibirnya sudah bergetar ingin mencaci maki lelaki ini, bagaimana bisa ia mengatakanㅡah tidakㅡbagaimana bisa ia mengetik kalimat seperti itu seenak jidatnya.
Raina mengembalikan tekad, membaca pesan terakhir dari Zevan
Lebih baik berhenti sebelum memulai daripada gagal setelah mencoba.
"HAH?!" Raina bangun dari tidurnya, rahangnya mengeras, keletukan gesekan giginya terdengar jelas.
"Omong kosong!"
Dengan hati yang sudah meluap dan mendidih panas, Raina berjalan keluar apartemen kemudian menekan bel pintu apartemen Zevan.
Tak lama, pintunya terbuka.
Ekspresi Zevan yang tetap datar seseolah menandakan bahwa ia tidak terkejut lagi bila gadis gila yang menyanding status sebagai tetangganya itu melakukan hal-hal gila lagi untuk membalasnya.
"Apa?" Zevan bertanya dengan nada malas.
"Kita musuh?" Raina bertanya, sedikit menekan terdengar serius.
Zevan menyenderkan tubuh di ambang pintu. "Anggap saja begitu," ujarnya santai menyilangkan tangan di depan dada.
Raina tersenyum seseolah siap untuk melakukan sesuatu, ia berdeham tanpa aba-aba membuat Zevan semakin siaga.
"Musuhku memang dekat, lima langkah dari rumah."
Zevan mengernyitkan alis, mendengar Raina yang tiba-tiba menyanyi.
Raina menggeleng melakukan gestur tubuh untuk mengekspresikan nyanyiannya. "Tak perlu kirim surat, Sms juga gak usah!"
"Kalau rindu bertemu...."
Zevan segera menutup pintunya malas.
"Tinggal nongol depan pintu!" Raina menahan pintunya agar tidak tertutup.
"Tangan tinggal melambai..." Raina melanjutkan nyanyiannya, melambaikan jari tengahnya.
"Sambil bilang, HALO SETAN!"
Selesai, lagu musuh 5 langkah dari Raina berakhir. Zevan kembali bersender di pintu lalu mengangkat sebelah alisnya. "Terus?"
Raina berjinjit menyamakan tinggi lelaki itu, kemudian mempersingkat jarak di antara keduanya, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Zevan kemudian berbisik.
"Zevan sinting, bicara sampah. Dengar anjing, Aku tidak menyerah!"
"Jadi jangan harap kalau aku akan mengundurkan diri dari pekerjaan ini!" Raina kembali menjelaskan.
Kemudian tersenyum jahat. "Sampai jumpa!" Gadis itu melengos pergi.
Zevan hanya menghela nafas, lalu mengelus dada. "Nasib, nasib...."
.....
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Tetangga!
Teen FictionRaina datang sebagai tetangga dari keempat lelaki tampan itu. Di apartemen tua, dimana terdapat empat lelaki yang berwujud layaknya seorang pangeran dingin itu mulai terusik dengan kehadiran seorang gadis lancang yang tiba-tiba muncul sebagai tetang...