Sesuai keinginan Leon, hari ini kelima manusia itu berpiknik, em mungkin juga tidak bisa disebut berpiknik karena arti piknik adalah bepergian ke luar kota dengan membawa bekal dan sebagainya, sedangkan mereka tidak berpiknik di luar kota, melainkan hanya di rooftop Asakitaㅡedisi menghemat uangㅡ karena Raina sedang pengangguran.
Padahal keempat lelaki di sekitarnya adalah seseorang yang hartanya tidak akan habis tujuh turunan, tapi Raina memilih berpiknik di rooftop Asakita. Kapan lagi gitu?
Leon membawa tikar, Bian membawa kamera, Bara membawa berbagai camilan dan buah-buahan, Raina membawa sekotak besar bekal makanan yang masih menjadi misteri sekarang isinya dan Zevan yang hanya membawa badan.
Leon menggelar tikar setelah membersihkan sekitar rooftop yang memang tidak pernah dikunjungi siapapun. Setelah tikar digelar, Bara, Raina, dan Zevan menata makanan. Tentunya Bian tak lepas dari kegiatan potret-memotretnya.
Mereka duduk bersama melingkari makanan yang sudah ditata rapi.
"Kamu bawa apa Rain?" Bian penasaran membuat Raina tersenyum.
"Jangan kaget ya!"
"Tara!!!"
Tentunya mereka kaget, kue horor buatan Raina itu tertata rapi di kotak makanan yang Raina bawa, ditambah lagi jumlah kue keringnya sangat banyak! Leon meneguk kalivanya takut, tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa menghabiskan kue horor itu.
"Ini percobaan ketigaku, kuharap tidak gagal!" Raina mengulurkan kotak kuenya ke para tetangganya.
Zevan mengambilnya, mengawali lalu mengunyahnya kemudian mengangguk. "Hm, enak kok."
Raina tersenyum sumringah.
"Benarkah?!" Lalu ia mencoba kuenya.Gadis itu mengunyah dan menghayati rasa kue buatannya, lalu untuk sejenak senyumannta pudar.
Rasanya tidak sesuai dengan ucapan Zevan! Ini asin, keras, dan tidak tahu, rasanya sangat tidak jelas untuk dijabarkan.
"Kau berbohong!" kesal Raina.
"Tidak! Aku suka asin," elak Zevan lalu memakan kuenya lagi.
Raina tersenyum, sedikit terharu.
"Ngomong-ngomong sudah berapa lama ya sejak kedatanganmu?" Bara mengalihkan topik.
Raina berpikir. "Emm, 10 bulan mungkin?"
"10 bulan lebih 8 hari," koreksi Zevan.
"Kau menghitungnya?" heran Leon.
"Tentu, bahkan aku menghitung seperdetik sejak kedatangan hujan kemari."
"Hujan?!" Raina memekik kesal. "Kau masih saja memanggilku seperti itu?!"
"Kenapa tidak? Aku bisa memanggilmu sesukaku."
"Tentu! Panggil saja aku sesukamu, tapi jangan berharap aku akan menanggapi!"
Bian terkekeh menyimak perdebatan Zevan dan Raina yang menurutnya seru, sudah lama juga ia tidak melihat mereka bertengkar seperti bocah sd.
"Tapi kau tahu kenapa aku memanggilmu hujan?"
"Kenapa?!" Raina masih menekuk wajahnya, kesal.
"Karena aku suka hujan, dan karena aku menyukaimu."
Hening, Leon merinding dibuatnya. Kenapa Zevan benar-benar menggelikan sekarang.
"Sebaiknya kita ganti topiknya! Aku tak tahan!" Leon menenangkan bulu kuduknya yang merinding.
"Karena kita sudah lama bertemu, bagimu kita ini apa di duniamu Rain?" tanya Bian, tiba-tiba.
Raina berdeham kemudian berpikir.
"Mm, seperti Langit, Matahari, Bulan, dan Bintang."
"Maksudmu?" Leon meminta penjelasan.
"Bian itu seperti Langit, dia membantuku untuk terus bertahan dengan warna birunya yang menenangkan seperti senyumannya yang seseolah berkata kepadaku semuanya akan baik-baik saja. Tanpa Langit juga aku tidak akan bertemu dengan Matahari, Bulan, dan Bintang. Dan bila Bian tidak ada di duniaku, mungkin kalian bertiga juga tidak ada."
"Lalu Leon seperti matahari di duniaku, membuat semuanya terasa menyenangkan saat bersamanya, dengan sinarnya yang hangat dan juga sifat cerianya juga membantuku bertahan disini, mungkin bila tak ada Leon juga aku tidak akan bisa bertahan disini."
"Bara, itu seperti bulan di duniaku. Dia indah, bahkan aku sempat terlena olehnya. Namun perasaan itu sementara, karena terlalu banyak rahasia yang dimiliki Bulan yang aku tak tahu. Kenapa Bulan selalu berubah? Terkadang tersenyum seperti bulan sabit, namun terkadang sedu seperti bulan purnama. Bara dan Bulan sama-sama misteriusnya di duniaku."
"Lalu Zevan, dia seperti Bintang-bintang di duniaku. Bintang yang bersinar indah menghiasi langit malam, terkadang Bintang juga aneh, persis seperti Zevan, ia juga susah untuk ditebak olehku.
Terkadang ia menghilang dan lebih memilih bersembunyi di balik awan, namun terkadang juga menemani Bulan sendirian tanpa teman, padahal seharusnya Bintang memiliki banyak teman, namun kenapa ada beberapa Bintang juga selalu memilih untuk sendirian? Namun aku masih menyukai Bintang, meskipun ia sendirian di langit malam tanpa teman bahkan bulan, ia masih bersinar tanpa ingin berniatan untuk redup sekalipun agar para manusia di bumi yang menantinya tidak kecewa. Sama halnya seperti Zevan. "
Keempat lelaki itu tertegun diam mendengarkan kata demi kata indah yang terucap dari mulut Raina, mereka tersenyum tak pernah menyangka sedalam ini peran mereka di kehidupan Raina.
Zevan bersyukur menjadi Bintang di dunia Raina, seandainya Raina tahu apa perannya di dunia Zevan.
Raina bukan Langit di dunia Zevan, Raina juga bukan Pelangi di dunianya, juga bukan Bintang ataupun bulan.
Karena Raina adalah dunianya Zevan.
"Lalu, di antara Langit, Matahari, Bulan, dan Bintang. Kau suka yang mana?" tanya Zevan.
"Aku?" Raina tersenyum, menunjuk dirinya. "Kalau aku...."
"Aku suka Tuan Bintang."
-tamat-
Wah akhirnya cerita hujan dan kawan-kawan menyentuh kata tamat hari ini!!! Seneng banget aaa, meskipun gak ada yang bacaa!!
Oke jaga-jaga kalau ada yang baca dan siapa tahu ada yang berkenan untuk komentar,aku mau tanya.
Sejauh ini pendapat kalian tentang cerita ini?
Aku ingin mengucap sejuta terimakasih sekaligus sejuta maaf untuk kalian yang baca cerita ini hingga akhir. Terimakasih karena membaca cerita ini hingga akhir meskipun ceritanya membosankan, dan Maaf karena ceritanya masih banyak kekurangan! Tentunya juga nggak sempurna yang pasti bisa juga gak sesuai sama ekspetasi kalian, maaf lagi.
Tapi, meskipun kata tamat sudah mengkahiri.
Aku yang tak suka kalimat selamat tinggal akan mengucapkan sampai jumpa.
Sampai jumpa di epilog!!
Dapat sayang dari aku, kalau kalian mau.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Tetangga!
Dla nastolatkówRaina datang sebagai tetangga dari keempat lelaki tampan itu. Di apartemen tua, dimana terdapat empat lelaki yang berwujud layaknya seorang pangeran dingin itu mulai terusik dengan kehadiran seorang gadis lancang yang tiba-tiba muncul sebagai tetang...