Intermezzo Pt. 11

1K 99 17
                                    

Maaf ya lagi iseng cuma kangen momen Ibu sama Abang di story ini..
Full partnya kapan kapan kapan kapan aja ya :p

Sok atuh yang mau baca.



















"Ibu, Ais masih mantu gantengnya Ibu kan?"

"Masih dan memang akan jadi menantu bungsu sesungguhnya di keluarga Ibu. Udah jadi anak Ibu juga. Memangnya kenapa, Nak?"

Harris tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya pelan. Entah apa yang ada di isi kepalanya saat ini, namun perasaan risau itu kembali menghampirinya setelah sekian lama.

"Ada yang kamu pikirkan, Nak? Adek bilang sesuatu atau dia membuat kamu sedih?"tanya Ibu khawatir.

"Engga kok Bu. Ria selalu baik sama Ais."

Ibu mengelus rambutnya lalu berkata," Apapun yang ada di pikiran kamu, Ibu cuma bisa mendoakan agar hal yang mengganggumu bisa segera teratasi. Anak kesayangan Ibu kan memberi banyak hal positif dan kebahagiaan untuk banyak orang, salah satunya putri kecilnya Ibu. Ibu yakin orang-orang diluar sana menyesal tidak mendapatkanmu. Terimakasih untuk selalu menjadi sandaran Adek. Terimakasih karna sampai saat ini kamu mengisi ruang di hatinya Adek. Terimakasih sudah mencintainya dan juga keluarganya sama seperti keluargamu."

"Tetap seperti itu ya Nak. Ibu bersyukur karna Adek mendapatkan lelaki yang bukan hanya menyayangi dirinya saja tapi mampu menyayangi keluarganya dengan tulus. Allah bersamamu Nak. Tetap kuat ya sayang."

"Semoga dengan Ibu berbicara seperti ini bisa mengurangi hal yang mengganggu pikiranmu ya."

"Tetap berjuang Nak. Perjalanan kamu ataupun Adek masih sangat panjang. Ibu dan Papah mendukungmu dengan penuh. Kami menyayangimu layaknya anak kandung sendiri."

Harris memeluk Ibu dengan erat. Hatinya terenyuh dengan pernyataan beliau. Perlahan rasa risau itu memudar dan digantikan dengan rasa yakin yang amat sangat.

Ditengah pelukannya, Ibu tersenyum dan terus mengelus punggung anaknya itu. Menyalurkan rasa tenang padanya. Dan itu berhasil.

"Jadi, ini alasan kamu pagi-pagi udah kesini tanpa bilang ke Adek?"tanya Ibu.

Harris mengangguk." Ais kan pulang malem dan tiap kesini gabisa ketemu Ibu karna Ibu udah tidur. Jadi pagi ini kesempatan buat Ais karna Ria masih tidur juga pasti."

"Ibu gaboleh bilang ke Adek dong?"

"Pengennya sih gitu tapi kalo Ibu mau bilang juga gapapa. Ais gamasalah kok Bu. Biar dia ga ngambek."






Sambil memegang kedua tangan Ibu, ia tatap sosok luar biasa hebat dan tangguh yang melahirkan ketiga putri cantik dan tak kalah hebatnya dengan beliau.

"Bu, Ais ingin melamar putri kecilnya Ibu secara resmi."




Sang Ibu menutup mata lalu membukanya kembali. Helaan nafas beliau seperti rasa lega. Terlihat jelas binar kebahagiaan di kedua matanya dan bergumam "Alhamdulillah" berulang kali.

"Silahkan. Silahkan datang pada kami kapanpun. Jika memang kamu sudah siap dan mantap akan pilihanmu, Insya Allah kami akan menyambut dengan tangan terbuka. Menerima segala niat baik kamu."

Harris tersenyum. Ia mencium kedua tangan beliau dan berulang kali mengucapkan kata terimakasih. Lalu memeluknya lagi.


***

Turun dari lantai atas kamarnya, Ricis terlonjak kaget saat Ibu langsung memeluknya erat. Ia membalas pelukan tersebut meskipun kebingungan masih menyelimutinya.

Tanpa mengetahui alasannya, Ibu mendekapnya tidak seperti biasanya. Rasanya seperti pelukan bahagia? Entah. Ricis tidak diberitahu karna Ibu hanya tersenyum, mengelus pipinya lalu berlalu pergi ke kamar. Meninggalkan dirinya dengan rasa penasaran.

Tapi sebelum pergi, Ibu mengatakan kalau Harris sempat kesini pagi-pagi sekali untuk bertemu dengan beliau.

Tanpa pikir panjang, ia langsung mendial nomor Harris. Sempat menunggu beberapa menit karna tidak diangkat olehnya. Ah, syuting. Kenapa ia bisa lupa?

"Kenapa sayang?"

"Kamu di lokasi? Lagi take ya?"tanya Ricis.

"Iyaa. Maaf ya lama diangkatnya. Kenapa?"

Ricis menanyakan kenapa Harris kerumah tanpa memberitahunya. Tapi ia hanya mengatakan, "Kangen sama Ibu."

Baru ingin ditanyai lagi tapi Harris sudah memotong ucapannya.

"Aku dipanggil take lagi. Maaf yang. Kalo udah break aku telfon kamu nanti. Kamu bisa tanyain semua ke aku. Bye sayang. Loveu."

Panggilannya dimatikan karna ia sedang terburu-buru. Ricis mengerti.


***


"Jadi, apa yang mau kamu tanyain?"tanya Harris di sela break-nya.

"Ibu kenapa yang? Kenapa tadi Ibu tiba-tiba meluk aku tanpa bilang apapun. Kan aku bingung."

Harris tersenyum. "Biarkan mereka saja yang tahu. Ricis hanya tinggal menunggu kapan hari bahagia itu tiba."ucapnya dalam hati.



"Aku ngasih sesuatu ke Ibu tadi. Itu kali yang bikin dia seneng."

Harris tidak berbohong. Karna sang Mamah memang menitipkan sesuatu untuk Ibu yang baru dikirimkan padanya beberapa hari yang lalu.

"Ohya? Aku curiga pasti kamu kongkalikong lagi sama Ibu kayak waktu itu."

"Gaboleh suudzon. Aku ngajarin apa ke kamu coba? Perlu diingetin lagi?"

Dibalik panggilan telfonnya, Ricis mendengus sebal. Selalu kalah kalau debat kecil seperti ini. Meskipun lebih sering Harris yang mengalah.

"Hidup kamu akan lebih tenang dan bahagia kalau pikiran kamu positif. Kalau hal kecil saja selalu dianggap negatif maka pikiran kamu akan diisi hal negatif. Dan itu berimbas pada keseharian kamu. Real life kamu. Semua akan salah dimatamu. Pikirkan hal yang baik-baik. Semua akan berjalan baik seperti yang kamu inginkan. Tetap santai. Jangan terlalu banyak memikirkan hal yang belum tentu terjadi. Hati-hati, akan jadi boomerang buat kamu."

"Tuh. Kalimat sepanjang itu, aku hafal kan?"bangganya.

Harris terkekeh geli." Iyalah hafal. Aku cekokin terus tiap hari."

Ricis lupa akan rasa penasarannya karna Harris ahlinya mengalihkan pembicaraan. Terbukti, ia jadi menanyakan hal lain. Perhatian kecil contohnya.




















GAADA LANJUTAN!!

Sekian dan terimagajih :)

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang