77. Halcyon.

1.2K 102 18
                                    

Cerita ini hanya fiksi ya guys. Jangan disangkutpautkan dengan real life mereka. Aku tau kalian orang-orang baik. Bisa ya kerjasama sama aku :)

Di "Amiinn" kan kalau memang ingin mengaminkan setiap doa baik disini.

Tetap langitkan doa terbaik untuk pasangan kesayangan kita ya :)

Selamat membaca.





















"Muram sekali wajahnya."batin Ricis.

Kantung matanya terlihat menghitam pertanda ia kurang tidur. Matanya sayu sekali sampai Ricis tidak tega saat menatapnya. Mengejar banyak scene di beberapa hari terakhir ini, membuatnya kembali merasakan pulang dini hari. Padahal jadwal sebelumnya tidak sehectic ini.

Oh. Ada satu hal lagi. Terlalu banyak memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan. Aktivitasnya terganggu karna berbagai komentar. Ia mengeluh lelah padanya. Bukan karna fisik melainkan psikisnya. Tapi ternyata fisiknya ikut terkena dampaknya.

"Hey. Semangat dong, sayang."

Ia sehabis live bersama ANTV, namun hanya sebentar karna terkendala jaringan. Sedang hujan pula. Harris menghubunginya sesaat setelah ia mematikan live-nya. Lelaki-nya itu tidak bersemangat. Tidak seceria biasanya. Jadilah Ricis terus menghiburnya dengan segala cara.

Selalu memperhatikannya, mengingatkannya, mendengarkannya lalu memanjakannya. Ricis berniat menemuinya di lokasi setelah beberapa pekerjaannya telah selesai dan rapi. Ia sengaja tidak memberitahu Harris, biarkan menjadi kejutan untuknya di malam nanti. Terakhir ia bertemu dengannya di Senin pagi lalu, sekarang sudah saatnya ia yang menghampiri Harris.

Berhubung Lintar sudah tidak bekerja dengannya, Ricis akan menghubungi Ady saja. Karna ia pun belum mengetahui dan diperkenalkan oleh asisten baru Harris.

"Sayang. Tidur lagi aja gih. Belum ada take kan? Masih ujan juga. Selimutnya dibawa ke basecamp kan? Dipake biar ga kedinginan. Oke?"

Dibalik panggilan video itu, Harris tersenyum kemudian mengangguk." Sayang. Aku laper."eluhnya.

"Kamu mau apa? Hm?"

Harris menyebutkan beberapa makanan yang ingin ia makan.

"Oke. Aku kirimin. Harus diabisin ya. Aku ngonten dulu, nanti aku telfon lagi. Semangat sayang. Fokus kerja, jangan pikirin apapun. Kamu tau kan banyak yang sayang sama kamu? Dah sayang. Loveu."

Biasanya Harris tidak seperti ini. Ia mudah mengabaikan apa yang tidak penting untuknya. Sugestinya mengatakan jika tubuhnya terlalu lelah jadi pikirannya mudah terpengaruh.

Ricis menenangkannya sejak beberapa hari yang lalu, menjadi sandarannya ketika beban yang tiada henti berkecamuk di hatinya. Sang wanita selalu mampu menghibur dengan caranya yang unik. Cara dimana hanya mereka berdua yang tahu.

Tersenyum kemudian Harris mengatakan." Sayang, makasi ya. Kamu juga semangat ngontennya." Dibalas anggukan dan lambaian tangan oleh Ricis. Lalu panggilan itu dimatikan.

Ia merenung sejenak. Teringat kalimat yang diucapkan Ricis dikala malam itu.


"Kan kamu yang bilang harus ngebahagiain diri sendiri dulu baru orang lain. Kenapa jadi kamu yang gabisa ngelakuin hal itu? Hidup kamu ya hidup kamu. Orang ga berhak mengatur bahkan menuntut kehidupan kamu. Kamu berhak atas diri kamu sendiri. Tunjukkan kalau kamu bahagia meskipun di relung hati terdalam kamu sedang merasa sakit. Tunjukkan kalau kamu mengacuhkan berbagai perkataan buruk mereka dengan tawa riangmu. Agar mereka tahu kamu tidak akan pernah terkalahkan hanya karna ketikan jahat mereka. Kamu berhak bahagia, Abang."


Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang