Intermezzo Pt. 15

1.4K 133 159
                                    

Abis ini aku ga up lagi yaa :p























"Ris. Liat dah ini. Ris. Buset dah ni anak." Dengan kesal Ady mengapit kepala Harris di ketiaknya sambil memperlihatkan handphone-nya tepat di wajah Harris.

Ady menanyakan bagaimana perasaannya saat melihat video itu.

"Biasa aja. Kenapa sih emang?"tanya Harris sambil melepaskan rangkulan Ady padanya.

"Lu ga galau? Biasanya langsung melotot liat yang beginian, handphone langsung lu lempar."

"Emang kalo lagi galau, sedih, bahagia, kecewa harus dikasih liat gitu. Ga semua hal yang lagi kita rasain diperlihatkan ke banyak orang. Terlalu banyak spekulasi ujung-ujungnya jadi pada sok tau. Hidup tuh harus biasa aja. Santai aja."

"Apalagi nampilin ekspresi penuh keterpaksaan. Ga baik nyakitin diri sendiri. Orang bukannya ngerasain hal dia rasain tapi malah ngasihanin."

Ady memicingkan matanya, curiga Harris sedang menyindir seseorang. "Lagi nyindir bini lu?"

"Siapa bini gua? Nikah aja belom."ucap Harris dengan mata dan tangan yang sibuk dengan handphone sambil sesekali tersenyum.

"Lu paham maksud gua lah, Ris."

"Udahlah, Dy." Tidak melanjutkan pembicaraannya pada Ady, ia malah melambaikan tangan di layar handphone-nya.

"Om Aisss."teriak Khadeejah.

Panggilan video itu tersambung. Disusul teriakan Maryam dan Ibrahim. Sepertinya mereka sedang berjalan-jalan sore dengan Bang Ory yang mengendarai motornya.

Dengan nada riangnya, mereka memamerkan kegiatan sore mereka bersama sang Baba. Harris ikut excited saat melihatnya. Menaikkan imun di tengah-tengah syutingnya. Anak-anaknya selalu bisa mengalihkan pikiran suntuknya. Meskipun tidak dipungkiri itu hanya sementara tetapi tak apa setidaknya raut wajah sedihnya terhalang kehadiran mereka. Krucil's, i love you.

"Om Ais boleh ngajak Om Ady ga?"tanyanya menarik tangan Ady untuk mendekat padanya.

"Boleh ga, Ba?"tanya Maryam yang membuat Ady merengut sebal. Harris memang selalu diutamakan, jika ada hal seperti ini mereka tak pernah pikir panjang langsung mengiyakan, giliran dirinya malah harus mendapat izin dulu dari orangtuanya.

"Kata Baba boleh tapi harus bawa mainan yang banyak ya, Om Ady."kata Maryam dengan polosnya.

Ady mengangguk pelan lalu mencubit perut Harris, ia menggerutu tanpa suara. Harris menahan tawanya.

"Om Ais, besok kita ke rumah Icis. Om Ais kesana ya ajak Om Ady juga gapapa."

"Iyaa. Khadeejah mau ngasih liat mainan Khadeejah. Om kerumah Icis ya."

Permintaan dua anak perempuannya ini adalah mutlak. Hanya cukup bersikap biasa saja ia pasti bisa menghandle situasi nanti. Ada anak-anaknya ini, perhatiannya akan teralihkan. Keep calm, Harris!

Harris tersenyum lalu mengiyakan apa yang mereka minta.

Mengakhiri panggilan videonya, Ady menatap Harris dengan pandangan sedih. Bertanya apakah yakin ingin memenuhi keinginan keponakannya Ricis padahal situasi dan kondisinya tidak seperti sebelumnya. Yang ditanya hanya memejamkan matanya bersamaan dengan senyum penuh maknanya.

"Harus silahturahmi, Dy. Bang Ory juga nyuruh kesana apalagi Ibu. Selagi besok bisa sebelum syuting kesana dulu. Kalo lu mau ikut, ayo."

Tiba-tiba Ady membisikinya sesuatu. Harris terkekeh geli dibuatnya.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang