Intermezzo Pt.12

1.2K 120 19
                                    

Intermezzo dulu sebelum full partnya yaah..















"Sini kamu!!"

Ricis menarik hoodie Harris dengan kesal menyuruhnya untuk duduk di kursi meja makan.

Si empunya hoodie hanya menghela nafasnya pasrah. Pagi ini ia akan mendapat sarapan omelan dari sang wanita. Pasrah dengan konsekuensi yang sudah ia perbuat semalam.

"Udah berapa kali aku bilang dipake maskernya! Masih belum kapok sakit waktu itu? Masih belum kapok hampir 2 minggu gaboleh kemana-mana? Gabisa syuting, gabisa kerja terus aktivitas diluar?"

Harris tercengang. Ini alasan kemarahan Ricis?

Oh. Sepertinya ia salah sangka. Ia mengira Ricis akan marah karna riding-nya semalam bersama sahabat dan mantannya. Dengan senyum penuh kelegaan, ia terus menyimak ocehan Ricis yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Nanti siapa yang bakal gerutu bilang bosen ga ngapa-ngapain? Bete gaada yang nemenin? Bete gaada yang bisa diajak main?!"

"Bisa-bisanya keluar ga mikirin resiko terburuknya. Aku aduin ke Mamah nanti anaknya susah dibilangin. Bandel. Gamau nurut apa kata aku."

"Gausah senyam-senyum kamu. Masih sempet senyum aku marah kayak gini?"kesal Ricis namun ia malah mendapat cubitan di pipinya oleh Harris.

Ia mendelikkan matanya tajam." Mau ada pembelaan apa? Coba jelasin!"sengitnya.

Harris mengambil tangannya lalu ia tangkupkan." Aku minta maaf. Lain kali gaada kayak gitu. Maafin aku ya."

Tidak ada pernyataan pembelaan yang keluar dari mulut Harris. Ia mengakui kesalahannya.

"Kamu marah bukan karna aku riding sama dia?"

Ricis mengernyitkan dahinya lalu menggeleng." Enggalah. Kamu ramean disana. Ada Billar juga. Kenapa harus marah?"

"Ga cemburu?"tanyanya lagi.

"Buat apa? Emang ada niatan buat bikin cemburu? Atau mau balikan?" Dengan santainya Ricis bertanya balik.

"Sembarangan!!"ucap Harris sambil menjentikkan harinya di dahi Ricis yang membuatnya meringis.

Lalu terbesit ide untuk menjahili Harris.

"Oh pantesan aja ga kerumah padahal pulang syuting cepet. Oh karna ini. Pake segala macem bilang A sampe Z. Ternyata ini. Padahal Khadeejah nyariin Om kesayangannya terus eh Om nya nyari alesan mulu. Parah emang. Mentingin motornya ketimbang keponakan yang udah dianggep kayak anak sendiri."ucap Ricis dengan nada dramatisnya.

"Tanggung jawab kalo anaknya ngambek gamau diajak main apalagi ketemu."

Harris sepertinya termakan ucapan Ricis barusan. Ia merasa bersalah. Terlihat jelas di mimik wajahnya. Namun Ricis semakin gencar membuatnya terpojok. Tidak tega sebenarnya. Tapi sesekali tidak apa, pikirnya.

"Bilangnya sih capek mau istirahat tapi taunya motoran. Bilangnya sih ujan. Emang iya ujan tapi masih dilanjutin. Ngajak aku sih iya tapi tiba-tiba ngelarang dengan bilang gabaik perempuan kayak kamu keluyuran malem-malem eh taunya ada perempuan juga disana."kata Ricis menirukan cara bicara Harris. Ia melanjutkan." Ngasih tau sih iya kalo ada mantan ikut juga disana, dikira bakal jaga jarak eh ternyata engga.  Yauda ajalah aku mah." Ricis menahan tawanya.

Tatapan menyesalnya muncul di wajah Harris." Sayaanggg. Engga gitu loh."

Harris sibuk menjelaskan jika dirinya memang berkeinginan untuk riding setelah melihat story Billar, tak lama kemudian Billar menghubunginya untuk mengajaknya saat selesai syuting. Jadilah ia yang begitu antusias tidak memikirkan apapun karna sudah terlalu lama juga tidak motoran.

Ia pun sudah memberitahu Ricis kalau semalam memang libur dulu untuk kerumahnya. Baru di esok pagi ia baru akan ke rumahnya. Entah rasanya seperti masih ada yang mengganjal, saat riding ia gelisah tidak menikmati perjalanannya. Dan terbukti pagi ini Ricis mencecarnya ini itu. Awalnya membuat ia lega namun ujungnya tetap menyindir. Berhasil memojokkannya.

"Maafin aku ya. Kamu kan tau aku gaada niat macem-macem. Aku paling excited kalo udah berhubungan sama hobiku. Bahagianya aku ada disana loh yang."jawabnya dengan lesu.

"Aku ngerti. Aku paham. Karna akupun juga kayak gitu." Ricis masih memainkan perannya." Bahagianya kamu ada disana termasuk ada dia? Okelah. Aku ngerti."

"Sayang kok gitu sih? Kamu mau aku ga motoran lagi? Oke, aku turutin. Maafin aku ya."sesal Harris.

Ricis mengusap pipinya. Tidak tega. Ricis paling tidak bisa menahan dirinya untuk sedih ketika binar mata Harris menunjukkan rasa bersalahnya. Lelaki-nya sudah terlalu lelah dengan berbagai hal yang menimpanya. Bukan timing yang pas untuk mengerjainya saat ini. Kini ia yang merasa menyesal.



***



"Aku bercanda sayang. Kelewatan ya? Maafin aku. Udah lama ga isengin kamu, tapi justru akunya yang ga tega. Maafin ya. Aku dimaafin ga?"

Harris tersenyum lalu mengusap kepalanya. Tak terbayang dibenaknya jika itu sungguhan." Selalu. Aku gamau kamu salah paham."

"Iyaah. Engga kok. Kamu tau sesantai apa aku ini. Belajar dari kamu. Tapi no hard feeling kan?"tanya Ricis yang dibalas gelengan oleh Harris." Aku tau kamu. Mungkin aku lagi capek jadinya gampang kesindir."

Menarik hidungnya gemas lalu Ricis berkata," Padahal biasanya paling peka. Maafin aku ya."




"Dan satu lagi. Untuk hobi kamu, aku gamau ngelarang kamu untuk ngelakuin apapun yang kamu suka. Kalau kamu merasa bebas dan nyaman dengan hobi kamu ya lakuin aja, jalanin aja. Itu kan bahagianya kamu. Masa aku ngerusak bahagianya kamu dengan ga ngijinin ini dan itu. Kamu punya bahagiamu sendiri, begitupun aku. Kalo kita udah ngebahagiain diri kita sendiri, kan kita bisa saling membahagiakan. Setelah itu kita bisa membahagiakan banyak orang. Bener kan, sayang?"

Harris mengangguk. Ucapan yang sering ia katakan pada Ricis namun kini ia yang kembali diingatkan.

"Itu yang sering kamu bilang loh. Tapi aku nambahin sesuatu. Masih inget ga apa pesan aku?"tanya Ricis.


"Kata kamu. Kita bebas menunjukkan bahagianya kita seperti apa. Entah lewat ucapan, ketikan atau bahkan tindakan. Terkadang mereka gaperlu tahu kita bahagia karna apa, bagaimana dan siapa. Biarkan diri kita sendiri saja dan Allah yang tahu. Setiap orang punya persepsinya masing-masing. Mereka punya pendapat dengan versi terbaik menurut mereka. Kitapun begitu."

Ricis mengusak rambutnya." Lelaki-ku harus seperti itu."

"Ini pesan terakhir untuk pagi ini. Aku tau medsos kamu lagi rame-ramenya. Jadi jangan dipusingin dan jangan ditanggepin. Fokus kerja aja. Oke? Kamu makin melangit ya. Kalah loh Ady. Eh, kan jadi bawa-bawa tu orang. Gausah ngadu kamu ya." Harris mengedikkan bahunya lalu tertawa geli.

Ia melanjutkan.

"Harris Illanno Vriza sudah dewasa. Kamu tau kan apa yang harus kamu lakuin kalau ada hal semacam ini? Aku tau kamu punya cara. Aku tau kamu bisa. Aku tau kamu sabar. Aku tau kamu selalu bersyukur. Dan aku percaya apapun yang kamu lakukan pasti itu yang terbaik."

"Aku support behind you."

Ditatapnya Ricis dengan senyum simpul yang terukir indah di bibirnya. Harris selalu terpesona jika Ricis sudah mengeluarkan kalimat penenang. Hatinya menghangat. Juga pikirannya yang terasa fresh. Tidak menyesal ia pagi-pagi sudah apel ke rumah Ricis. Rumah dan pemiliknya selalu membuat siapapun betah dan nyaman.

"Sayang."panggil Harris lembut.

"Hm?" Ricis mengarahkan matanya pada Harris.

"Loveu." Dua kata yang membuat pipi Ricis memerah karna malu, degup jantungnya yang tidak beraturan lalu dengan cepat ia mengalihkan pandangannya pada Ibu yang baru turun dari tangga.

Ia salah tingkah.

"Ibuuu. Ada buaya disini!!"adunya sambil melirik Harris.

































GAADA LANJUTAN!!
TERIMAKASIH. WASSALAM.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang