75. Changed.

1.4K 133 38
                                    

JUST FICTION

Cerita ini hanya fiksi ya guys. Jangan disangkutpautkan dengan real life mereka. Aku tau kalian orang-orang baik. Bisa ya kerjasama sama aku :)

Part kali ini hiburan semata ya guys.. anggep aja ini drama versi bacaan :p

Tetap langitkan doa terbaik untuk pasangan kesayangan kita ya :)

Selamat membaca.




























Kedua bola mata sang lelaki menatap teduh sang wanita. Adakah yang salah oleh sikapnya selama ini? Raut wajah bahagianya terpancar saat sibuk berselancar dengan handphone-nya. Kehadirannya hari ini sepertinya tidak dibutuhkan, pikirnya.

Dirinya terus meyakinkan hati dan pikirannya jika ia sibuk dengan bisnisnya, penerbit, sahabat-sahabatnya atau mungkin grup keluarganya. Terus seperti itu sampai membuat sang lelaki gusar sendiri.

Helaan nafasnya terasa berat. Ini kali pertama ia mendapati Ricis bersikap "aneh" di depannya. Ricis sendiri yang mengatakan jika sedang bersamanya tidak ada handphone. Namun ia sendiri yang melanggarnya.

"Apakah karna lelaki itu?" Ia sempat melihat kedekatan mereka di Aceh saat itu berdasarkan beberapa info yang ia dapat. Teman lama ya? Haruskah seintens itu komunikasi mereka?

Tidak. Pikiran negatifnya kembali bersarang. Ada alasannya mungkin. Ia tidak ingin asal menjudge. Batinnya berperang, akan lebih baik segera ia tanyakan daripada terus berpikiran buruk padanya.

Sempat melirik, Harris mengangguk pelan." Sibuk sama temen lama ya? Soal kerjaan?"tanyanya namun hanya dibalas anggukan tanpa menoleh ke arahnya.

"Yauda aku langsung ke lokasi aja ya." Baru ingin beranjak dari sofa, lengannya ditahan oleh Ricis." Tunggu. Jangan pergi dulu."cegatnya.

"Kamu lagi ada kerjaan. Aku gamau ganggu. Daripada dianggurin mending aku ke lokasi aja."

Dengan tatapan menyesalnya ia meminta maaf. Memohon untuk tetap disini sebentar saja.

"Ini bukan Ria Ricis ataupun Ria Yunitaku. Kemana mereka? Aku ga mendapati mereka di diri kamu belakangan ini. Aku bukan asal menilai kamu. Tapi ini memang bukan kamu yang biasanya. Oke, semisal aku yang salah aku minta maaf. Tapi kalau orang terdekat kamu mengatakan hal yang sama, berarti memang benar. Banyak yang berubah sejak kepulangan kamu dari Aceh beberapa hari yang lalu."

"Hey, ada yang salah ya dari aku? Ayo cerita biar aku perbaiki diriku."tanya Harris sambil memegang tangannya.

"Kamu ga salah."ucap Ricis pelan.

Diselingi dengan gurauan, Harris meledeknya atau menyindir dengan halus.

"Dia bikin kamu bahagia ya? Dia lebih baik dari aku? Dia lebih dewasa dari aku? Lebih ganteng? Lebih humoris? Lebih romantis? Lebih menjaga kamu? Lebih membimbing kamu? Lebih berakhlak? Lebih berada? Lebih segalanya ya dari aku?"tanya Harris dengan senyum getirnya.

"Iyaa, aku tau aku banyak kekurangannya. Maafin aku ya."

Ia menjeda ucapannya lalu kembali melanjutkan.

"Kamu lagi di titik jenuh ya? Aku paham kok. Gapapa, cari bahagiamu dulu. Kalau dia bisa membahagiakanmu. Aku ikut bahagia. Tapi kalau dia menyakiti kamu, aku gabisa tinggal diam. Gapapa nikmatin masa bahagia kamu ya. Semoga seterusnya kamu seperti ini. Engga cengeng lagi."

"Bukan mencari pembelaan dari Papah tapi firasat beliau kala itu memang benar terjadi saat ini. Entah dari aku ataupun kamu. Ini proses pendewasaan. Kamu dan aku jadi lebih mengenal satu sama lain. Ini cara agar ketika kelak kita sudah terikat, kita tahu apa yang harus kita lakukan."

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang