Intermezzo Pt. 14

1.1K 134 174
                                    

Selamat membaca.



























"Icis. Om Ais mana?!"
"Icis. Om Ais suruh kesini."
"Icis. Video call Om Ais."
"Icis. Khadeejah kangen Om Ais."
"Icis. Cepetan!"

Khadeejah menarik-narik bajunya, merengek, berteriak, melempar mainannya ke sembarang arah. Tidak mempedulikan suster yang berusaha menenangkannya, mengajaknya bermain. Matanya nampak memerah. Tangisannya tumpah.

Ricis kebingungan. Merasa heran karna tidak biasanya Khadeejah seperti ini. Ia baru pulang dari collab, biasanya ia disambut dengan kejahilan keponakannya itu namun malah tangisan yang ia dapat. Ada apa dengan anak ini sebenarnya?

Anak itu berlari ke arah Umma-nya, mengadu lalu memeluknya erat.

"Khadeejah mau sama Om Ais, Umma. Kenapa Icis pulangnya bukan sama Om Ais? Itu siapa?" Suaranya teredam dipelukan sang Umma dengan tangisannya yang semakin meraung.

"Rasanya seperti bukan Khadeejah jika menangis seperti ini. Anaknya memang terbilang baru mengenal Harris tetapi kenapa hanya karna Adiknya membawa teman laki-lakinya ke rumah selain Harris. Ia seakan tidak terima. Seperti sudah terikat sekali dengan Om kesayangannya itu, Om ganteng Khadeejah memanggilnya."ucap Mba Oki dalam hati.

Mba Oki menyuruh Ricis untuk menghubungi Harris, beliau tidak tega melihat anaknya yang seperti ini. Namun katanya Harris sedang ada di acara sahabatnya.

"Dicoba dulu, Dek. Ga kasian sama ponakan kamu."

Mengusap lembut punggung Khadeejah, Mba Oki menenangkan anaknya yang masih saja terus menangis sesegukan. Wajahnya sampai memerah.

Dicobanya Ricis mendial nomor Harris, terhubung memang tetapi ia belum mengangkatnya. Terakhir ia mengirim foto sedang duduk bersama Ady dan Bang Ali. Sepertinya masih di dalam ruangan aula acara pengajian Billar, pikirnya.

Butuh waktu beberapa saat untuk diangkat.

"Kenapa, sayang?"bisiknya pelan.

Terdengar suara bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan dibalik panggilannya itu. Lalu Harris menyuruhnya menunggu sebentar, ia akan keluar terlebih dahulu.

"Kenapa?"tanya Harris saat sudah keluar dari aula.

"Maaf aku ganggu ya."sesal Ricis. Ia merasa tidak enak padanya karna telah mengganggu kekhidmatan acara sahabatnya yang sedang berlangsung. Namun dengan nada lembutnya, ia berkata tidak apa-apa. Tidak masalah untuknya.

"Khadeejah nangis, minta ketemu kamu. Sampe sekarang nangisnya ga berenti. Kamu ngomong sama dia ya. Ini aku kasih ke anaknya."

Ricis menyerahkan handphone-nya pada Khadeejah.


"Om Ais."rengeknya sambil menangis.

"Hey. Kok Khadeejah nangis? Kenapa sayang? Bilang sama Om. Hm?"

"Khadeejah kangen sama Om Ais. Khadeejah mau main sama Om. Om kesini yah. Khadeejah gamau main sama temennya Icis itu."

"Temennya Icis?" Harris mengernyitkan dahinya bingung lalu teringat tadi Ricis memberitahunya jika ia mengajak teman laki-lakinya tadi.

"He'em. Khadeejah gamau main sama dia. Maunya sama Om Ais aja. Om kesini dong. Temenin Khadeejah." Anak itu merengek lagi.

"Nanti Om kesana ya. Om masih ada acara, sayang. Selagi nunggu Om, Khadeejah main dulu sama Kakak atau Abang ya. Mainannya banyak kan disana."

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang