Bab 4

19.4K 1.8K 36
                                    

You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy
When skies are grey
You'll never know, dear
How much I love you
Please don't take my sunshine away

The other night, dear
As I lay sleeping
I dreamed I held you, in my arms
When I awoke, dear
I was mistaken
So I hung my head and I cried

"Nda, Ayah kok nggak pelnah ke cini ya?" tanya Er dengan mata yang sudah merem melek.

Aku yang sedang menyanyikan lagu You are my Sunshine langsung terdiam, tetapi tanganku tetap menepuk-nepuk pantatnya agar Er segera tidur. Aku jadi teringat peristiwa tiga hari yang lalu ketika kami pulang bersama dalam satu penerbangan dari Jakarta. Malam itu dia memang mampir ke rumah sebentar tetapi Er sudah tidur sehingga dia langsung pulang. setelah itu Mas Krisna tidak pernah muncul lagi di rumah ini. Kata Mbak Sumi kalau siang Er sering mengajaknya main ke rumah eyangnya tetapi selalu sepi hanya ada Mbok Nah, Pak Mul dan Rasti anak mereka . Satu keluarga semua ikut Mama. Mbok Nah tugasnya masak. Rasti masih sekolah SMK tetapi mempunyai tugas bersih-bersih rumah sedangkan Pak Mul tukang kebun sekaligus menjaga keamanan rumah.

Kata Mbak Sumi, Mas Krisna beberapa kali menelefon Er saat siang. Dan di telefon Er juga selalu menanyakan kapan 'Ayah' pulang. Masih kata Mbak Sumi, Mas Krisna sedang sibuk sekali jadi belum bisa menengok Er. Biasanya Er akan berhenti merengek ketika sudah dibujuk oleh 'ayahnya' itu. Mbak Sumi selalu mengetahui dan mengikuti percakapan Er dengan ayah barunya karena speaker-nya selalu di on-kan. Entahlah apakah itu sebagai bentuk tanggung jawab terhadap semua gerak-gerik Er atau memang dia orang dengan tingkat kekepoan yang sangat tinggi.

Paling tidak aku juga bersyukur dengan yang dilakukan Mbak Sumi sehingga aku juga mengetahui apa yang terjadi pada Er anakku selama tidak bersamaku. Apakah itu berarti tingkat kekepoanku juga sebelas dua belas dengannya? Ah, tidak juga. Bukankah kewajiban seorang ibu untuk mengetahui semua hal yang menyangkut anaknya?

Itulah sebetulnya yang aku tidak suka kalau Er ketergantungan dengan seseorang yang tidak bisa selalu ada untuknya. Bagaimanapun juga Mas Krisna bukanlah ayahnya. Pasti tidak ada kewajiban bagi Mas Krisna untuk selalu mendampingi Er. Aargghh ... seharusnya dari awal aku larang Er memanggil Mas Krisna 'Ayah' dan bergantung terlalu banyak padanya.

"Ndaaa! Napa Ayah nggak pelnah pulang?" pekik Er sambil menengadahkan kepalanya menatapku. Ya salam. Matanya kembali bersinar 40 watt. Ah dasar Krisna sialan. Sia-sia aku bernyanyi-nyanyi dari tadi untuk menidurkannya.

Er tiba-tiba duduk menatapku kemudian beralih menatap arah pintu. Lalu langsung turun dari tempat tidur tanpa aba-aba, membuka pintu dan melesat keluar.

"Er! Mau kemana? Ayo tidur!" seruku. Aku udah capek harus ngejar dia. Akhirnya dengan malas aku pun bangun dari tempat tidur.

"Ayah! Holeee Ayah datang!"

Tiba-tiba aku dengar teriakan Er. Ya ampun, Er! Sampai segitunya halu melihat Mas Krisna atau anak itu sedang mimpi sambil berjalan tadi ya? Tapi bukanya tadi Er berlari bukan berjalan.  Aku pun mencari-cari sandal beruangku yang entah lari kemana. Ah itu dia. Yang satu ada di dekat pintu Dan yang lainnya bisa-bisanya meloncat sampai keluar kamar. Pasti tadi ketendang Er. Akupun keluar ingin melihat apa yang terjadi pada Er.

Dan di sana, di ruang keluarga sungguh suatu pemandangan yang luar biasa indah.  Mas Krisna yang sedang duduk di sofa di depan televisi menciumi dan memeluk Er erat. Aku mengerjap-ngerjap mataku takut ikutan Er halu.

Aku pun melipir menuju meja makan yang letaknya di belakang ruang keluarga tetapi tanpa sekat. Kulihat Mbak Sumi sedang membuat kopi. Aromanya menggoda selera. Mungkin untuk Mas Krisna.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang