Bab 10

17.9K 1.5K 12
                                    

Aku masih terpekur di meja makan sendirian setelah Mas Krisna hilang dari pandangan. Masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kuingat-ingat lagi percakapan kami berdua tadi. Ini aku mimpi bukan sih? Kok semua jadi di luar prediksi dan kendaliku. Kusesap kopi yang tinggal ampasnya mengais siapa tahu masih ada yang bisa diminum. Upaya untuk meredakan debar di hatiku yang rasanya sia-sia saja.

Tiba-tiba muncul notifikasi pesan di ponsel. Aku buka ternyata pesan dari Bu Dina. Dia meminta data usulan kegiatan seksiku untuk tahun depan. Lha, padahal beliau sudah aku beri sebagai bahan rapat di Bogor. Katanya terlalu rumit untuk dibaca. Minta dirangkumkan saja. Cito! Karena sedang di buat workshop di rapat tersebut.

Meskipun tidak masuk kantor tetapi pekerjaanku tetap berjalan seperti biasa. Di Seksi ku hanya ada dua staf. Yaitu aku sebagai staf teknis dan Pak Darmono yang mengurusi administrasi seperti SPJ. Meskipun sulit aku masih bisa mengetik dengan tangan kanan yang memakai arm sling. Caranya laptop aku pangku dan di pangkuanku aku beri bantal agar posisi keyboard sejajar dengan tanganku yang digendong.

Lumayanlah masih bisa untuk bekerja meskipun tidak bisa mengetik cepat. Banyaknya tugas kantor yang harus diselesaikan membuatku lupa dengan masalahku tadi pagi yang sempat membuatku galau.

*****

Jatah ijin sakitku sudah habis. Pagi ini aku sudah mulai masuk kantor. Terpaksa harus berangkat naik ojek online karena aku tidak bisa mengendarai mobil atau naik motor dengan hanya menggunakan satu tangan.

Sejak dua hari lalu Er juga tidur di rumah karena Mas Krisna keluar kota ada pekerjaan di kantor konsultannya. Dampaknya pagi ini aku lumayan bangun kesiangan karena semalam Er tidur jam sebelas malam. Entah berapa buku cerita aku bacakan untuknya. Setiap aku ketiduran ketika membacakan dongeng dia dengan tidak merasa berdosa menggoyang-goyangkan badanku agar terbangun. Dasar anak lucu.

Ketika sedang menunggu ojek online di depan rumah aku melihat mobil CRV hitam berhenti di depan pagar. Itu mobilnya Mas Krisna. Apa dia sudah pulang dari luar kota? Ngapain juga ke sini. Semenjak pembicaraan serius di pagi itu, kami belum pernah ngobrol-ngobrol lagi. Apalagi sehari setelahnya Mas Krisna keluar kota. Dia juga bukan tipe orang yang sering kirim-kirim pesan menanyakan apa kabarku atau kabar Er. Lagian ngapain juga nanyain kabarku? Iya kan.

Aku seperti melihat seorang model sedang membuka pintu pagar. Kemudian berjalan bak peragawan menuju ke arahku. Pagi ini dia memakai kemeja slimfit warna hitam dipadu dengan celana chino warna krem dan sepatu sneaker hitam kombinasi putih bagian bawahnya. Aku menundukkan kepala silau oleh pesonanya. Berusaha menghalau semua rasa aneh di dada. Semoga wajahku tidak turut berubah warna menjadi merah.

Aku mengangkat kepala lagi berusaha tersenyum wajar padanya. Dia memandangku dari atas sampai ke bawah dengan ekspresi yang sulit dijabarkan. Kemudian berdehem kecil dan tersenyum.

"Mau berangkat ke kantor? Ayo aku antar," tawarnya yang menyerupai perintah.

"Aku sudah pesan gojek, Mas"

"Batalkan saja," usulnya.

"Jangan ah, Kasihan."

"Ooo,"

Sudah. Gitu aja? Kirain mau memaksa membatalkan gojek-nya. Hmm. Dia duduk di kursi teras sebelahku yang hanya dipisahkan meja bulat kecil.

"Er masih tidur?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan kepala.

Aku cek di aplikasi sopir gojek-nya sudah sampai di mana. Ternyata sudah dekat kira-kira satu menit lagi.

"Mau minum apa, Mas? Teh atau kopi? Biar aku bilangin Mbak Sumi," tawarku sambil berdiri dari kursi.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang