"Mbak Karin, dapat salam lagi dari Pak Rendra tuh. Tadi kita rapat bareng di Setda," kata Rully tiba-tiba. Dia menarik kursi yang kosong di depanku.
"Waalaikum salam," jawabku singkat sambil tetap memakan indomi rebus lengkap dengan sayur, telor dan cabe rawitnya. Rasanya nikmat banget. Dari tadi pagi sudah berangan-angan ingin makan siang pakai mi instan.
Basic pendidikanku adalah teknologi pangan makanya aku tidak pernah khawatir untuk menyantap mi instan karena paham sekali bagaimana mi ini di produksi. Yang perlu dikhawatirkan malah mi-mi basah yang dijual di pasar dalam bentuk tanpa kemasan karena jelas tidak ada quality control-nya.
"Ngapain duda gagal move on kirim-kirim salam? Udah bisa move on kah? " kata Desy asal aja. Desy ini memang kalau ngomong nggak pernah disaring. Apa yang dipikirkan maka itulah yang diucapkan.
"Hahaha, mbak Desy kejam nian ngatain orang ya. Gitu-gitu duda berkualitas lagi. Masih muda udah jadi kabid. Tuh anak buahnya aja pada ngincer." Reni anak honorer ikutan nimbrung.
"Apa kamu gebet aja Ren. Katamu duda berkualitas. Kamu kan masih jomblo. Sama Rully yg bujang aja kamu nggak mau. Mungkin bagi Reni bujang itu kurang berpengalaman. Iya Rul. Kamu kurang pengalaman?" Desy lagi-lagi ngaco.
Aku ketawa terpingkal-pingkal. Kulihat Reni tersipu-sipu sedangkan Rully tersenyum kecut.
"Bukannya saya kurang berpengalaman Mbak Des, tapi gaji staf golongan 3A masa kerja baru dua tahun kayak saya nggak bisa buat ngajakin Reni hidup sejahtera. Beli krim krim perawatan wajahnya aja nggak cukup mbak!" bantah Rully.
Aku dan Desy ketawa ngakak sampai anak-anak program di meja sebelah menengok ke arah kami. Biasalah kalau ada Desy dunia ini selalu riuh.
"Apa Mas Rully ini. Aku nggak pernah pake krim-krim segala ya... asli orisinil bedak bayi." Reni ikutan sewot dengan tuduhan Rully.
"Nah Rul, tuh lampu hijau dari Reni. Pepet teroosss!" Desy semakin menjadi-jadi nggodain Rully dan Reni.
Rully memang baru dua tahun kerja di kantorku. Dia yuniorku. Adik kelasku 3 tingkat di kampus meskipun beda jurusan. Dulu aku tidak mengenalnya. Kami kenal dua tahun yang lalu ketika dia ditempatkan di bidang yang sama tetapi beda seksi denganku. Sedangkan Reni anak honorer yang baru masuk tahun lalu. Reni masih sangat muda. Dia lulusan SMK Pertanian. Umurnya sekarang baru dua puluh tahun. Meskipun masih muda anaknya rajin dan mudah diajari. Aku menyuruhnya untuk kuliah S-1 ambil kelas karyawan. Kasihan kalau hanya lulusan SMK. Padahal masih muda. Kesempatan mengembangkan potensi dirinya masih terbuka lebar.
Sebetulnya kami sudah menjodoh-jodohkan Rully dan Reni. Kebetulan mereka satu seksi jadi sering terlibat kegiatan bersama. Namun, sepertinya mereka beda keyakinan. Rully keyakinannya untuk mendapat jodoh yang sama-sama ASN. Biar dobel gardan sampai mobil aus. Ckckck istilahnya.
Kalau Reni keyakinannya belum jelas. Belum ada hilal untuk memikirlan menikah. Masih seperti anak kecil. Dia masih sering kumpul-kumpul dengan anak magang atau anak-anak honorer lainnya yang masih muda. Masih jerit-jerit kalau ada berita si Jimin atau RM atau siapalah si oppa-oppa Korea anggota BTS yang menurutku wajahnya lebih cantik dariku. Selera anak muda zaman sekarang memang beda. Zaman aku abg sudah banyak juga boyband dari Korea. Tapi masih keliatan macho. Kalo sekarang kayaknya cantik-cantik dan imut. Hahaha .... Semoga aku tidak ditimpuk para ARMY ya..
Desy sendiri teman satu angkatanku masuk ASN. Bareng juga prajabatannya. Dia berasal dari Malang. Lulusan Universitas Negeri di sana. Tetapi ikut tes lowongan yang dibuka oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah waktu itu. Aku dulu sempat protes sama dia mengapa ikut tes di Jawa Tengah, mengurangi jatah orang-orang Jawa Tengah untuk berkarya di daerah sendiri. Desy pun membalas dengan sengit katanya dia justru ikut membangun dan menyumbangkan tenaga pikiran untuk Jawa Tengah. Aku sebagai warga Jateng harusnya berterima kasih. Ah, ada-ada saja. Selalu saja aku kalah kalau berdebat dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basi
RomanceKarina 28 tahun, seorang wanita muda, sederhana, single parent, mempunyai putra berusia tiga tahun, Erlangga. Meskipun ditinggal suami untuk selamanya dia berusaha menjalani hidup dengan bahagia. Setelah enam bulan hidup sendiri, tiba-tiba kakak ip...