Kehidupanku kembali normal dan damai seperti sebelumnya. Setelah kontrol ke dokter dua minggu yang lalu aku sudah bisa lepas dari arm sling-ku meskipun belum boleh melakukan kegiatan ekstrim yang melibatkan tangan kanan seperti mengangkat benda berat. Erlangga sudah menjadi teman tidurku kembali meskipun di akhir pekan masih diculik Mas Krisna untuk tidur di rumah Mama. Mas Krisna sendiri sudah kembali masuk kampus. Dua minggu lagi tahun ajaran baru dimulai. Dia menjadi sibuk karena harus membagi konsentrasi antara kampus dan kantor konsultan milik Papa. Hal tersebut membuatnya jarang datang ke rumahku. Akupun merasa nyaman karena tidak perlu merasa berdebar-debar bila berdekatan dengannya. Juga tidak perlu khawatir ada perasaan lain yang akan tumbuh subur di hatiku setelah kemarin sempat membuatku ragu.
Er juga sedang mempunyai hobi baru sehingga lupa dengan ayah jadi-jadiannya. Setiap hari dia asyik bermain dengan kelinci barunya di halaman belakang, hadiah dari budeku. sepasang kelinci yang lucu. Yang satu warnanya putih sempurna diberi nama Mumu dan satu lagi berwarna coklat dengan kuping berwarna putih diberi nama Momo. Semua yang memberi nama Er. Enggak tahu dia dapat inspirasi dari mana. Mungkin dari kartun yang sering dia tonton.
Aku melarang keras Er membawa hewan-hewan tersebut masuk ke dalam rumah. Berbeda dengan kucing, menurutku kelinci itu meskipun cantik dan lucu selalu mengingatkanku pada tikus sehingga membuatku kurang suka. Bocah kecil itu memang suka dengan segala jenis binatang. Dari kucing, kelinci, ikan, burung, ayam hingga binatang menjijikkan seperti cacing dan ulat. Bahkan Er sudah ribut ingin melihat bentuk asli dari kuda dan Mas Krisna sudah berjanji pada Er untuk mengajaknya menunggang kuda kalau dia tidak sibuk. Seperti yang aku duga, semenjak itu setiap ketemu Mas Krisna dia selalu menagih janji tersebut. Rasain deh, makanya jangan suka berjanji pada Er. Akan diingat dan dikejar terus sampai janji tersebut terpenuhi.
Namun, suasana tenang tersebut harus terganggu ketika suatu sore Mama datang ke rumah. Tumben. Jarang sekali Mama mau ke rumahku. Kalau ada perlu biasanya aku yang disuruh ke sana. Aku sudah menduga pasti ada sesuatu yang penting.
"Baru pulang dari kampus, Ma?" tanyaku sambil mempersilakan masuk.
"Iya, Ada rapat jurusan tadi. Dalam rangka tahun ajaran baru. Er mana, Karin?"
"Lagi main di belakang, Ma. Dia punya kelinci baru jadi sehari-hari main sama kelinci terus. Sampai kelincinya cepat gemuk karena diberi makan terus. Karin panggil dulu, ya Ma," tawarku.
"Tidak usah. Biarin saja dia lagi asyik main tidak usah diganggu. Sini temani Mama duduk. Ada yang mau Mama obrolin," kata Mama sambil duduk di sofa keluarga. Mama duduk dengan anggun. Hari ini Mama kelihatan cantik mengenakan blazer warna broken white dengan dalaman warna hitam dipadu celana panjang senada dengan blazernya. Rambutnya sebahu terlihat rapi dipotong bob. Diusianya yang hampir enam puluh tahun masih terlihat cantik meskipun ada kerut-kerut di ujung mata yang tersamarkan oleh kacamatanya yang berbingkai hitam dari bahan plastik berkualitas tinggi memberi kesan tegas dan berwibawa.
"Mama mau minum apa? Karin buatkan dulu ...."
"Tidak usah. Mama hanya mampir sebentar," potongnya tegas membuatku tidak berani membantah lalu menurutinya duduk di sebelah Mama.
"Ehm, Krisna masih sering ke sini?" tanya Mama to the point membuatku langsung waspada.
"Jarang Ma, sepertinya sibuk." jawabku senetral mungkin meskipun hati terus bertanya-tanya.
"Oh, baguslah." Mama berhenti sejenak, sepertinya agak ragu dengan apa yang akan disampaikannya padaku. Aku membetulkan letak kacamataku yang melorot, dan fokus ke Mama lagi.
"Karin, kamu tahu kan kalau Krisna dan Sita mempunyai hubungan yang lebih dari seorang teman?" tanya Mama. Kalau itu aku tidak tahu karena menurut Mas Krisna hubungan mereka hanya teman. Bahkan Mas Krisna menganggap Karin seperti adiknya. Tetapi hal tersebut tidak aku ucapkan. Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basi
RomanceKarina 28 tahun, seorang wanita muda, sederhana, single parent, mempunyai putra berusia tiga tahun, Erlangga. Meskipun ditinggal suami untuk selamanya dia berusaha menjalani hidup dengan bahagia. Setelah enam bulan hidup sendiri, tiba-tiba kakak ip...