"Mas Krisna?" Hani berdiri kaget.
"Hey, apa kabar?" Mas Krisna mengulurkan tangan yang disambut Hani dengan senyum mengembang di wajahnya. "Kalian sudah saling kenal?" tanyanya seraya menoleh ke arahku. Aku hanya tersenyum canggung.
Dia melepas jasnya dan memberikannya padaku. Kemudian menarik kursi di sebelahku dan duduk dengan santai sambil menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Akupun mengikutinya duduk. Pun dengan Hani. Kulihat senyum manis tidak lepas dari wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang berwarna hitam legam, panjang dan lurus layaknya rambut Titi Kamal, disibakkannya ke belakang.
Aku, yang perempuan saja terpesona dengan setiap gerak tubuhnya. Anggun, gemulai dan berkelas. Pantas saja Mas Juna bisa larut dengannya, lupa denganku juga Er ketika bersamanya. Aku lirik laki-laki yang duduk di sebelahku. Berusaha mencari jejak-jejak keterpesonaannya pada perempuan di depanku. Tetapi rasanya sia-sia. Dia malah asyik membuka-buka buku menu.
"Aku pesan Long Black Coffee," katanya padaku tanpa menoleh. Hanya menggeser buku menu ke hadapanku.
"Kemarin enggak datang waktu tunangannya Andre?" tanyanya seraya tersenyum pada perempuan berambut Titi Kamal tersebut. Tangannya diletakkan di atas meja. Di balik bulu matanya yang lentik, sepasang mata elangnya intens dan fokus pada lawan bicaranya. Mengapa aku merasa tersisih ya.
Kupanggil pelayan yang kebetulan lewat meja kami. Kemudian aku pesan Long Black Coffee dan waffle original kesukaan Mas Krisna.
"Enggak, Mas. Kebetulan pas lagi ada meeting semua cabang di Bali. Kata Bang Andre, Mas Krisna yang nyomblangin ya?"
Mas Krisna tergelak. Dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Ini Bang Andre yang itu bukan sih? Aku mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Aku hanya mencoba peruntungan saja. Aku punya misi besar dibalik peruntungan tersebut." Mas Krisna mengusap kepalaku. Aku menoleh kepadanya. "Hani ini adiknya Andre tunangannya Sita." Nadanya memberitahu, mengerti apa yang menjadi tanyaku.
"Ooo."
Mas Krisna mengacak-acak rambutku dan tertawa geli. "Kebetulan sekali ya?"
"Mas Krisna apa kabar? Sedang ada acara di Bandung? Atau keluarga besar sedang di Bandung?"
"Alhamdulillah baik sekali. Aku ada seminar di kampus. Sekalian ngajak Karin, ya itung-itung honeymoon," jelasnya santai, namun tidak dengan reaksi perempuan cantik itu. Kulirik dia untuk melihat tanggapannya. Matanya yang indah dengan manik hitam seperti malam membulat seperti bola pingpong saking kagetnya.
"Kalian ...?" Suara Hani yang seharusnya merdu tercekat di tenggorokan. Dia menatapku menuntut jawaban. Ehm, gimana ya?
Pun dengan Mas Krisna. Dia menoleh ke arahku dengan tanya. Mengapa mereka berdua menuntut jawaban dariku? Meskipun pertanyaannya berbeda. Aku hanya diam. Percakapanku dengan Hani memang belum menyangkutpautkan Mas Krisna. Dan Mas Krisna juga tidak tahu untuk apa aku bertemu dengan Hani.
"Mas, sebelumnya aku belum kenal dengan Mbak Hani. Baru kali ini aku bertemu dengannya. Maaf belum cerita padamu. Aku bertemu dengannya hari ini ada kaitannya dengan Mas Juna. Nanti aku ceritakan. " Aku menatap Mas Krisna memohon pengertiannya.
Aku selalu bersyukur bahwa orang seperti Mas Krisna mau mencintai dan menikahiku. Namun, aku tidak pernah menyangka ternyata semua perlakuannya padaku mampu membuatku meleleh dan merasa amat sangat dicintai.
Seperti saat ini. Di saat aku takut dan merasa bersalah karena tidak memberitahunya tentang pertemuanku dengan Hani, apalagi pertemuan itu ada kaitannya dengan Mas Juna, dia hanya memberikan senyum teduh dan membelai kepalaku seakan memaklumi semua yang kulakukan. Kutatap sinar matanya yang mengandung sejuta kedamaian, kuambil tangannya yang berada di atas kepalaku dan kucium lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basi
RomanceKarina 28 tahun, seorang wanita muda, sederhana, single parent, mempunyai putra berusia tiga tahun, Erlangga. Meskipun ditinggal suami untuk selamanya dia berusaha menjalani hidup dengan bahagia. Setelah enam bulan hidup sendiri, tiba-tiba kakak ip...