Bab 20

18.1K 1.6K 45
                                    

"Er lebih sayang Ayah apa Bunda?" Tiba-tiba Mas Krisna menanyakan pertanyaan enggak penting pada Er yang sedang asyik memainkan robot-robotan kecil yang baru saja diberikannya. Entah dari mana Mas Krisna mendapatkannya.

"Er, jawab doong," bujuknya ketika Er masih belum merespon pertanyaannya.

Tidak perlu ditanyakan sebetulnya. Pasti sayang Bunda lah. Dulu waktu dengan Mas Juna kalau ada pertanyaan seperti itu juga Er jawabnya Bunda. Apalagi sekarang Mas Krisna bukan ayah kandung dan mereka juga belum lama saling berinteraksi.

"Emm." Er mendongakkan kepala dan menatap Mas Krisna yang sedang memandangnya menanti jawaban. Tiba-tiba Er mencium pipinya sambil berkata, "Er sayang sama Ayah ... sayang sama Bunda!"

Eh, kok begitu.

"Sama Er, Ayah juga sayang Er," cetusnya sambil mencium kepalanya. "Dan juga sayang ... Bunda ...," lanjutnya dengan suara berbisik di telinga Er tetapi tetap saja masih bisa kudengar dan matanya itu, menatapku menggoda.

Tuhan. Mulutnya terbuat dari apa sih kok bisa lemes banget gitu. Apakah terbuat dari gula hingga yang keluar dari mulutnya semua terasa manis seperti gula-gula. Atau terbuat dari bulu perindu? Hingga mampu memikat hatiku yang sudah lama terasa beku.

Aku langsung menangkup pipi dengan kedua telapak tanganku karena ... malu. Ya Allah aku malu! Seperti anak SMP yang baru saja ditembak kakak kelas yang populer dan ketua Osis lagi.

"Ayah juga sayang sama Bunda?" tanya Er polos menatap Mas Krisna yang langsung menganggukkan kepalanya pura-pura antusias.

Eh, apa-apaan ini?

"Kalo gitu Bunda dicium dong, Yah," katanya pura-pura berbisik di telinga Mas Krisna padahal aku masih dengar dengan jelas pula.

Mas Krisna pun menatapku sambil menahan senyum dan balas berbisik pada Er, "Ayah takut nanti Bunda marah."

"Bunda enggak malah. Bunda baiiik." Er emang sok tahu banget ya. Aku pun mendelik ke arah Mas Krisna. Dia malah ketawa-tawa.

"Bunda enggak malah kan sama Ayah?" Tatapan polos Er membuatku harus merubah ekspresi wajah dari kesal menjadi semanis madu.

"Enggak sayang, tapi orang dewasa enggak boleh sayang-sayangan di tempat umum. Kalau ke anak kecil boleh. Oke?" Aku berusaha mencari kalimat yang mudah dimengerti tetapi tidak menambah daftar pertanyaan Er.

Er tampaknya sudah puas dengan jawabanku. Dia mengangguk mengerti dan kembali asyik dengan mainannya.

Mas Krisna masih menatapku dengan senyum mengejek, menggoda, menantang yang rasanya membuatku ingin menenggelamkannya ke dasar lautan sehingga tidak berjumpa lagi dengannya. Aku yakin wajahku sudah semerah tomat.

"Er, tanyain Bunda dong, apa Bunda juga sayang sama Er dan ... Ayah," bisiknya dengan matanya yang taklepas menatapku.

Aduuh... kenapa masih berkutat ke itu lagi itu lagi. Aku khawatir Er akan ngomong macam-macam padahal ini di tempat umum.

Untung saja pelayan datang tepat waktu untuk mengantarkan makanan sehingga momen akward tersebut bisa terabaikan.

Mas Krisna tersenyum mengejek. Senyumnya menyiratkan kata-kata, kali ini kamu selamat tapi lain kali tidak!

Setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan dia mendudukkan Er di kursi sebelahnya.

"Duduk sendiri ya. Dimakan es krimnya. Robotnya ditaruh dulu Er."

"Bental Ayah!"

"No no no. Taruh mainannya. Atau es krimnya Ayah bawa ke penjualnya lagi." Ternyata Mas Krisna bisa tegas juga di depan Er. Dan Er pun menurut. Wow sekali.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang