Akhirnya pacarku keterima kerja di sebuah perusahaan swasta yang baru berkembang di Bandung, sebelumnya aku dan pacarku memang tinggal di kota ini atau lebih tepatnya kami berdua memutuskan untuk kabur kesini.
Kabur kesini sebetulnya sudah menjadi salah satu rencana pacarku, dia yang telah merencanakan semuanya termasuk tempat tinggal kami berdua sekarang, saat dia menjauhiku kemarin itu sebenarnya dia sedang memikirkan cara agar terus bisa bersamaku.
Dan akhirnya dia membawaku ke kota ini.
"Mulai besok lusa gue udah bisa kerja Sal." beritahunya yang terlihat begitu antusias, aku turut senang melihatnya yang tampak begitu gembira jika dirinya kini sudah mendapatkan pekerjaan.
"Gue seneng juga dengernya Mal." balasku seraya mengusap-usap lembut rambut cepaknya itu.
Maka kini pacarku memberikan senyuman termanisnya, lalu dia kembali melanjutkan makannya yang tadi sengaja kubuatkan.
"Oiya, ternyata Emil sama Via lagi ada di Bandung juga Yang." beritahu Amal selanjutnya.
"Lo tadi ketemu sama mereka?" kutanya sambil menyuapkan makanan ini ke dalam mulutku.
Lantas Amal mengangguk. "Iya, dan lo percaya gak? Ah, pasti ini kayak impossible banget sih buat di percaya tapi seriusan mereka ..." namun menyebalkanya gadis tomboy itu malah menjeda ceritanya yang membuatku penasaran dan berujung kesal terhadapnya.
"Apaan dih, cepetan kek, bikin orang makin kepo aja lo ya ishhhh." desisku yang berhasil membuatnya terkekeh kecil.
"Nungguin yaaa?" godanya kali.
Aku mendelik sebal. "Gak!" kujawab ketus.
Lalu dengan nakalnya ia malah mencolek daguku. "Ah, yang boong?"
Aku menepis tangan nakalnya itu dan semakin menatapnya tak suka.
"Oke-oke," katanya. "Jadi, mereka tuh di kasih restu sama orang tuanya gitu."
Mataku hampir keluar karena saking di buat terkejut sekaligus tak percaya. "Are you kidding me?"
"No, honey." jawabnya yang kini malah terlihat agak serius. "Terus katanya besok mereka mau kesini."
"Serius gak?"
Amal mengangguk tegas. "Oiya, besok juga lo nanti gak usah masak ya."
"Heh kok begitu? Masa ada tamu gak di jamu, malu lah Mal."
Kini gadis tomboy itu malah terkekeh pelan. "Ya gapapa, soalnya gue udah nyuruh mereka untuk bawa makanan buat nanti kita disini, lumayan 'kan?" Amal menarik turunkan alisnya sambil tersenyum.
"Ih dasar, gak modal!"
"Yee biarin si ah, kita tuh harus hemat sayangku."
Aku memutar bola mataku. "Iya Mal iyaaa."
***
Besoknya ternyata benar apa yang di katakan oleh pacarku semalam jika Via dan Emil datang ke kontrakan, dan mereka datang membawa banyak makanan seperti yang kekasihku katakan semalam, jika dirinya menyuruh Via dan Emil untuk membawa banyak makanan kesini.
Sebetulnya aku malu sekaligus tidak enak dengan sahabatku karena telah merepotkan dirinya dan Emil. Namun, Via mengatakan jika ia sama sekali tidak di repotkan akan hal ini, tetapi aku malah semakin tak enak setelah mendengar penjelasan sahabatku itu.
"Ayolah Sal, lo nggak usah ngerasa gak enak sama gue, lo sahabat gue jadi gak ada tuh yang namanya gue di repotin sama lo soal beginian doang." ucapnya mencoba untuk mengusir rasa tak enakku kepadanya.
Aku memasang wajah cemberut. "Maafin pacar gue ya?"
Emil memutar bola matanya. "Ini temen lo kayak ke siapa aja deh Vi, kebanyakan nggak enakan." timpal gadis tomboy itu.
"Udah ya beb, mending sekarang bangunin pacar lo gih suruh sarapan sama kita-kita." sela Via dan aku mengangguk.
"Lagian tu anak masih molor aja jam segini, gila kuat banget dia." cibir Emil yang tak kuhiraukan.
Tiba di kamar lantas aku langsung duduk dan mencoba untuk membangunkannya.
"Mal bangun ish udah siang tau!"
Namun gadis tomboy malah mengganti posisi tidurnya, ih bener-bener ya!
Lantas kucubit saja putingnya itu dengan kesal.
"ADUH!"
Ia langsung bangun dan mendudukan dirinya sembari memberikan tatapan tak suka padaku.
"Lo gila ya? Sakit tau." Amal meringis sambil mengusap-usap payudaranya.
Aku terkekeh geli. "Suruh siapa gamau bangun!" cibirku seraya berdiri. "Buruan ke meja makan, Via sama Emil udah nungguin lo dari tadi." setelah mengucapkan itu aku meninggalkannya di kamar.
"Awas lo ya gue bales nanti malem!" teriaknya yang membuatku semakin mengencangkan tawaku.
Di meja makan Via dan Emil merasa heran melihat kami berdua, dimana kini aku masih saja menertawakan Amal yang kesakitan karena ulahku tadi saat membangunkannya. Sedangkan gadis tomboy itu masih saja mengusap-usap dadanya.
Apakah iya sesakit itu? Padahal milikku sering ia mainkan tetapi aku tidak selebay dirinya tuh.
"Tete lo kenapa dah?" heran Emil.
"Di cubit anjeng, sakit bingit." keluhnya yang kini memberi tatapan kesal untukku.
Via menggeleng pelan. "Udah-udah, sekarang kita mending makan yuk, udah laper gue dari tadi."
Dan kami pun menyetujui ajakan Via barusan.
Rasanya aku bahagia karena bisa berkumpul seperti ini dengan orang-orang yang aku sayangi, aku menatap Amal yang kini tengah saling melempar candaannya dengan sahabatnya itu. Kutoleh Via yang kini juga tengah memperhatikan mereka berdua sambil terkekeh.
Selanjutnya Via menatapku dan langsung memberikan senyuman tulusnya, aku balas tersenyum dan kembali dengan makanku.
Kebahagiaan ini yang baru aku rasakan sekarang tolong jangan engkau mengambilnya Ya Tuhan, aku hanya menginginkan kebahagiaan ini, bersama Amal dan kedua sahabatku.
Kita akan terus seperti ini Amal, dan yang bisa memisahkan kita itu hanyalah kematian.
***
/Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible [GxG]
Romance[Completed] Amal yang awalnya tidak menyukai Salsa malah menjadi menyukainya gara-gara selalu di jodoh-jodohkan oleh teman-teman sekamarnya. Tidak dengan Salsa, dia malah jijik dengan segala kalimat gadis tomboy itu yang terang-terangan mengungkapka...