"Aku yang takut akan kehilangan, meskipun sampai detik ini aku belum pernah merasa benar-benar kehilangan. Bahkan papa pergi, sebelum aku pernah mengenalnya.
Setiap kali mendengar atau membaca tentang perpisahan, rasanya hati ini sakit walaupun hanya untuk sekedar membayangkan bagaimana rasanya di tinggalkan.
Entahlah, rasanya aku memiliki trauma yang begitu besar akan sebuah perpisahan namun aku tak pernah ingat perpisahan seperti apa yang telah aku alami hingga membuatku begitu takut mendengar kata selamat tinggal."
***
Esta memandang gadis kecil nan ceria di hadapanya. Gadis itu tumbuh besar dengan baik meski tidak bersama sosok Ayah. Meski begitu, nyatanya gadis ini memiliki hidup yang lebih beruntung darinya.
Karena masih ada keluarga besar yang sangat menyayanginya. Meski kehadiran Ayah memang sangat diperlukan bagi anak perempuan. Namun Esta percaya, gadis kecil di hadapanya ini pasti akan tumbuh menjadi gadis yang kuat dan tangguh.
"Sama-sama anak hebat. Kamu harus balas budi. Kamu harus jagain anak om nanti ya? Harus jadi abang yang baik untuk dia. Siap kan?" Ingatanya kembali pada pesan Arsen dahulu, katakana saja itu adalah pesan terakhir Arsen untuknya.
"Bang Esta?!" Teriakan Ula menghentikan lamunan Esta.
"Apa sih Dek, teriakan kamu bikin telinag bang Esta sakit tau gak."
"Ya abisnya di tanya kok malah ngelamun bukanya jawab. Ula kan tadi tanya, papa Ula dulu kaya apa sih? Coba aja Ula pernah ketemu."
"Papa kamu itu orang baik. Baikk,,, banget. Sosok yang sangat di cintai banyak orang. Susah mendefinisisikan gimana om Arsen itu, dia terlalu istimewa di hati orang-orang."
Esta, umurnya sekarang sudah 11 tahun, sudah tumbuh semakin cerdas. Esta juga selalu memegang janji terakhirnya dengan Arsen, untuk selalu menjaga anaknya. Menjadi sosok abang yang baik, yang tidak membiarkan siapapun untuk menyakiti Ula. Sekarang, Esta tengah menjalani itu.
"Adel gak berhasil melupakan kamu mas, apalagi kalau harus mencintai orang setelah kamu. Itu terlalu musthahil untuk bisa Adel lakukan."
"Adel sudah berusaha untuk lupa, tapi semesta membuat Adel mengingatmu secara tiba-tiba."
Adel melihat dan mendengar itu, bagaimana seorang anak kecil yang mendefinisikan sosok suaminya. Memang benar, Arsen terlalu istimewa, Arsen terlalu luar biasa. Sehinga Arsen amat sangat dirindukan surga. Semoga saja, semoga saja memang surga sebagai hadiah terindah Arsen di sana. Laki-laki baik itu, pantas mendapatanya.
"Anak-anak?"
"Mama?" Ula langsung menghamburkan pelukanya pada Adel yang baru datang.
Sakura Putri Arsena, itulah nama yang Adel pilih sendiri untuk anaknya. Nama yang sederhana, namun memiliki makna yang sangat luar biasa baginya. Hadiah terakhir yang Arsen berikan padanya.
"Lagi cerita apa aja tadi?" Adel bertanya sambil Ula sekarang sudah berada di gendonganya.
Ula sudah berumur 6 tahun, dan sekarang adalah hari pertamanya masuk sekolah dasar. Namun Ula sangat manja, bahkan begitu manja dengan semua orang. Begitu juga semua orang yang memperlakukanya layaknya seorang ratu.
Ratu yang hanya tinggal bersama permaisuri tanpa seorang Raja di sebuah kerajaan yang sangat hebat. Meski tanpa Raja, Ula sangat memiliki banyak sekali dayang-dayang yang selalu siap melayaninya. Itulah mungkin definisi Ula sekarang.
"Ceritain papa mah, Ula lagi suruh bang Esta ceritain gimana papa Ula dulu."
Adel diam, sampai saat ini, bahkan sudah 6 tahun berlalu, namun topik tentang Arsen memang selalu sensitive untuknya. Apapun yang berhubungan dengan Arsen, tetap masih bisa membuat Adel sedih.
Mungkin kata orang, kesedihan karena ditinggal mati itu tidak akan bertahan lama. Namun nyatanya, Adel sudah menjalani hidup selama 6 tahun, dan tidak pernah sedetikpun Adel melupakan bagaimana kenanganya bersama Arsen.
Kebersamaan mereka tidak lebih dari 6 bulan, namun itu sudah terasa begitu lama dan begitu berarti. Kebersamaa itu terlalu berharga dan susah untuk di lupakan.
"Sayang udah siap?" Tanya Adel pada putrinya tanpa menanggapi cerita dari anaknya tadi.
"Siap kemana mah?"
"Kamu lupa? Kan di hari pertama sekolah, bilangnya mau ke rumah papa."
"Oh iya, ayo ma ayo." Ula bersorak ria untuk datang ke rumah papanya.
Mungkin Ula sudah pernah datang ke sana sebelumnya, tapi belum ingat karena usianya yang masih kecil. Ini pertama kalinya ketika usianya, mungkin sudah bisa mengingat nanti. Apa yang akan di lalui untuk kedepanya.
Di mobil yang sama, Adel, Ula juga Esta duduk di kursi tengah. Sedangkan Rion yang menyetir. Rion masih tetap seperti dulu, hingga saat ini Rion tetap menjadi asiten pribadi dari keluarga ini.
Di mobil yang berbeda, ada juga kedua orangtua Arsen, juga Rio dan istrinya. Juga mobil selanjutnya ada kedua orangtua Adel beserta Cecil dan suaminya.
Hari ini, 7 Juli 2026 tepat dimana sudah 6 tahun kepergian Arsen, dan ternyata tepat juga pada hari pertama sekolah putrinya.
Pada waktu yang sudah di tentukan, keluarga besar ini datang ke pemakaman Arsen. Sampai kapanpun, keluarga ini tidak pernah melupakan Arsen. Terutama Adel.
Meski waktu kebersamaan mereka mungkin terbilang singkat, namun juga sangat berharga.
"Ma, papa udah nungguin kita ya?" Tanya Ula yang mungkin masih tak mengerti. Rumah apa yang mamanya ini maksud.
"Iya sayang, papa udah nungguin kamu di sana."
"Ula bisa main sama papa ya mah nanti? Papa kenapa sih ma baru sekarang suruh kita main? Kenapa gak dari kemarin-kemarin aja?"
Adel tetap menjawab dengan sabar pertanyaan-pertanyaan Ula yang memang masih belum mengerti itu.
"Papa gak bisa sayang. Ula juga udah sering ke rumah papa, cuman Ula yang gak inget. Kan masih kecil, sekarang baru kesana lagi. Nanti, Ula pasti ngerti kalo Ula udah dewasa."
Mobil sudah berhenti di parkiran sebuah pemakaman umum. Tiga mobil berhenti berurutan untuk mengunjungi orang yang selama ini tidak pernah mereka lupakan meski hanya sekali keberadaanya.
Mereka semua kompak berjalan dalam diam menuju salah satu makanm yang sangat mereka kenal siapa yang ada di dalamnya.
Adel yang pertama kali, Adel yang lebih dulu duduk dan mengusap nama suaminya yang tertulis di sana.
"Mas, Adel datang lagi. Kamu apa kabar? Selamat ulangtahun ya sayang?" tanggal kelahiran yang ternyata juga menjadi tanggal kematian.
"Mas, kita semua datang rame-rame kesini untuk kunjungin kamu. Ada Ula juga, kali ini Ula pasti udah inget. Karena dia udah besar, udah masuk sekolah. Anak kamu ini pinter, mirip kayak papanya."
Ula ikut duduk di samping Adel, "Ma, ini ya rumah papa?"
Adel mengangguk mendengar pertanyaan itu. "Iya sayang, ini rumah papa. Kamu udah inget sekarang?"
Ula melihat lekat apa yang ada di hadapanya saat ini. Tertulis nama orang yang sama dengan nama belakangnya sendiri. Kini, Ula mungkin baru benar-benar bisa mengingat. Bahwa inilah rumah baru papanya yang selama ini selalu berusaha orang-orang jelaskan padanya.
"Ma ini ya rumah papa?" Sekali lagi Ula bertanya.
"Iya sayang, ini rumah papa." Sekali lagi juga Adel menjawab dengan jawaban yang sama.
"Papa ada di dalam sana ma?" Adel hanya mengangguk dengan pertanyaan itu.
"Papa... Ula kangen.
Ula salah apa sampe papa pergi sejauh ini?"***
***
***-Kisahnya benar-benar selesai-
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Adel (END)✅
Fiction générale*cerita masih lengkap* Bagaimana jadinya jika tiba-tiba kita dijodohkan dengan orang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Seperti Adel, yang berharap kehidupan setelah perjodohannya akan berjalan baik-baik saja seperti yang biasa dilihat di laya...