Part 34

4.3K 353 29
                                        

HAPPY READING











Seminggu berlalu kini Al tengah sibuk mempersiapkan segala hal mengenai perkemahan. Sebagai ketua osis ia sangat duper super sibuk.

Ada Tania yang sedang berada dikamarnya menemani Al yang sedang mengerjakan tugas sekolah tampak kantung mata yang menghitam, Tania segera membuat masker milik nya.

Dengan telaten mengolesinya di bawah mata Al, Al mengusak rambut Tania membuat Tania tersenyum manis.

"Nia nggak ngerjain tugas? " tanya Al bingung.

Dengan santai Tania mengangguk. " Nanti aja dikelas, nyontek"

Al mengangguk sekilas ia kemudian melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.

Tania berbaring di ranjang milik Al, ia menatap lamat-lamat foto Al. Hanya satu foto yaitu foto Al dengan Omnya.

"btw om lo kapan mudik? " tanya Tania.

Al berhenti menulis sejenak. "nggak tau mungkin nanti emang kenapa?"

"nanya doang sih, gue kangen tau sama om lo"

"kangen om gue apa hadiahnya?" goda Al, Tania dan Al sama-sama disayang oleh Hendry seperti keponakan sendiri.

"dua-duanya " ujar Tania santai.

"dasar lo" ucap Al.

Tania melempar Al bantal begitu juga Al yang membalas nya, terjadi perang bantal guling antara Al dan Tania.

Tania terawa senang bersama Al. Dari kecil keduanya tak terpisahkan seperti saudara kandung.

"btw bentar lagi lo ultah ya Al" ucap Tania berhenti tertawa.

Al mengangguk Tania tampak berpikir untuk memberikan Al kado apa.

"lo mau hadiah apa? " tanya Tania merubah posisi tidurnya menjadi menghadap Al, dari dekat kedua hidung mereka bersentuhan.

Al tersenyum menampilkan lesung pipinya. "apa aja terserah Nia"

Tania cemberut ia bingung ingin memberi hadiah apa untuk Al.

"coklat? " tawar Tania.

Al menggeleng ia tak menyukai coklat.

"jam tangan? " ucap Tania.

Al menggeleng lagi.

"baju? Hoodie? Sepeda? Sepatu? Atau buku? " ucap Tania menyebutkan pilihan hadiahnya.

Al kembali tersenyum. " terserah Nia aja apapun hadiahnya Al pasti bakalan suka kok"

"ish masa buku lagi sih, tahun kemarin buku massa sekarang buku lagi" Tania cemberut, ia bosan jika ia selalu memberi Al buku. Apa istimewanya sebuah buku untuk Al.

"terserah Nia aja Al pasti suka kok" ucap Al mengelus rambut Tania. Ia kemudian meninggalkan Tania sendirian dengan pikirannya.

Al turun kebawah hendak mencuci wajahnya namun ia menemukan Gio yang sedang serius belajar.

"dedek kok masih belajar? Ini udah malem tidur gih" ucap Al menyuruh.

Gio menggeleng dengan wajah mengantuknya. Al mengelus rambut Gio, ia kemudian mengambil selembar kertas milik Gio. Itu adalah selembar kertas olimpiade matematika.

"belajar secukupnya aja jangan maksain" ujar Al hendak membereskan buku-buku Gio.

"jangan menghasut anak saya menjadi pemalas seperti kamu" ucap Hans datang dari belakang.

Al menghela nafasnya tak mendengarkan ucapan Hans ia membereskan bukunya.

"budek kamu? Saya bilang jangan menghasut anak saya menjadi pemalas seperti kamu! Anak bodoh" caci Hans.

"anda yang bodoh" ucap Al membalik ucapan Hans.

"berani menjawab kamu!? " marah Hans berucap.

"emang kenapa kalau saya menjawab? "

"anak tidak tau sopan santun! "

"yakan saya bukan anak anda, buat apa saya bersopan santun didepan anda? "

"kamu benar-benar anak nggak tau diuntung! Masih mending saya masih mau nampung kamu hidup! "

"kalau nggak ikhlas nggak usah lagian saya juga masih punya Om" ujar Al membawa Gio pergi.

"anak haram! Anak nggak tau diri! Anak setan! " makian Hans keluar, Al menutup telinga Gio supaya tak mendengar makian Hans.

Gio hanya menurut, tanpa ditutup pun ia tetap mendengar cacian Hans untuk kakak pertamanya. Alasan mengapa Al masih memilih tinggal di rumah jahanam ini adalah Gio, ia tak tega jika Gio selalu disiksa Hans.

"dedek kalau kakak nggak ada dedek yang kuat ya" bisik Al ditelinga sebelah kiri Gio.

Gio menatap nanar kearah Al ia menggeleng lalu memeluk kakaknya, Sebenci-bencinya Gio terhadap Al ia tetap menyayanginya melebihi El.

Gio menggeleng tak mau, Al hanya diam tersenyum. Ia ingin membawa Gio pergi namun ia tak bisa, karena Anisa akan membunuhnya jika membawa Gio.

"kakak harap dedek yang kuat kalau kakak pergi" ucap Al mengusap rambut belakang Gio.

Gio menggeleng.

Aku nggak mau ditinggal kakak

Andai Gio bisa berbicara ia pasti akan berbicara seperti itu namun ia bisa apa selain menggeleng.

"Yaudah gih dedek tidur besok sekolah " ucap Al menghapus air mata Gio.

Gio mengangguk lalu pergi, sebelum pergi ia tersenyum sejenak kearah Tania yang menyaksikan mereka.

Tania kemudian menghambur dipelukan Al.

"lo mau kemana dah kek mau pergi jauh aja" ucap Tania mencari posisi nyaman.

Al terkekeh ia tak membalas ucapan Tania tapi tatapannya menerawang jauh.

...


Ada kalanya yang tak apa-apa pergi begitu saja.



Minggu, 22 Agustus 2021.
















Karena mood saya nggak baik saya update wkwk. Untuk menghormati seseorang yang sangat saya kenang telah pergi saya membuat bagian ini.

Ia pergi tak berpamitan bahkan tak berbicara. Dia hanya tetangga saya tapi beliau sangat baik dengan saya, jadi saya hanya ingin membuat cerita ini untuk mengenang beliau, nggak ngaruh juga sih tapi nggak papa.

Kalau udah setahun bilangin ya, wkwk.

See u.

Blue Sky [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang