....|39|

329 28 0
                                    

...

Darah segar entah sejak kapan membasahi ubin batu. Surah batuk dan batuk terdengar menusuk telinga. Bisikan lirih serta terengah-engah terasa berat saat terdengar. Tatapan sayu namun tegas dan dalam menatap kearah ubin batu dengan kosong.

Entah mengapa, rasa sakit itu terasa berkesan menggrogoti tubuh manusia itu, rasanya seperti ada kelabang ber-jalan dan mengigit di dalam tubuhnya, lebih tepat organ tubuh nya. Rasa sakit itu benar-benar menyakitkan hingga rasanya ingin mati saja. Namun tetapi, tetapi si pemilik tubuh tak ingin meninggalkan tubuh nya itu untuk beberapa alasan yang tentunya siapapun tak tahu.

Keringat dingin mulai membasahi tubuh lemah nan rapuh itu, keringat sebiji jagung itu terasa aneh saat menyentuh pipih. Ini sakit, sungguh. Mungkin siapapun yang merasakkan hal itu akan memilih mati dari pada berjuang, bukan begitu?
..

Tetesan demi tetesan darah segar namun busuk berjatuhan dari rongga hidung. Tubuh itu, tubuh milik seorang pria tampan yang tengah berjuang untuk tetap hidup menatap sayu kearah depan. Rasanya sakit. Makin kesini rasanya makin sakit. Entah sejak kapan kepalanya ikutan sakit pula. Ingin berteriak meminta bantuan namun ego rasanya tinggi.

Angkuh namun melarat. Sungguh pria tampan yang kasihan. Jika kau ada di posisi pria tampan itu, kira-kira apa yang akan kalian lakukan? Mati? Tentu saja pilihan yang baik. Seperti yang ku katakan sebelumnya, mati lebih baik dari pada berjuang namun ending berujung mati pula. Konyol.

Bruk!!

Prang!!

Tubuh pria itu sudah tak tahan untuk menayangkan kesadaran nya. Runtuh, runtuh sudah perjuangan pria malang itu. Tubuh pesakitan nya terbaring lemah di ubin batu dengan darah yang masih mengalir dari hidung mancungnya. Manik yang tadinya sayu itu akhirnya tertutup rapat dengan nafas pelan namun hampir menghilang terasa aneh bagi seseorang.

Dari arah pintu masuk tepat di peraduan dimana pria malang itu terbang, terlihat seorang pelayan pria berjalan masuk kedalam peraduan dengan langkah tegas namun sebelum itu pelayan itu terlebih dahulu berkata sebelum memasuki peraduan kepada sang pemilik yang berupa tuanya.

Tok!!

Tok!!

"Maaf, maaf atas kelancaran dari pelayan rendah ini tuan muda kedua. Saya izin memasuki peraduan anda. Atas perintah dari yang mulai kaisar. Hamba dikirim untuk membawakan obat untuk yang mulai tuan kedua."kata pelayan pria itu lembut.

"..." Tak ada jawab dari sang empunya peraduan. Hanya ke-terdiaman. Selain itu bagaimana sang pemilik menjawab jika sang pemilik terlihat terbaring lemah di ubin batu?

"Pangeran kedua? Tuan kedua? Apa anda mendengar kan hamba?" Entah mengapa suara si pelayan pria itu terdengar takut dan panik.

"Tuan, tuan kedua?" Kepanikan jelas terlihat dari nada suara yang pelayan itu ucapkan. Sebenarnya si pelayan ingin masuk secara paksa namun rasa takut lebih terasa.  Maka dengan berteriak semoga saja dapat menemukan antusias dari sang tuan pikir pelayan itu lugu. Tak tahu saja jika sang tuan sedang dalam keadaan yang memprihatinkan.

Suara panik dari sang pelayan itu entah sejak kapan mengundang tanya dari para pelayan dan prajurit lainya yang berada di paviliun itu. Beberapa pelayan menatap kearah pelayan itu dengan tanya. Dalam hati dan pikiran mereka bertanya, ada apa gerangan dengan pelayan yang bertugas mengantar ramuan obat untuk sang majikan, tuan mereka.

Maka salah satu dari antara banyak pelayan dan prajurit yang ada, angkat suara.

"Ada apa? Mengapa kamu bertingkah tak tahu aturan pelayan Ha-rong? Jika yang mulia tahu, anda akan di hukum berat."

Time Travel Hyo HwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang