EXILE

10.8K 143 3
                                    

Almira dan Askara terlibat dalam sebuah kisah cinta terlarang. Kisah cinta antara seorang tuan putri dan pengawalnya. Almira adalah putri dari raja Naruna yang jatuh cinta pada pengawalnya sendiri.

Tentu saja kisah cinta ini ditentang keras oleh pihak kerajaan. Sepasang kekasih itu dipisahkan dengan paksa. Askara dijatuhi hukuman mati karena dianggap sebagai pengkhianat yang telah berani membawa pergi sang tuan putri. Di hari yang sama, hukuman untuk Almira pun dijatuhkan. Pengasingan.

Almira harus menerima dirinya diasingkan ke sebuah pondok kecil di tengah hutan. Saat keberangkatannya ke tempat pengasingan, Almira mendapat kabar bahwa Askara telah dieksekusi mati. Hatinya patah. Kesedihan yang tak terkira akibat kehilangan kekasih hati. Tanpa Almira sadari, ada sesuatu yang tumbuh dalam perutnya. Bukti cintanya dan Askara.

Tidak ada yang menyadari bahwa sang tuan putri dalam kondisi mengandung. Begitu pula Almira. Wanita itu baru menyadari kondisinya setelah beberapa wkatu di pengasingan, ia tak kunjung mendapatkan tamu bulanan. Hal itu diperkuat dengan perutnya yang makin lama makin membuncit.

Kehamilannya menjadi pelipur lara satu-satunya yang Almira punya. Paling tidak, dia masih memiliki sebagian dari diri Askara dalam wujud anak mereka kelak.

Hari berganti hari, bulan beganti bulan. Almira tidak tahu pasti telah berapa lama ia hidup di pengasingan ini. Ia juga tidak tau berapa usia kandungannya saat ini. Yang ia tahu hanya perutnya saat ini sudah sangat membucit.

Beberapa hari ini Almira mulai merasakan kontraksi palsu yang timbul sesaat kemudian menghilang. Almira mengerti, itu adalah pertanda tak lama lagi anaknya akan lahir.

Di tempat pengasingan ini Almira hanya tinggal seorang diri. Tak ada orang lain yang tinggal di sekitar gubuk tua tempat Almira tinggal. Hal ini membuat kekhawatiran timbul dalam hatinya. Almira takut harus melewati proses kelahirannya sendirian, apalagi ini adalah persalinan pertama bagi Almira.

Beruntungnya pengasuh Almira adalah seorang mantan bidan. Ia sering menceritakan pengalamannya dalam membantu persalinan seseorang. Dari cerita itulah, Almira sedikit tahu apa yang harus ia lakukan dalam menghadapi persalinannya ini.

"Uuugh... Nak... Sudah tak sabar ingin lahir ya?" Almira mengelus perut besarnya yang kembali mengencang.

Dengan langkah pelan sambil menahan rasa sakit di perutnya, Almira berjalan menuju dapur dan menyiapkan air panas. Setelah airnya matang, ia memasukkannya ke dalam ember dan membawanya ke dalam kamar.

Di dalam kamar, Almira menyiapkan beberapa lembar kain, penjepit serta belati kecil yang sudah ia bersihkan sebelumnya. Ia menumpuk beberapa lembar kain dan duduk di atas tumpukan kain itu.

"Aakkh... Bantu ibu nakh... Uuugh..." Almira kembali mengusap perutnya yang terasa begitu keras hari ini.

Almira berlutut dengan kedua pahanya terbuka di atas tumpukan kain. Dia berusaha untuk menjulurkan tangannya ke arah lubang vaginanya untuk memeriksa seberapa besar pembukaan yang sudah terjadi.

Dengan susah payah, karena terhalang perut besarnya, Almira pun berhasil menggapai bagian selatan tubuhnya itu. Pembukaan 5. Peluh sudah membasahi sekujur tubuh Almira.

"Aaaah... Huh huh huh..."

Kontraksi kembali melanda. Tangan kiri Almira mencengkram kuat pinggiran ranjang yang ada di dekatnya. Sementara tangan kanannya tak henti mengusap perut besarnya yang terasa diremas-remas.

Almira mencoba bangkit bediri. Dengan berpegangan pada apa saja yang bisa ia raih, Almira berjalan memutari kamarnya. Sepengtahuan Almira, hal itu bisa mempercepat persalinan.

"Aakkh... Uuugh..."

Kontraksi kuat kembali Almira rasakan. Dia berhenti berjalan dan menumpukan kedua tangannya di atas meja. Almira menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.

Pyaar

"Eemmhh... Huh huh huh..."

Air ketuban Almira pecah. Bersamaan dengan itu rasa sakit akibat kontraksi itupun meningkat. Almira coba mengatur nafasnya. Kemudian berjalan pelan sambil menyanggah perut besarnya ke arah tumpukan kain yang ia siapkan di samping ranjang.

Almira mengambil posisi jongkok di atas tumpukan kain. Sebelah tangannya mengelus permukaan perut besarnya bagian bawah, dia bisa merasakan bayinya bergerak mendorong keluar. Sebelah tangannya yang lain mencengkram kuat tepian ranjang.

"Eenggh..." Almira mulai mengejan

Ia hanya mengikuti nalurinya sendiri. Saat dirinya ingin mengejan, dia akan mengejan. Tidak ada seorang pun yang menuntunnya atau memberi instruksi padanya.

"Uuugh... Eenggh..."

Almira merasakan sesuatu yang besar mendesak mendorong keluar dari lubang kewanitaannya. Ia meyakini bahwa itu adalah kepala sang jabang bayi.

"Eenggh... Aakkh... Ayo naakh... Aaaah.. Eemmhh..."

Almira terus mendorong bayinya keluar. Dia mengejan sekuat tenaga. Badannya penuh dengan peluh. Bahkan kakinya mulai bergetar lelah.

"Eenggh... Bantuuh.. Ibuuu naakh..."

Tak ada yang bisa membantunya. Hanya kerja sama sang jabang bayi yang bisa Almira harapkan. Seperti paham kesulitan sang ibu, bayi Almira perlahan mulai turun melewati panggul dan menerobos jalan lahir Almira.

"Eenggh... Aakkh..."

Lubang kewanitaannya terasa begitu panas membara saat kepala bayinya melewati lubang itu. Almira mengeratkan cengkeramannya pada tepi ranjang sambil berusaha mendorong sekuat tenaga.

"Eeeemmmmhhhh... Aaaah..."

Plop

Kepala bayinya keluar sempurna. Almira langsung terduduk di atas tumpukan kain. Dia mengelus sebentar kepala bayi yang ada di antara kedua pahanya itu sekaligus memastikan tidak ada lilitan tali pusat di leher bayinya.

Almira yang kelelahan memutuskan untuk bersandar di tembok yang ada di belakang punggungnya. Ia akan melanjutkan persalinannya dalam posisi duduk.

"Eenggh..."

Kontraksi kembali Almira rasakan. Ia kembali mendorong. Ternyata mendorong bahu bayinya keluar lebih sulit daripada mengeluarkan kepalanya tadi.

"Eeeemmmmhhhh..."

Almira terus mengejan. Ia mengangkat kepalanya hingga menempel di dada. Kedua pahanya terbuka lebar untuk memudahkan bayinya keluar. Kedua tangannya mencengkram lututnya.

"Eenggh..."

Almira sudah mulai kehabisan tenaga. Ejanannya menjadi pendek-pendek dan tidak sekuat sebelumnya. Pikiran untuk menyerah pun mulai terlintas dalam benak wanita itu.

"Kamu kuat sayang. Kamu pasti kuat. Sedikit lagi anak kita lahir."

Entah datang dari mana suara itu. Almira merasa mendengar suara Askara menyemangatinya.

"Askaraaah... Eeeemmmmhhhh..."

Almira merasa Askara ikut hadir di sini untuk menyemangatinya. Hal itu entah bagaimana caranya membuat tenaga Almira terisi lagi. Ia kembali mengejan dengan sekuat tenaga.

"Eenggh... Keluarlah naakh... Eenggh... Aakkh.."

"Oek oek oek.."

Bayi laki-laki Almira meluncur keluar dari selakangannya besamaan dengan sisa-sisa air ketuban. Almira mengangkat bayi mungil itu yang masih terhubung dengan plasenta yang ada di dalam rahimnya.

Ia mendekap bayi kecil itu penuh kasih sayang. Almira memandangi wajah anaknya yang meniru rupa Askara, ayahnya.

"As, anak kita sudah lahir. Dia mirip kamu."

Air mata wanita itupun menetes mengingat kekasihnya yang telah tiada. Ia pun mencium kening putranya dengan sayang. Ia kemudian mendekatkan bayi kecil itu ke dadanya dan menyusuinya.

"Mulai saat ini, kita akan hidup bahagia berdua ya, Arsena Putra Askara."

*

The end

Askara&Almira's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang