Merantau

6K 26 0
                                    

Pergi merantau ke luar kota, luar pulau bahkan luar negri adalah hal yang dilakukan banyak anak muda. Biasanya pemuda pemudi desa lebih memilih menuntut ilmu atau mencari nafkah di kota besar. Begitu pula yang dilakukan oleh Bagas dan Windy. Pasangan suami istri itu memilih untuk membangun rumah tangga mereka dan bekerja di ibukota. Meskipun telah hidup di ibukota, Bagas dan Windy tetap harus mengikuti adat istiadat di kampung halamannya. Ibu Bagas masih begitu memegang teguh adat istiadat. 

"Kalian kapan pulang? Windy belum upacara tujuh bulanan lho..." ucap Ibu Bagas melalui sambungan telpon

"Iya bu. Kami belum bisa cuti bu." Jawab Bagas

"Sekarang kandungan Windy udah berapa bulan?"

"Sekarang 36 minggu bu. Sekitar 8 bulan lah bu."

"Tuh kan! Kalian sih dikasi tau orang tua ngeyel. Sekarang sudah 8 bulan tapi kita belum bikin upacara tujuh bulanan. Pokoknya ibu ga mau tau! Kalian harus pulang sebelum Windy melahirkan. Windy tidak boleh melahirkan sebelum dibuatkan upacaranya. Pamali Bagas... Nanti istri dan anak kamu kenapa-napa..."

"Iya bu. Bagas sama Windy usahain pulang secepetnya..."

"Jangan cuma diusahain! Harus!"

"Iya bu... Iya..."

"Ibu ga mau tau! Minggu depan kalian harus pulang!"

"Minggu depan ga bisa bu. Bagas ada meeting penting bu..."

"Lebih penting dari anak kamu?!"

"Ya ga gitu bu... Gini deh, dua minggu lagi kami pulang... Masih ada waktu dua minggu lagi sebelum perkiraan Windy melahirkan. Kita adain upacaranya dua minggu lagi ya bu..."

"Terserah kalian!" sambungan telpon pun diputus sepihak oleh ibu Bagas

"Ibu kenapa mas? Maksa bikin upacara tujuh bulanan?" tanya Windy sambil berjalan menuju sang suami yang tengah terduduk di tepi ranjang

"Iya gitu lah... Minggu depan aku ada kerjaan yang ga bisa ditinggal.... "

"Aku juga masih ada audit sih mas..."

"Mas udah bilang sama ibu, kita pulang dua minggu lagi."

"Iya mas. Aku udah ajuin cuti melahirkan juga untuk dua minggu lagi. Tapi ibu marah ya kita ga bisa pulang minggu depan?"

"Udah lah ga usah terlalu dipikirkan. Ibu emang masih kolot."

"Iya mas, tapi aku ga enak sama ibu. "

"Biarin aja lah sayang... Seharian anak papa ga nakal kan ikut mama kerja?" tanya Bagas sambil menarik tangan Windy untuk mendekat ke arahnya

"Aku jadi anak baik dong papa..."

"Anak pintar." ucap Bagas sambil mengusap perut besar Windy kemudian mengecupnya.

Bagas menarik tubuh Windy sampai wanita hamil itu terduduk di pangkuannya. Pria itu melingkari pinggang sang istri sambil mengelus perut tempat calon anak mereka sedang bersemayam. Janin dalam perut Windy seakann tengah bermain bersama sang ayah, terus bergerak halus di bawah telapak tangan Bagas.

"Anak papa kangen sama papa ya? Mau ditengokin papa?" bisik Bagas di depan perut Windy

"Papa nie yang kangen kan?" 

"Hahahaha... Iya dong, kangen sama si jagoan. Apalagi sama mamanya..."

Windy yang mengerti isyarat Bagas, tersenyum manis kemudian mengalungkan tangan nya ke leher Bagas. Wanita itu pun memajukan wajahnya dan mengecup kedua mata sang suami, kemudian hidung mancung Bagas lalu berakhir di bibir pria itu yang dihiasi kumis tipis. Kecupan bibir keduanya berubah makin intens dan menjadi lumatan panas. Posisi duduk Windy pun berubah dari duduk menyamping menjadi mengangkang di atas paha Bagas, menghadap pria itu. Tanpa melepas ciuman mereka, tangan Bagas mengelus punggung sang istri dari dalam dress tipis yang Windy pakai.

Askara&Almira's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang