Bagian 68 : Keluarga Baru

14K 802 32
                                    

~Selamat Membaca~
.O.

"Kemungkinan, Tuan Xavier turut andil dalam hal ini tuan."

Perkataan salah satu anak buahnya terngiang-ngiang bak kaset rusak di kepala Althan. Laki-laki itu melihat pemandangan kota Jakarta dari atap gedung dengan pemikiran berkecamuk.

Dari ketinggian Althan dapat melihat sinar matahari yang menyorot terang menyelimuti kota Jakarta dan sekitarnya.  Panas, tetapi cukup sejuk karena angin yang bertiup. Pikirannya kacau, hanya sebab seorang gadis yang bahkan tidak pernah dia bayangkan dapat mempengaruhi dirinya. Siapa lagi jika bukan Rembulan Cahyaningsih? atau Alias Nila Nur Edrea? Putri tunggal dari seorang pengusaha terkenal yang telah lama tiada karena kecelakaan nahas. Seorang pengusaha yang menjadi kebanggaan Althan sejak kecil hingga saat ini.

Althan tersenyum kecut.

Malam itu, Althan dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi. Bahkan Althan merasakan sakit di bagian wajahnya dan dia tahu bahwa itu hadiah dari ayahnya. Ayahnya murka hingga mengurung dia selama empat hari penuh di kamar dengan pengawasan ketat bak penjahat buronan. Untuk kesekian kalinya, Althan merasa dirinya tidak berdaya saat berhadapan dengan sang ayah. Seperti saat ini.

Ayahnya itu adalah pria dengan ambisi mengerikan. Apapun akan beliau lakukan untuk mencapai tujuannya, walaupun itu harus bermain dengan nyawa. Sejak kecil Althan dituntut untuk sempurna, apalagi dia merupakan seorang anak pertama. Althan tidak pernah merasakan kesenangan taman kanak-kanak. Masa kecilnya dia habiskan hanya untuk belajar, belajar, dan belajar dengan bimbingan guru-guru terbaik yang diberikan oleh ayahnya.

Kadang kala, Althan merasa iri dengan Ethan. Dia adalah burung dalam sangkar, sedangkan Ethan merupakan burung yang terbang bebas di langit. Bahkan pria itu dengan berani memutuskan untuk masuk ke dunia hiburan yang jelas dibenci oleh ayah mereka, tanpa takut dicoret dari kartu keluarga. Althan mengembuskan napas berat, permasalahan yang dia hadapi kali ini jauh lebih runyam dari sebelumnya. Dia lebih suka menghadapi tumpukan kertas dibanding harus berhadapan dengan hal seperti ini.

Namun, entah mengapa hatinya peduli padahal bisa saja dia bersikap pura-pura tidak tahu seperti biasa.

"Ketemu!" Tanpa repot-repot menoleh Althan tahu pemilik suara itu.

"Gue cari lo kemana-mana, ternyata lo ada di sini."

"Gue khawatir. Gue nelfon lo belasan kali, tapi gak ada satu pun yang lo angkat. Untung gue bukan Alex," ujar orang itu untuk ketiga kalinya.

"Rumah sakit."

Orang itu merasa bingung untuk beberapa saat, tetapi kemudian dia mengerti. "Yayaya, kita baru aja bertemu tiga puluh menit yang lalu."

"Alex gimana?"

"Baik-baik aja. Lo gimana?"

Melalui ekor matanya Althan dapat melihat orang itu sekarang berdiri sejajar dengannya. "Baik."

"Bohong. Lo selalu menampilkan ekspresi tenang. Althan, lo masih punya keluarga, pacar, dan sahabat yang siap dengar keluh kesah lo."

"Lo gak tahu."

"Kita gak tahu karena lo diam. Lo pasti lagi mikirin si cupu."

Althan diam. "Diam lo membuktikan kalau tebakan gue benar. Denger Than, lo itu punya Elsa. Pacar sempurna yang pantas bersanding dengan lelaki sempurna seperti lo. Bukankah sejak awal si cupu hanya pengganggu yang harus lo singkirkan? Lo seharusnya senang, kalian bisa hidup bahagia tanpa orang ketiga."

"Buka urusan lo, Dean. Gue tahu Lo sejak awal benci Bulan."

Dean, identitas dari orang itu membenarkan perkataan Althan. "Ya, gue benci si cupu. Cewek dari kalangan rendah seperti dia hanya mengincar harta gak lebih. Tetapi, gue gak setuju kalau itu bukan urusan gue. Kita sahabat dari kecil, urusan lo juga urusan gue." Dean berhenti sejenak.

Kisah Gadis Cupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang