Bagian 44 : Sinar Rembulan Redup

12.9K 857 36
                                    

"Sinar Bulan redup saat sinar mataharinya juga redup."
.O.


Bulan dan bintang seiring waktu mulai menampakkan diri bersinar menghiasi langit malam. Langit yang bisa saja gelap gulita dan hampa tampak bersinar dan ramai.

Pada suatu malam yang indah, Rembulan meletakkan kepalanya di pangkuan Nenek Samatha. Sementara itu tangan Nenek Samatha mengelus surai kecokelatan milik cucunya.

Usai mengerjakan PR dan belajar pelajaran untuk esok hari Rembulan menghampiri neneknya yang tengah berada di ruang keluarga. Mereka menonton sinetron di layar televisi. Rembulan menikmati sinetron di televisi sembari merasakan elusan penuh kasih sayang di kepalanya.

"Rembulan senang gak hidup bareng nenek?" Tiba-tiba neneknya melontarkan pertanyaan.

Rembulan sontak mengalihkan perhatiannya dari televisi ke Nenek Samatha. Dia menatap neneknya dalam, Rembulan merasa aneh mengapa neneknya menanyakan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. "Rembulan selalu senang hidup bareng nenek," jawab Rembulan mantap.

"Beneran?" tanya Nenek Samatha sekali lagi yang dibalas anggukan yakin oleh Rembulan.

"Padahal nenek udah buat Rembulan hampir celaka loh."

Rembulan mengangkat kepalanya dari pangkuan Nenek Samatha. Dia duduk menghadap neneknya. "Maksud nenek? Nenek gak pernah buat Rembulan celaka."

Nenek Samatha mengulas sebuah senyuman di wajah keriputnya. "Waktu itu kamu pulang mabuk."

Kelopak mata Rembulan terbuka lebar. "Nek, Bula-"

"Nenek tahu," potong Nenek Samatha cepat. "Nenek gak marah sama Rembulan. Nenek tahu kalau itu pasti gara-gara mereka kan?"

Rembulan mengangguk. "Rembulan gak terlalu ingat. Darimana Nenek tahu?"

"Kata teman kamu. Dia yang bantu kamu sampe ke kamar."

Lagi-lagi Rembulan terkejut. "Teman? Siapa nek?"

Nenek Samatha menggeleng. "Nenek gak tahu namanya, tapi dia itu laki-laki. Dia juga ganteng!" mendadak Nenek Samatha antusias.

Rembukan berpikir, apakah sewaktu itu dia tidak bermimpi? Jika benar dia tidak bermimpi berarti ciuman itu. Rembulan terbelak, tiba-tiba saya dia merasa lemas.

"Dia pake kacamata nek?"

"Enggak kayaknya. Dia pake jas-jas gitu." Rembulan mengigit mulut bagian dalamnya. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi malam itu.

Rembulan mengembuskan napas pasrah. "Maaf, Nek. Rembulan gak bakal gitu lagi."

"Jadikan pengalaman," ujar Nenek Samatha menasihati. Rembulan mengangguk.

"Rembulan itu cucu tersayang nenek." Rembulan kembali meletakkan kepalanya ke paha Nenek Samatha.

"Kalau Nenek itu matahari Bulan!"

"Mengapa Matahari?"

"Karena nama aku Rembulan! Rembulan butuh matahari untuk menyinari malam! " Rembulan menjelaskan sambil tersenyum manis.

"Oh, jadi nenek yang ngasih sinar ke Rembulan?" Rembulan mengangguk."Tandanya kalau matahari gak ada, Bulan akan gelap. Tetapi, Rembulan cucu nenek gak boleh gelap. Harus punya sinar." Lanjut Nenek Samatha.

Rembulan menggeleng masam. Dia berkata, "bulan gak akan gelap! Karena, matahari nya selalu ada buat bulan."

Nenek Samathan tersenyum dia membawa Rembulan ke dalam pelukannya.

Kisah Gadis Cupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang