Crush On You 46

576 57 2
                                    

Dua orang pria berada dalam satu kamar. Hening. Cuma degup jantung dan dentingan jam dinding bersuara memecah keheningan antara mereka. Dia berada dalam kungkungan Emir. “Nuno udah tidur,“ ucap Emir. Emir tatap dua bola mata nan indah itu lamat-lamat; melahap dia dalam angan; bisakah melahap dia sekarang jua? Terlalu sakit saat terhempas; jikalau itu cuma angan-angan belaka. Guratan pada pelipisnya terlihat jelas, tapi di sisi lain; dia juga masih terlihat sangat gagah seperti anak muda.

“Ciuman pertama.. Bisa?“ ucap Emir lagi. Tatapan rasa ingin melahap itu tergambar jelas dari tatapan mata Emir. Chairi merunduk malu. Tatapan itu benar-benar sangat berbisa; membuat darah berdesir; jantung berdegup kencang, dan salah tingkah. Emir mencoba menggoda Chairi. Chairi duduk dalam posisi hampir rebahan di atas ranjang. Ia memejamkan mata; merasakan sentuhan jari-jemari Emir di pipi. “Sayang~“ goda Emir bernada lembut. “Emir..,“ gumam Chairi gugup. “Iya sayang? Hm? Kenapa??“ tanya Emir sambil mengelus leher Chairi.

“Bi-bisa jauh-jauh dikit nggak?“ ucap Chairi masih belum berani tuk benar-benar menatap mata Emir. “Orang mau ciuman mana ada jauh-jauhan?“ sahut Emir tersenyum melihat Chairi lagi-lagi tersipu malu begitu. Emir gemas. Hingga ia pun mendorong tubuh Chairi—pun Chairi jadi rebahan sempurna. Sementara Emir berada di atasnya. “Hah? Serius kamu lagi deg-degan banget sayang?? Tangan kamu dingin banget tau?? Hahaha,“ goda Emir saat ia sengaja menggenggam tangan Chairi. “Emir!“ seru Chairi sebal. Sudahi godaanmu itu, batin Chairi.

“Gini aja, deh. Kamu merem dulu. Trus aku cium, jadi kamu nggak bakalan liat apa-apa,“ ucap Emir memberi solusi. Emir pun mengunci dua tangan Chairi ke atas setelah dia memejamkan mata. Lalu, ia pun mendaratkan sebuah ciuman manis semanis madu. Begitu lembut. Chairi mulai terbuai saat dua lidah itu saling beradu dan bertukar air liur. Perlahan-lahan Emir lepas tangannya dari mengunci dua tangan Chairi. Chairi pun otomatis melingkarkan tangannya di leher Emir. Baru dicium saja sudah lemas begini. Huh, dasar lemah, batin Chairi.

Saat ini cukup sebuah ciuman saja. Emir tidak ingin terlalu gegabah, dan membiarkan rasa di hati masing-masing bermekaran bagai bunga-bunga pada musim semi. Tunggu dia siap—atau saat setelah menikah saja mungkin? Lalu, bisakah seorang Emir menahan gejolak membara selama itu? Hubungan intim juga bukan yang utama, tapi bukan berarti jua dirinya tidak ingin. Tentu saja ingin dan sangat ingin. Tahan Emir tahan, batin Emir. Ia melumat bibir itu penuh nafsu. “Ngghh,“ gumam Chairi. Sial! Dia ngedesah?, batin Emir mengumpat. Emir pun semakin memperdalam ciuman itu, dan menindih tubuh Chairi.

Baru siang hari, akan tetapi suara omelan sang ibu sudah menggelegar; memenuhi seisi rumah. Di mana rasa malu dia sebagai seorang ibu—pun hidup bertetangga? Caera berusaha menuli. Buat apa terlalu mendengarkan omelan sang ibu. Bisanya cuma ngomel aja, batin Caera. Lama-lama Caera juga kesal; diomeli seperti ini hampir setiap hari dan setiap waktu. “Cae? Terserah mereka mau ngomong apa, kamu nggak usah dengerin, kamu tinggal fokus kerja trus pulang, udah gitu aja. Kalo dikir-dikit resign, mau kerja di mana aja juga kamu bakalan kek gitu, Cae,“ ucap Citra menasihati.

“Udah bagus kamu kerja di kantor gede kek gitu, mau jadi apa kamu, Cae??“ ucap Citra menasihati. Citra sebal melihat Caera menutup telinga dan tidak perduli. Dia cuma bisa duduk di depan laptop saja. Entah apa yang sedang dia cari. Jenis pekerjaan yang bagaimana lagi yang dia inginkan? Jaman sekarang sulit sekali untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar seperti PT. Setia. Dengar-dengar di sana cuma memperkerjakan orang-orang yang terseleksi saja. Berharap kembali lagi ke sana—pun Caera sudah tidak ada muka lagi. Bisa-bisa dia dikatai menjilat ludah sendiri.

Bagaimana ini? Haruskah Citra mengesampingkan harga diri, dan meminta bantuan kepada Cemal atau Chairi? Jangan jangan jangan, nggak boleh, nggak bisa, batin Citra gusar. Caera terlihat biasa-biasa saja seolah tiada beban berarti. Toh, uang tabungan juga masih sangat banyak, dan mungkin bisa membiayai hidup satu keluarga selama satu tahun penuh, batin Caera. “Cae.. Coba kamu hubungin Ben, minta tolong ke dia, kali aja dia ada kerjaan buat kamu,“ ucap Citra. Caera pun mendelik sambil mengerutkan alis. “Aku? Minta tolong sama, Ben?“ ucap Caera tersenyum remeh. “Sampai kapanpun aku nggak bakalan sudi minta tolong sama dia, titik nggak pake koma,“ ucap Caera final.

Crush On You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang