Crush On You 32

555 60 2
                                    

“Mas tunggu di mobil,“ ucap Cemal dingin dan beranjak lebih dulu dari sana saat ia dan semua orang disitu selesai makan. Benjiro menghela nafas. Cemal kalau sudah cemburu, dia pasti akan menjadi sedingin itu. “Cemal Cemal ya ampun. Ben, kamu yang sabar ya sama Cemal? Dah tua dia tuh masih aja kek anak kecil cemburuan nggak jelas. Serasa masih abg kali,“ cetus Chairi sebal. Puteranya yang satu itu memang paling berbeda. Chairi lupa kalau dulu almarhumah ibunda Cemal juga seorang pencemburu berat. Duh, emang ya buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, batin Chairi geleng-geleng kepala. “Udah biasa, pa,“ sahut Benjiro.

Benjiro pun masuk ke dalam mobil. Disana Cemal bersender di kursi kemudi sembari main gadget. Cemal masih cuek bebek. Cuma gara-gara foto selfie saja, Cemal sudah semarah ini. “Mas,“ seru Benjiro sembari melingkarkan tangannya di lengan Cemal dan bermanja-manja. “Kamu balik ke kantor lagi abis ini?“ tanya Benjiro sembari meletakkan tangannya di permukaan celana Cemal, tepat di bagian atas milik Cemal itu. Benjiro juga mampu merasakan bagaimana benda itu terasa sangat besar dan gemuk saat disentuh.

“Kenapa emang?“ Cemal malah balik bertanya tanpa menoleh. “Jalan-jalan berdua gitu mas,“ ucap Benjiro manja sambil mencolek-colek hidung Cemal. Satu tangan yang tadinya berada di atas bagian itu pun, kini melingkar di perut Cemal. Benjiro meletakkan dagunya di pundak Cemal. “Hm? Ya?“ ucap Benjiro lagi terdengar sangat lembut dan manja. Cemal pun menoleh. “Paling bisa kamu, Ben, ngerayu mas kek gini~ Siapa yang ngajarin sih? Hm?“ sahut Cemal pada akhirnya. Ia pun mencubit pipi Benjiro gemas sambil terkekeh geli. “Tapi, sayangnya mas nggak bisa, Ben. Sekretaris mas, si Nicholas lagi cuti pulkam. Kerjaan mas numpuk di kantor. Kalo malem baru bisa, deh,“ ucap Cemal lagi. Benjiro pun memukul dada Cemal pelan karna sebal. “Malem mah buat istirahat mas, bukan jalan-jalan,“ ucap Benjiro sambil memasang seatbelt. Huh, gue bener-bener musti ngeluarin segala macam jurus buat bujuk nih tukang cembokur hadeuh, batin Benjiro diiringi hembusan nafas lega. “Istirahat posisi enam sembilan gitu ya, Ben? Hahaha,“ goda Cemal bercanda.

Duston sengaja mengenakan pakaian tebal hari ini. Ia mengenakan kaos lengan panjang yang juga menutupi bagian leher—serta hoodie dan kupluk di kepala. Ini merupakan antisipasi dari Duston untuk menghindari kontak fisik dengan si mesum Ernest itu. Saat berjalan di koridor, Duston tiba-tiba melihat penampakan Ernest dari kejauhan. Kontan kedua mata Duston pun membola. Ia pun mencari-cari tempat untuk bersembunyi. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba hp Duston berdering.

“Kak, hari ini bunda operasi. Kakak bakalan dateng, kan?“ ucap Eloise, sang adik dari seberang sana. Duston langsung membeku di tempat. Jujur saja Duston jarang sekali mengunjungi sang ibu di rumah sakit. Bukannya Duston tidak ingin berbakti kepada kedua orang tua sendiri. Duston cuma tidak tega saja melihat tubuh ringkih sang ibu terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit. Hati Duston serasa disayat-sayat.

“Uhm, El, kakak..“ ucap Duston tidak tau harus berkata apa-apa lagi. “Bunda lagi mau operasi lho, kak? Masa kakak nggak dateng, sih? Tega banget, deh,“ ucap Eloise kesal. Lalu, sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Huft, Duston menghela nafas berat. Ernest pun lagi-lagi memukul kepala Duston pelan dengan gulungan kertas itu. Uh, entahlah dari mana datangnya gulungan kertas itu, batin Duston heran. “Paan sih om,“ seru Duston sebal.

“Pulang aja, Dust. Ibu kamu lebih butuh kamu disana,“ ucap Ernest. Ernest tidak sengaja mendengar percakapan Duston dan sang adik, Eloise di telepon tadi. “Nanti aja,“ sahut Duston menaruh hpnya kembali ke dalam saku. Sejurus kemudian Ernest pun kembali memukul kepala Duston dengan gulungan kertas. Sampai-sampai membuat Duston mendesis kesal.

“Biar om anterin kamu, gimana?“ ucap Ernest menawarkan. “Nggak usah, aku bisa sendiri,“ sahut Duston terdengar ketus. Ernest pun menarik pergelangan tangan Duston paksa, lalu mendorongnya masuk ke dalam mobil. “Om! Lepasin nggak! Buka pintunya om! Om!“ seru Duston marah. Ernest pun duduk di kursi kemudi. “Kita ke rumah sakit sekarang,“ ucap Ernest mulai melajukan mobilnya. Duston kesal. Ingin ia memaki-maki Ernest, namun ia urungkan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Duston cuma melemparkan pandangannya keluar jendela. “Bunda~ Bunda harus kuat, bunda harus sembuh,“ batin Duston sedih.

Crush On You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang