Sebuah tatapan lembut nan penuh harap dari sepasang mata hitam legam; berkaca-kaca; pupil mata membesar tanda dia benar-benar sedang dirundung rasa takut. Dia memegang ujung baju Ernest erat. Usia bukanlah jaminan bagi seseorang untuk bisa menjadi seorang pemberani, tangguh, dan bersifat ksatria. Sempurna cuma definisi kala seseorang terpesona dan terpana terhadap sesuatu. Sempurna itu cuma sampul saja di balik topeng bercat tipu daya manusia. Tertipu. Berapa banyak orang yang tertipu dengan definisi sempurna itu? Jangan lupa—pun setiap insan memiliki kekurangan masing-masing.
Duston itu tampan, tinggi, dan berpendidikan. Berada di Ben's Record Music adalah impian hampir setiap orang, dan dia terpilih dari puluhan hingga ratusan kandidat. Lihatlah tatapan memelas dia—yang berharap Ernest untuk tidak pergi, dan tetap berada di sini. “Om, jangan tinggalin aku,“ ucap Duston. Ernest menghela nafas. Luluh sudah bongkahan es itu, mencair sebab panas bara api dalam diri—yang ditiup oleh sang pujaan hati. “Om di sini, om nggak ke mana-mana,“ ucap Ernest setelah ia kembali duduk di kursi. Ernest pun melepas jaket yang ia kenakan. Di ruangan ber-AC, dan saat hujan pun ia masih merasa agak gerah.
Duston jadi sedikit lebih tenang. Sepasang mata itu urung jua berani menoleh pada sang penolong kehidupan. Sudah salah berani meminta tolong pula, batin Duston. Bagaimana pandangan Ernest setelah ini? Pasti dalam hati; dia mengatai Duston macam-macam. “Ngerasa bersalah? Tapi, om nggak bisa nerima permintaan maaf kamu lho, Dust?“ cetus Ernest; membuat Duston mendelik dengan dua alis hampir saling bertautan. Lihat, kan? Dia itu licik, dan akan selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan, batin Duston. “Duh, masih aja ngatain om dalem hati? Tega kamu, ya?“ ucap Ernest lagi.
“Trus aku musti gimana? Supaya om bisa maafin aku?“
“Ciuman sama om dua puluh menit,“
“Hah?! Ciuman?? Gila!“
“Lho? Seharusnya kamu terima kasih dong sama om, Dust? Om cuman minta ciuman, bukan hubungan badan,“
Duston benar-benar merasa telah dipermainkan. Salah besar sudah bergantung pada si rubah tua, Ernest. Duston menggertakan gigi. Duar. Suara petir kembali terdengar—pun Duston langsung memeluk lengan Ernest. “Nggak mau, ya? Ya udah, kalo gitu om keluar aja,“ ucap Ernest. Sial! Dia ngegunain kelemahan aku buat ngancem aku, batin Duston. “Ciuman doang, kan? Ok! Siapa takut!?“ tantang Duston. Ernest pun memutar badan ke samping. Ia genggam tangan itu, lalu ia kecup hingga ke lengan atas. Duston merasa geli. Darah berdesir. Ernest pun melingkarkan tangannya di pinggul Duston. Lalu, ia ciumi leher itu dengan lembut, namun sejurus kemudian berubah jadi penuh nafsu.
“O-ohm mmhhh,“ gumam Duston sambil menahan lengan Ernest. “Dust? Tolong pejemin mata kamu,“ gumam Ernest. Duston menelan ludah, lalu ia pun memejamkan mata. Ernest kecup dua mata itu, lalu turun ke bibir. Dua puluh menit itu pun dituruti oleh Duston. Hingga membuat bibirnya agak sedikit membengkak. Duston dan Ernest jadi canggung setelah selesai berciuman. “Errr a-aku mau pulang dulu om,“ ucap Duston—pun meninggalkan Ernest sendirian begitu saja. Hujan juga sudah reda. Huft, syukurlah, batin Duston. Ernest pun tersenyum sambil menyentuh bibir sendiri.
Chairi dilanda rasa cemas. Lantaran Chairul selalu berdiam diri di kamar. Sudah beberapa hari ini; ia enggan berangkat kuliah. Tiap ditanya; Chairul selalu menjawab; ia baik-baik saja. “Dad? Gimana, nih? Tolong kasih solusi napa? Jangan diem doang,“ ucap Chairi protes. “Gini aja deh, pa. Coba papa telpon Cemal. Tanya sama dia. Dia kan kakaknya Chairul? Nah, bisa jadi dia lebih paham tentang adeknya sendiri, daripada kita yang orang tuanya langsung,“ sahut Emir sambil menemani Herjuno bermain congklak. “Bentar, tapi masa nanya ke Cemal, sih? Kamu tau sendiri? Aku sama Cemal lagi perang dingin?“ ucap Chairi.
“Pa, tolong jaga omongannya, ya? Nanti Nuno denger,“
“Iya, maaf, tapi ini gimana, dad?“
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush On You [BL]
Romansa[TAMAT] Bercerita tentang seorang produser music asal Indonesia, yaitu Benjiro-yang berkarir di bumi Amerika, dan jatuh cinta kepada kakak tiri.