Crush On You 09

987 111 3
                                    

Putaran kehidupan. Setiap orang pasti merasakan hal itu. Terkadang berada di atas dan terkadang berada di bawah, seperti roda yang terus saja berputar. Hah, jikalau saja menghapus masa lalu itu semudah menghapus noda di atas kertas, mungkin tidak akan ada yang namanya luka dan derita.

Los Angeles, disinilah Benjiro berkarir, memiliki kantor sendiri dan hidup bahagia bersama sang ayah dan keluarga baru. Ia berdiri di pinggir jalan, menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki menyala. Kemana mobil Benjiro? Jangan tanyakan hal itu karna Benjiro belum kuasa untuk menyetir setelah peristiwa maut beberapa tahun silam.

Tiba-tiba terdengar suara decitan mobil mengerem mendadak dan sedikit terputar. Beruntung mobil itu masih dalam kondisi baik dan tidak membahayakan. Kedua mata Benjiro membola. Lampu hijau untuk pejalan kaki sudah menyala. Namun, ia mendadak tidak berani melangkah.

Nafas Benjiro sedikit tidak beraturan. Ia memejamkan mata sejenak lalu membukanya kembali. Hah, Benjiro menghela nafas. Ia mulai berkeringat dingin terlebih setelah mendengar bunyi siren ambulan yang nyaring.

Benjiro merogoh kantong blazer hitamnya serta saku celana. Sial, obat penenang yang biasa ia bawa tertinggal di rumah. Hah, bagaimana ini? Tiba-tiba seseorang menggenggam tangan Benjiro dengan erat. Benjiro menoleh dan menatap orang tersebut di bawah terik matahari yang amat menyilaukan. Ia sampai-sampai harus menyipitkan mata.

“Cemal?“ seru Benjiro dengan suara pelan. Ia semakin berkeringat dan lemas. Cemal tersenyum. Ia pun membantu Benjiro menyeberang dan mengantarkan Benjiro sampai ke kantor. “Obat kamu mana? Kenapa nggak diminum?“ tanya Cemal. Darimana Cemal tau masalah obat penenang itu?

“Kamu tau dari mana mas?“ tanya Benjiro heran. Benjiro sudah menghubungi supir di rumah untuk mengantarkan obat penenang miliknya yang tertinggal kemari. Cemal menatap Benjiro lamat-lamat. Ia diam sebentar.

“Kamu pasti bakalan marah kalo mas cerita. Kamu itu adek mas, mas harus tau semua tentang kamu, Ben.“ ucap Cemal.

Benjiro berjalan dengan posisi tangan masih digenggam oleh Cemal. Benjiro sama sekali tidak berontak. Benjiro membawa Cemal masuk ke dalam kantor, lebih tepatnya ruangannya sendiri. “Kambuh lagi Ben?“ tanya Ernest yang tidak sengaja berpapasan dengan Benjiro.

Benjiro mengangguk sambil tersenyum lemah. Ernest pun memanggil Duston. “Tolong kamu bikinin minuman buat Ben sama tamunya yah? Khusus punya Ben tolong kasih jahe sedikit.“ ucap Ernest. Duston memberikan hormat pada Ernest ala tentara. “Siap laksanakan!“ sahut Duston lantang.

Benjiro dan Cemal duduk di sofa. Benjiro duduk dengan posisi mata terpejam, tangan sebelah kiri menggenggam tangan Cemal, dan jari-jemari tangan kanannya yang terus saja ia ketukan di atas paha untuk mengusir semua perasaan cemasnya.

“Dia sering gini, pak?“ tanya Cemal pada Ernest. Ernest pun duduk. “Sering banget, apalagi kalo lagi sibuk-sibuknya banyak kerjaan. Trus, permintaan klien yang selangit kadang dia musti obat dua kali sehari.“ ucap Ernest menjelaskan.

Cemal menatap Benjiro lamat-lamat, melihat kondisi Benjiro yang seperti ini, rasanya membuat Cemal berat hati untuk meninggalkan Benjiro sendirian. Tapi, apalah daya, Cemal tidak bisa berlama-lama disini lantaran di Amerika ia hanya melakukan pertemuan bisnis beberapa hari.

“Kalo gitu saya tinggal dulu ya,“ ucap Ernest lalu pergi meninggalkan Benjiro dan Cemal disini.

“Mas ada kerjaan disini beberapa hari, Ben. Mas pulang hari sabtu.“ ucap Cemal. Cemal tidak ingin Benjiro berpikiran macam-macam atas kedatangannya kemari. “Kok bisa kebetulan ketemu aku di lampu merah mas?“ tanya Benjiro masih dengan mata terpejam. “Niat mas itu mau ke rumah kamu, Ben. Cuman mas nggak sengaja liat kamu jalan kaki, ya udah mas ikutin.“

Crush On You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang