Sedetik di kamar itu bagaikan selamanya. Mungkin Gemintang terlalu menganggap sepele semua. Atau ketenangan sudah merasuki hatinya karena mengetahui Galih telah ditemukan?"Gemintang..."
Panggilan yang nyaris serupa geraman itu memutus lamunan Gemintang dan dia beringsut samar ke belakang. Gemintang menoleh ke arah pintu. Namun dia segera menegakkan tubuhnya. Apa yang bisa dilakukan kalau Galih saja terpasung?
Gemintang menatap Galih sekali lagi.
"Aku tahu percuma ngomong sama kamu Mas. Percuma karena kamu juga tidak bisa meresapi omongan siapapun. Tapi Mas, kalau kamu masih punya hati, berhenti menyusahkan siapapun."
Dan benar saja. Galih hanya menatap Gemintang dengan tatapan mata yang mengerikan membuat Gemintang mendengus pelan. Gemintang memasukkan kedua tangan ke saku jaketnya dan balik menatap Galih lekat. Dan hanya dengan mereka seperti itu, kilasan masa lalu berkelebat sangat cepat dan kembali merajai hati Gemintang. Luka yang nampak kering di permukaan sejatinya adalah luka yang masih basah di dalam. Seperti halnya koreng pada tubuh yang menjengkelkan. Ingin menggaruk tapi tidak bisa karena akan membuka luka dalam daging. Tapi kalau tidak digaruk akan terasa gatal dan menyebalkan.
Apa itu tujuan Bendoro Raden Ayu Wirastri menggelandang dirinya ke rumah itu? Agar lukanya kembali menganga dan menyusahkannya?
Pikiran itu hinggap di kepala Gemintang dan membuat dia berbalik ingin keluar dari kamar itu. Dia tidak sudi kalau harus mendapatkan intimidasi hanya demi memuaskan emosi wanita itu.
"Gemintang...bawa aku ke rumah sakit. Aku ga mau di sini."
Gemintang urung meraih gagang pintu. Dia menunduk dan menggigit bagian dalam pipinya. Suara serak Galih terdengar menakutkan sekaligus memilukan. Lakon apalagi yang coba dia perankan sekarang? Berpura-pura menghiba?
Gemintang meraih gagang pintu.
"Mi...tolong aku."
Gemintang mendorong pintu dan keluar dari kamar itu dengan menutup pintu hingga rapat. Dia bahkan berbalik lagi demi memastikan pintu itu benar-benar tertutup. Tangan Gemintang menekan pintu itu kuat. Dia berbalik dan melangkah menuju aula yang benderang.
"Den Ayu."
Gemintang yang mengambil langkah panjang dan berniat keluar dari rumah itu mengabaikan panggilan Mbok Sumi yang mengikutinya.
"Den Ayu."
Mereka menjangkau teras dan Gemintang berhenti. Dia menatap Mbok Sumi.
"Aku mau pulang Mbok."
"Ndoro Aryo sakit Den Ayu."
Hati Gemintang mencelos. Dia menatap Mbok Sumi prihatin.
"Kenapa tidak nelpon Mas Angger, Mbok?"
"Saya..."
"Ga boleh sama Ibu?"
Mbok Sumi mengangguk.
"Saya bingung soalnya Ndoro Aryo tidak mau dibawa ke rumah sakit."
"Berapa hari sakitnya? Sudah diberi obat apa, Mbok?"
"Anu Den Ayu, sudah 3 hari. Beliau tidak bilang pas Den Angger kemari. Sebenarnya, Ndoro Aryo harus ketemu dokter keluarga. Tapi dokter keluarga sedang tidak ada di Yogya."
"Tidak mau sama dokter lain?"
Gemintang melihat Mbok Sumi mengangguk putus asa. Riwayat kesehatan mantan mertuanya itu memang tidak terlalu baik. Dia memiliki riwayat darah tinggi yang bisa sangat menyusahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARI BALIK KELAMBU
Mystery / ThrillerAngger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu di jidat Angger seakan tertulis kalimat : BUKAN UNTUK GADIS JELATA! Mungkin itu juga yang ada di piki...