Empat Puluh Sembilan RUANG DAN WAKTU

2.8K 770 90
                                    

"Kalian itu sedang dalam masa saling bosan apa memang lagi diem dieman?"

Gemintang menatap Ibu sambungnya yang duduk.di depannya. Putri yang maunya dipanggil Putri saja dan tidak ada yang harus berubah. Putri baru saja pulang dari Malang setelah kunjungan pada keluarga yang dipercepat.

"Katanya kalau sedang ada masalah, salah satu harus memberi ruang dan waktu."

"Iya kalau prianya itu modelan Bapakmu, Mi. Kalau modelan Angger jelas ga bisa.'

"Eh?'

"Angger sensitif nya ngalahi perempuan kok. Nanti kalau jadi salah faham piye?"

"Masalahnya itu Put...kasus meninggalnya Ibuk itu rumit banget. Polisi butuh waktu lama buat ngungkap semua, walaupun sudah muncul statement dari Bapaknya Mas Angger. Pernyataan itu sedang dikaji dan akan jadi kasus yang berdiri sendiri. Dan kamu kan tahu sendiri, berita di luaran sana. Masyarakat itu sudah tidak sabar sama lamanya proses itu Put. Terus tadi aku baca malah ada beberapa pihak menuduh bahwa keluarga Pananggalih membeli kasus ini."

"Angger ngomong apa?"

"Ga ngomong apa-apa. Mas Angger itu...lah...aku bingung lah Put. Dia bilang dia baik-baik aja."

"Mi, kalau menurutku ya, sebaiknya kalian tetap harus saling bicara satu sama lain."

"Mas Angger ambil jadwal full di Rumah Sakit, Put. Ditambah waktunya yang dibutuhkan oleh polisi sewaktu-waktu, sekarang agak susah kalau mau ketemu."

"Pria memang begitu. Lari ke pekerjaan kalau sudah buntu. Buntu, Mi. Kamu harus khawatir sama dia. Ya aku ga menyangkal kalau Angger itu modelan pria kuat ngadepi apapun, tapi masalah ini cukup berat, Mi."

"Ibunya menolak bicara. Dua hari lalu malah dia berubah pikiran dan memakai pengacara."

"Polisi sampai mana, to?" Putri mulai terdengar kesal pada bagian itu.

"Ya seusai berita yang muncul dimana mana itu. Yang jadi masalah, aku ga bisa diem aja Put. Ikut stres aku mikirin itu."

"Logikanya, kalau ga salah kenapa butuh pengacara?"

"Makanya rumit. Aku seperti ga kenal mereka lagi Put. Dalam sekejap mata."

"Ini kalau dibicarakan bakalan mambrah mambrah ga karuan. Terus langkahmu apa, Mi?"

Gemintang terdiam. Dia mencoba mengingat langkah yang dia ambil sejauh ini sesuai kapasitasnya tanpa sedikitpun melewati batas. Dia sudah berbicara pada Raden Aryo sebagai sesama manusia. Bukan sebagai calon menantu atau yang lainnya. Cukup mudah bicara dengan laki-laki itu. Tapi, seperti yang tadi dia katakan tadi pada Putri, dalam sekejap semua berubah setelah Raden Aryo kembali ke kediaman Pananggalih. Ada banyak kemungkinan yang menyebabkan sikap Raden Aryo berubah. Mungkin sistem hukum, arahan pengacaranya tentang tindakan apa yang harus diambil atau...sebab lain.

"Sejauh ini cuma persiapan acara 40 harian. Ga lebih. Aku ga berani nglangkahi lebih jauh kalau sudah masuk ranah hukum, Put."

"Kalau menurutku, masalah ini bisa sederhana kalau semua orang mau membuka mulut sesuai porsinya. Itu saja."

"Makanya itu. Aku seperti ga kenal Buk Rima lagi. Dia wanita yang baik sejauh pengetahuanku."

Putri menghela napas panjang. Dia membetulkan kerah bajunya lalu bersedekap. "Hidupnya itu ga sesederhana kita. Bertahun-tahun berkubang dalam drama rumah tangga menjadi madu plus dengan semua masalah yang datang dan pergi. Iya kalau dia hidup dalam sebuah poligami yang rukun. Itu mendingan Mi. Tapi, kamu tahu sendiri, mereka banyak diam tapi aku yakin, masalah mereka berat."

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang