Empat belas JIWA YANG SAKIT

5K 1K 105
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Tidak usah diambil barang-barang mu yang di sana. Bapak melarang mu ke sana."

Gemintang menoleh pada Bapaknya yang duduk di sampingnya.

"Jangan marah berlebihan, Pak. Mas Galih itu sakit. Jadi apapun yang dilakukannya pasti dia tidak sadar."

"Kamu belum ngalami jadi orangtua jadi bisa ngomong seperti itu. Tapi aku ini, Bapakmu. Aku yang ngurus kamu semenjak Ibumu..." Suara Hilmawan menggantung. Tatapan matanya menerawang. "...aku merawat kamu hingga dewasa bukan untuk dijadikan bulan-bulanan kegilaan orang lain yang bahkan tidak mengerti perjuangan Bapak seperti apa."

Gemintang mengusap bahu Bapaknya menenangkan. Di depan mereka Putri termangu. Tak ada tatapan memuja yang biasa terlihat dari mata Putri saat melihat Bapaknya Gemintang. Kali ini yang ada adalah tatapan prihatin. Gemintang menyandarkan dagunya di bahu Bapaknya.

"Bapak butuh ketemu Angger. Anak itu sekali-kali perlu dihajar. Bisa-bisanya dia..."

"Sudah Pak...yang penting Gemintang sudah di rumah. Ga boleh ke sana, ya sudah."

"Sudah sana. Istirahat. Put...nginep."

Putri mendongak. Mencerna omongan Bapaknya Gemintang. Apakah itu sebuah pernyataan atau pertanyaan.

"Bapak nyuruh kamu nginep Put." Bapaknya Gemintang beranjak sambil menepuk bahu Putri lembut. Meninggalkan Putri dan Gemintang yang belum berniat beranjak dari sofa ruang tengah itu.

"Iya Pak." Mata Putri berkilat. Gemintang mendengus.

"Jangan kebanyakan mimpi. Move on dari Bapakku, Put..." Gemintang mencubit lengan Putri keras. Putri mengaduh dan mengikuti Gemintang yang berjalan menuju kamarnya.

"Kalau aku jadi Ibu tirimu, aku ga bakalan galak kok Mi. Serius ini."

"Issh...ngomong apa."

Gemintang membuka pintu kamarnya. Masuk dan membuka jendela lebar-lebar. Putri meraih pengharum ruangan yang diletakkan di bawah meja oleh Gemintang. Menyemprotkannya beberapa kali.

"Aku seneng kamu sudah baikan, Mi."

"Terimakasih Put, sudah dengerin aku nangis."

"Itu gunanya calon Ibu."

"Aduuuh..." Gemintang memijit keningnya.

"Aku serius nih sekarang tanya sama kamu, Put. Kamu itu beneran jatuh cinta sama Bapakku? Ya Allah...cari yang lain Put...yang seumuran." Gemintang menyusul Putri rebah di ranjang.

"Bapakmu itu nikah muda. Makanya punya anak segede kamu juga dia masih terlihat muda."

"Sok tahu kamu."

"Aku pernah kok nanya ke Bapakmu."

Gemintang mencebik.

"Aku ga berharap banyak, Mi. Mustahil Bapakmu mau sama aku."

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang