Tiga Puluh Delapan PERJODOHAN GHAIB

3K 778 169
                                    

Noted : Diilhami oleh kisah nyata bagaimana saya sering kesasar di rumah teman ningrat saya yang bernama Prabu pas dulu SMP dan SMA karena rumahnya luas banget. Setiap bangunan terpisah dengan pembatas tembok tinggi dan lorong-lorong rumit. Intinya, pamit ke ruang gamelan akhirnya harus dicariin untuk bisa balik lagi ke tempat semula alias ruang tamu.

Kapok!

Tolong typonya teman...

Selamat membaca ya. Semoga kalian senang.







"Mas...dia ke pavilliun."

"Tujuannya kan memang Bapak sama Buk Rima."

Angger menelan ludahnya kelu. Dia membayangkan bagaimana kalau tadi dia tidak mengeluarkan Bapak dan Ibunya dari paviliun?

"Kita perlu keluar, Mas?"

"Kira-kira dia ke bilik abdi dalem ga Ngger setelah tahu pavilliun kosong?"

"Harusnya Ki Sentanu itu tahu kalau Bapak sama Ibuk udah keluar dari sana Mas."

"Lha *rumangsamu dukun itu Gusti Allah atau gimana? Jangankan bisa menyamai Gusti Allah, sama malaikat saja ga *sak kuku irenge Ngger."

Angger melirik Mas nya yang menggerutu. Mereka kembali mengintip dari balik jendela. Kirani terlihat memasuki pintu halaman pavilliun dan menghilang dari pandangan mereka.

"Mas...kita perlu keluar ga ini? Atau nurut saja apa kata Mbah Margo?"

"Kalau Gemintang saja percaya sama Mbah Margo, berarti pria itu memang penuh perhitungan. Kita menunggu saja."

"Tapi kita tidak bisa diam saja Mas..."

"Sebentar."

Galih berjalan ke ranjang dan mengambil ponselnya.

"Polisi udah membereskan bagian depan Ngger."

"Heeh?"

"Pak Tarjo kirim pesan 38 detik yang lalu."

"Terus apa rencanamu, Mas?"

Galih mendongak setelah menuliskan pesan balasan untuk Pak Tarjo. Dia terlihat menautkan kedua alisnya heran.

"Rencanaku?"

"Iya. Kan Mas yang bilang, Mas lebih matang perhitungan dibanding aku."

"Kalau itu tidak diragukan lagi..."

Angger mencebik pelan. Dia menunggu Mas nya itu melanjutkan kata-katanya.

"...yang jadi masalah, kamu percaya sama aku?"

"Mas! Astagfirullah..."

"Yo wis...yo wis...begini..."

Galih membisikkan rencananya. Angger mendengarkan sambil mengangguk-angguk dan terkadang dia mengeryit. Raut wajahnya berubah ubah. Mereka menegakkan bahu ketika selesai membicarakan rencana mereka. Dan mereka berdiam diri sejenak sebelum Galih melangkah ke pintu. Dia membuka pintu perlahan dan mengintip keluar kamar. Sesaat kemudian Galih menutup pintu pelan dan menoleh pada Angger.

"Sebentar. Ngger, kamu curiga ga? Ini kok seperti gampang banget ya? Mereka gampang ditangani. Kamu curiga ga? Tanpa mereka tahu apapun?"

Angger terpaku. Di film manapun jagoan akan menghadapi rintangan yang sulit lebih dulu sebelum menang. Tapi mereka? Semua berjalan sesuai apa yang mereka rencanakan. Terlalu mudah. Dan dia menjadi curiga...sekarang.

"Setiap rencana pasti punya kelemahan. Tidak ada kejahatan yang sempurna. Itu kata FBI sana Mas."

"Polisi Indonesia ada yang begitu?"

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang