Aluna : "Hih...Bang Chan itu gimana sih? Orang cowok kok ga punya bulu ketek. Keren an juga Ayah aku, Bun."
Aku : "Baiklah, Nak."
Selamat membaca teman-teman, sehatlah jiwa dan raga selalu
*
"Tunggu sampai bisa melewati malam ini, Gemintang. Dan setelahnya perkembangan selama 72 jam ke depan. Kamu tahu prosedurnya."
"Huum."
Tunggu hingga malam berganti. Lalu hingga 3 hari ke depan.
Tangan Galih terusik saat dirasakannya sang adik---yang sejak tadi suaranya dia dengar dengan jelas---, membenahi selimut yang menutup tubuhnya hingga ke bagian dada.
Galih menggerakkan jemarinya namun tidak berdaya membuka mata.
Dia menatap sekelilingnya. Perasaan membingungkan dimana dirinya sekarang berada perlahan luntur. Dia sekarang sedang berada di kamar utama kediaman Pananggalih. Kamar almarhum Ibunya. Aroma menyengat rumah sakit berganti dengan aroma bunga dengan wangi yang lembut.
Dia sedang duduk di sofa. Bukan berbaring di ranjang rumah sakit dengan orang-orang di ruang tunggu yang menunggu perkembangannya.
Galih beringsut. Satu menit di kamar ibunya sekarang, sanggup membuatnya menyaksikan rol film diputar. Pertama adalah ibunya yang terlihat nyata, masuk ke kamar itu dan duduk di tepi ranjang. Wanita itu melamun.
Suara adiknya dan orang-orang itu terdengar nyata. Terdengar sangat nyata dari tempat Galih duduk saat itu yaitu di kamar utama kediaman Pananggalih. Kamar almarhum Ibunya ketika masih hidup.
Sudah berjam-jam semua seperti silap mata. Galih merasa dirinya berada di manapun ada suara terdengar. Di rumah sakit dan di kamar itu. Di rumah itu.
Galih mendongak ketika melihat pemandangan di depannya. Bagaimana yang terjadi di kamar itu tak lebih dari kehampaan yang dirasakan ibunya. Hampir sepanjang hidupnya. Sepanjang hidup pernikahannya dengan Raden Mas Aryo Pananggalih.
Galih merasa dirinya mengikuti ibunya yang berdiri dan keluar dari kamar itu. Kilasan peristiwa terpampang di depannya. Masa kecilnya. Masa remajanya. Kisah sakitnya. Pernikahannya dengan Gemintang. Perlakuannya pada wanita itu. Pertengkarannya dengan adik laki-lakinya. Perjuangannya bersama Wiji Astuti untuk bangkit. Semua seperti terbagi dalam ruang-ruang berbeda yang bisa terlihat silih berganti di mata Galih.
Di beberapa ruang, hidupnya hanya memiliki dua warna saja. Hitam dan putih. Galih menyadari satu hal bahwa kegilaannya yang menjadikan lembaran hidupnya hanya berupa tampilan hitam putih saja. Dan semua berawal dari hidup ibunya seperti monokrom hitam putih bahkan sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di kediaman Pananggalih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARI BALIK KELAMBU
Mystery / ThrillerAngger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu di jidat Angger seakan tertulis kalimat : BUKAN UNTUK GADIS JELATA! Mungkin itu juga yang ada di piki...