Selamat membaca. Semoga hari kalian menyenangkan.
*
Angger memperhatikan kaki Gemintang yang berdiri rapat di depannya. Dia mendongak sejenak dan kembali menunduk. Gemintang yang bersedekap dan memasang wajah seperti itu mampu membuatnya gelisah.
"Kamu itu maunya apa, heh Mas?" Gemintang menjejak ibu jari kaki Angger dengan ujung sepatunya.
Angger membisu. Batinnya berkata dia butuh Gemintang sekarang tapi wanita itu terlihat ingin meledak.
"Jadi laki-laki kok ya...aaarrgh..." Gemintang menjejak lagi ibu jari kaki Angger lebih kencang membuat Angger beringsut.
"Kalau ada apa-apa itu mbok ya cerita."
Angger mendongak. "Aku bukan siapa-siapa..."
"Eeeeh...lah kok enak banget bilang begitu?!" Gemintang menendang tulang kering Angger membuat pria itu mengaduh.
"Mi...sakit..."
"Lah...kok remeh banget? Sakit? Begini sakit?" Gemintang kembali menendang tulang kering Angger lebih keras membuat Angger beringsut menaikkan kakinya ke bale-bale dengan sikap waspada.
"KDRT, Mi. Kekerasan ini namanya."
"Heeeeh?!" Sekarang giliran tangan Gemintang menjewer telinga Angger hingga pria itu memilih meringkuk dengan menahan sakit. "Sakit kayak gini Mas, sejam juga kelar. KDRT yang sebenarnya itu sikap kamu yang udah njatuhin mental aku. Kata-kata kamu yang udah nyakitin aku. Kamu pikir itu sejam kelar? Mikir. Heh...mikir."
"Kamu juga..."
"Apa? Aku apa?!"
"Kamu...deket-deket pria lain..."
"Astagfirullahaladzim! Angger Liveni Pananggalih! Kamu itu...minta diapain lagi sih?!"
Angger terlihat bersiaga kalau sewaktu-waktu tangan Gemintang maju lagi untuk menyakiti bagian tubuhnya. Dia menatap Gemintang dengan lebih waspada. Wajah Gemintang terlihat kesal. Tangannya terkepal, dan napasnya naik turun dengan cepat hingga bahunya luruh. Angger benar-benar sudah bersiap...
"Aaaaaa...kamu itu kok ya bagus banget to Mas?! Ya Allah..."
Gemintang menjatuhkan tubuhnya di bale-bale dan mulai menangis bingung. Angger yang terkejut dan menjadi lebih kebingungan dengan sikap Gemintang membeku mlihat Gemintang menangis dan menjejak tubuhnya kuat.
"Mukanya ga usah gitu!" Gemintang mencebik di sela tangisannya.
"Piye to?" Angger bertanya sambil terus waspada. Dia menyugar rambutnya dan tetap meringkuk menatap Gemintang yang juga meringkuk menghadap ke arahnya.
"Jangan seperti itu."
"Heh?"
"Aku lemah kalau kamu seperti itu...eh...jangan besar kepala! Diam di situ." Gemintang menepis tangan Angger yang hendak meraihnya. "Aku ini marah."
Angger tidak menghindar ketika tangan Gemintang mencubit pinggangnya keras. Namun tak urung Angger mengaduh ketika Gemintang memelintir daging pinggangnya hingga benar-benar terasa menyakitkan.
"Sakit, Mi."
Gemintang melepaskan cubitannya dan terdiam. Tangannya beralih memeluk kakinya sendiri. Posisi yang membuatnya terlihat rapuh di mata Angger. Gemintang terlihat lelah. Isakan terdengar lagi membuat Angger mengulurkan tangannya, namun Gemintang kembali menepis tangan Angger.
"Sampai kapan, Mas? Pikiranmu yang kamu putuskan sendiri itu? Sikap kamu yang seakan kamu sanggup mewakili perasaanku? Kamu itu manusia, Mas. Kamu ga bisa tahu isi hatiku. Tapi kamu memutuskan segala sesuatu yang kamu bilang yang paling baik buat Gemintang. Kamu ga sadar Mas, itu sakit banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
DARI BALIK KELAMBU
Mystery / ThrillerAngger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu di jidat Angger seakan tertulis kalimat : BUKAN UNTUK GADIS JELATA! Mungkin itu juga yang ada di piki...