Sepuluh KEBENARAN

5.1K 1K 103
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Suasana kediaman bangsawan Pananggalih terlihat sedikit lebih ramai dibanding hari-hari biasa yang selalu sunyi. Baru saja terjadi sebuah peristiwa bersejarah di dalam rumah itu. Anak pertama bangsawan Pananggalih menikah. Pernikahan yang terkesan mendadak setelah pertunangannya hampir empat bulan lalu. Berbagai spekulasi terjadi di kalangan tetangga, menjadi sebuah bisik-bisik yang riuh di setiap perbincangan.

Toh semua sudah terlaksana.

Galih terlihat sangat bahagia. Dia berdiri tegak dan tersenyum pada sanak keluarganya yang masih berkumpul di rumah besar itu. Di sisinya, sang istri. Gemintang. Entah apa yang dirasakan oleh Gemintang saat ini. Apapun itu, dia juga mengulas senyum sumringah dengan sesekali menatap pintu besar dan tinggi yang menjadi pintu utama rumah itu.

Kenapa Angger tidak datang? Itulah yang berkecamuk di hati Gemintang, walaupun tanya itu jelas sekali Gemintang tahu apa jawabannya. Gemintang menatap Ibu mertuanya yang tengah berbincang dengan adiknya. Dalam hati Gemintang tahu, bahwa Ibu mertuanya pasti sudah memberitahukan perihal pernikahannya pada Angger. Pernikahan yang entah mengapa dimajukan atas permintaan Galih. Untuk sebuah alasan yang Gemintang tidak tahu.

Sekali lagi. Setiap ada kesempatan. Gemintang melirik ke arah pintu. Berharap sosok itu datang dan Gemintang ingin melihat Angger baik-baik saja.

Namun...

Hingga tak tersisa satupun keluarga dan kerabat dalam rumah besar itu...sosok yang dikhawatirkan oleh Gemintang itu tak juga hadir. Bahkan kelebat bayangannya sekalipun.

Tengah malam. Pas tengah malam ketika pintu kamar Galih terbuka. Menampakkan sosok Galih yang berjalan dengan raut lelah. Mengunci pintu. Menghampiri Gemintang yang sudah selesai mandi air hangat dan tengah mengeringkan rambutnya. Gemintang berjalan dan meletakkan handuk di tangannya ke keranjang cucian. Galih duduk di tepi ranjang.menatap ke arah jendela yang setengah terbuka.

"Mas Galih mau mandi atau mau apa? Biar aku siapkan airnya kalau mau mandi."

Sunyi. Tidak ada jawaban keluar dari mulut Galih. Namun sosok itu, yang entah kapan dan di mana sudah berganti pakaian dengan pakaian rumah, beranjak. Menghampiri Gemintang dan berdiri di hadapan Gemintang.

Gemintang mendongak. Terkesiap. Tatapan mata Galih jelas membuat hatinya berdesir aneh. Tatapan mata Galih tidak seperti biasanya. Tatapannya kali ini seperti penuh kebencian dan sinis.

"Mas..."

Yang terjadi kemudian adalah hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Gemintang sebelumnya. Yang dia rasakan adalah dia terhempas keras ke arah ranjang. Dengan tubuh Galih yang dengan kasar menindihnya. Membungkam mulut Gemintang yang hendak berteriak. Dan seperti kesetanan. Tangan Galih mencabik jubah mandi yang dipakai Gemintang. Melemparkannya sembarangan. Juga pelindung terakhir yang melekat di tubuh Gemintang. Menjadikan tubuh polos itu bergetar hebat. Galih tak berhenti.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang