Tiga puluh lima RAMBUT YANG SUDAH TERURAI

2.9K 719 129
                                    

Follow Instagram aku dong...aku mau eksis di sana biar kayak penulis lain. Hehhehehhe

niken_arumdhati

niken_arumdhati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih. Dan selamat membaca.

*

Jangan pernah melupakan Gusti Allah.

Mungkin itu yang akan selamanya tertanam di benak Dokter Putri Naira. Ketika lakon hidup Dokter Gemintang Cahaya dilihat dari sudut pandangnya, maka Putri memaknainya sebagai sebuah takdir pertemuan antara dirinya dan Gemintang bertahun lalu. Seperti halnya dia yang berharap akan benar-benar berjodoh dengan Hilmawan Desembriarto yang adalah Bapak dari Gemintang, selamanya Putri akan berpikir bahwa hari itu, adalah bagian suratan takdir mengapa dia harus dipertemukan dengan Gemintang.

Putri Naira dan Gemintang Cahaya adalah dua pribadi yang bertolak belakang namun perbedaan mereka saling melengkapi. Putri adalah pengambil keputusan taktis dan cepat ketika Gemintang yang *lembah manah, yang lebih mengandalkan perasaan daripada logika, tidak bisa dengan mudah menentukan sikap. Dan Gemintang adalah peredam bagi Putri saat dia meluap dan hatinya penuh emosi. Pada saat seperti itu, setiap kata menyejukkan yang keluar dari mulut Gemintang laksana obat anti depresan yang membuat Putri tenang.

Hari yang bukan hari libur mereka. Hari yang tidak berubah. Pagi menjelang siang yang cukup panas. Sungguh cuaca yang tidak cocok dengan suasana mistis yang sedang berlangsung di pendopo kediaman Mbah Margo Sinun. Bukankah seharusnya turun hujan di saat seperti itu? Nyatanya tidak.

Putri menoleh ke arah jendela kayu yang juga tidak terbuka tertutup seperti yang ada di film film karena adanya aktifitas tak kasat mata sedang berlangsung di tempat itu. Semuanya biasa saja. Kecuali satu hal. Hawa panas pagi menjelang siang itu bukan hawa panas yang sewajarnya.

Doa-doa sedang dipanjatkan. Tidak ada kembang atau kemenyan seperti dugaan Putri. Mbah Margo dan Banyu Biru tidak melakukan ritual sesajen sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh orang-orang pintar. Justru lantunan ayat kursi kuat mengalir dalam setiap hembusan udara di ruangan itu. Putri kuat bergumam melantunkan ayat kursi sambil menatap ke arah Gemintang yang bergerak-gerak tidak nyaman. Bahkan setelah 15 menit yang panjang, sosok ghaib itu masih kuat timbul tenggelam ke dalam tubuh Gemintang.

"Lawan Nduk..."

Kata-kata halus itu menusuk telinga Gemintang. Matanya yang terpejam bergerak-gerak. Dia sungguh ingin membuka mata. Ingin menggerakkan tubuhnya. Atau minimal tangannya. Tapi sebuah beban teramat berat seakan menindih tubuhnya hingga dia tak kuasa melakukan apa yang otaknya minta. Dia ingin menggerakkan kakinya namun dia seperti melihat kakinya diikat dengan sebuah kain hitam.

Ketika ayat kursi mengambil sebuah jeda, Mbah Margo meniupkan udara dari mulutnya ke telinga kanan dan kiri Gemintang membuat kepala Gemintang menggeleng aneh seakan dia melawan apapun yang masuk ke kepalanya. Geraman lirih terdengar berulang kali dari mulut Gemintang dan ketika itu terjadi, lantunan ayat kursi semakin kencang dan kuat terdengar dari mulut Mbah Margo dan Banyu Biru.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang