Dua puluh delapan LAKON SANDIWARA

2.8K 666 115
                                    

Orang Jawa itu suka sekali memelihara budaya pekewuh. Orang Jawa itu suka cepat merasa tidak enak hati.

Gemintang mendorong pintu kamar Galih dengan perasaan berkecamuk. Mungkin dia gila, tapi rasa tidak enak hati membawanya kembali ke rumah itu. Rumah dimana dia mengalami kesewenang wenangan.

Gemintang menatap sekelilingnya sekali lagi. Dia menghampiri ranjang Galih dan melesakkan bokongnya menghadap ke depan pria itu. Galih terlihat sudah rapi. Dari wajahnya Gemintang tahu, Galih terlihat gembira.

"Kamu datang, Gemintang."

"Aku datang karena aku manusia yang seharusnya memang punya perasaan."

Gemintang mengulurkan sendok di tangannya ke mulut Galih. "Aaa...kunyah yang benar Mas."

"Aku seneng."

Gemintang menghela napas pelan. Dia bisa merasakan, Galih memang benar-benar gila sepenuhnya. Pria itu menatapnya seakan tidak pernah terjadi apapun di masa lalu. Tidak pernah menimbulkan luka apapun baginya. Orang waras tentu akan punya rasa malu ketika berada di situasi seperti itu. Berhadapan dengan orang yang pernah disakiti.

Tapi sejenak Gemintang terpaku. Apa bedanya dia dengan manusia di depannya ini? Orang waras tentu tidak bisa melupakan bahwa manusia di depannya itu pernah memperkosanya walaupun statusnya sebagai istri saat itu.

"Mas, aku ga bisa lama. Bapak pasti sudah nunggu aku di rumah."

Gemintang terus menyuapkan nasi di piring dan menunggu Galih mengunyah.

"Kamu besok datang lagi, Mi?"

Gemintang mendongak.

"Mas. Menyakiti itu bukan hanya berbentuk fisik. Tapi yang seperti ini juga. Kamu itu membuat aku bingung. Kalau aku datang kamu akan terus berharap. Kalau aku tidak datang semua akan menilai aku manusia yang tidak punya perasaan."

"Aku..."

"Sesuap lagi, Mas."

Gemintang mengulurkan tangannya lalu menatap piring yang kosong.

"Aku kemari sekalian menjenguk Bapak. Aku ga bisa janji aku bisa datang lagi atau tidak. Kita ini sudah selesai Mas. Dan sebaiknya kita menata hidup masing-masing."

Gemintang beranjak dan tersenyum kecil. Senyum yang nyaris sama rasa dengan sebuah tawa yang terdengar sumbang. Gemintang berdiri dan menatap Galih yang menggenggam gelas berisi air putih yang tinggal setengah. Mata pria itu menatap Gemintang lekat.

"Aku sebenarnya ga mau pisah sama kamu Mi. Aku mau sembuh ditemani sama kamu. Aku sudah menderita bertahun-tahun. Aku marah dan tidak bisa mengendalikan diri ketika seseorang memberi tahu aku kalau kamu sudah melakukannya dengan Angger..."

Gemintang terpaku. Jadi sekarang dia adalah sumber kesalahan itu? Dia adalah pihak yang melakukan kesalahan yang memicu kumatnya kegilaan Galih?

"Lalu kenapa kamu tetap mau kita menikah?"

"Angger itu memang lebih segalanya dari aku. Bapak juga menyukainya lebih dari aku."

"Mas. Sudah ya. Aku pamit."

"Mi, aku mencintai kamu. Itu perasaan paling jujur yang pernah aku rasakan."

Gemintang urung membuka pintu. Dia menoleh menatap Galih yang balas menatapnya lekat. Gemintang menggeleng dan menarik gagang pintu. Dia keluar dengan piring kosong dan berjalan melintasi aula menuju dapur. Di sana Mbok Sumi menunggunya.

"Den Ayu kenapa kemari?"

Gemintang menggeleng. Mbok Sumi terlihat khawatir.

"Simbok masih menyimpan nomorku kan?"

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang