Delapan Puluh Sembilan KIRANI, ANEH

2.4K 666 177
                                    

Selamat pagi teman-teman
Saya akan sok sibuk sampai akhir pekan tapi akan saya sempatkan menulis

Warning : Bila nanti ada kata-kata kasar dan kurang berkenan dalam tulisan saya, silahkan skip saja

Selamat membaca, semoga hari kalian menyenangkan ♥️

*

Angger menatap Raden Aryo Pananggalih yang tergolek di ranjang rumah sakit. Pria itu babak belur. Sendi tangan kanannya bergeser dan polisi memasang borgol yang menyatu dengan ranjang pada tangan kirinya.

Angger menoleh ke dokter yang menangani bapaknya. Dokter itu mengajak Angger keluar.

"Maaf Dokter Angger. Sesuai dengan prosedur dari pihak kepolisian dan lapas, kami tidak bisa memindahkan Pak Aryo ke ruangan VIP."

Angger mengangguk. "Baik, Dok. Saya mengerti."

"Saya permisi dulu. Nanti kalau ada yang perlu ditanyakan lagi silahkan menemui saya."

"Baik, Dok. Terima kasih banyak."

"Sama-sama, Dok."

Mereka saling mengangguk. Angger lalu menoleh pada dua petugas dari lapas yang berjaga di depan kamar rawat inap. Kamar itu memang kamar khusus namun dengan fasilitas kelas 3. Rumah sakit, sesuai dengan instruksi dari kepolisian dan lapas tidak bisa memindahkan pria itu ke ruangan VIP sesuai dengan permintaan pria itu. Jadi setelah penanganan di unit gawat darurat, berakhir lah Raden Aryo di ruangan dimana dia berada sekarang.

Angger menatap lorong sunyi di hadapannya. Ruangan itu bahkan berada di samping ruangan yang dulunya di fungsikan sebagai ruang pemulasaraan jenazah. Angger menghela napas pelan dan duduk di kursi yang ada di lorong itu.

Tangan Angger terkepal. Dia memukul pelan betisnya. Angger memang merasakan lelah luar biasa sejak kejadian penggeledahan di kediaman Pananggalih oleh para pengacara bapaknya.

Flashback on

Pagi itu, Angger mendapat kabar dari orang suruhannya. Sebuah kabar penting yang membuatnya kaget karena sebenarnya, bukan informasi itu yang dia cari. Dia mencari informasi tentang kasak kusuk siapa saja yang memilih menjadi pengkhianat dalam urusan harta keluarga besarnya. Harta yang sudah dia ketahui besarannya. Angger terpaksa menyelidiki banyak orang termasuk keluarga besar Gardhapati. Namun yang dia dapat justru lebih dari yang dia cari. Harta yang mengendap di luar negeri dengan jumlah yang tidak main-main dan semua itu dipecahkan menjadi 3 bagian oleh kedua orang tua mereka.

Hal itu seharusnya tidak menjadi sebuah kekisruhan seandainya saja semua peristiwa beruntun tidak terjadi pada keluarga besar Pananggalih. Temuan tentang harta di luar negeri itu seharusnya sebuah hal yang wajar saja, mengingat keluarga besar Pananggalih memang tidak diragukan lagi kekayaannya bahkan sejak era kerajaan Mataram yang mana itu adalah era nenek moyang keluarga itu.

Angger mulai mencari dokumen sesuai informasi yang dia dapatkan. Dia menjelajah rumah. Mencarinya di tempat-tempat rahasia yang sudah dia ketahui. Dia nyaris putus asa dan kelelahan karena luasnya rumah itu, dan tidak menemukan apa yang dia cari.

Sampai kemudian, Angger menerima telepon dari kakak iparnya, Wiji Astuti yang baru saja dia lihat, keluar dari rumah mereka untuk pergi ke rumah sakit. Wiji Astuti mungkin baru keluar sekitar satu jam.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang