Delapan Puluh Satu KASIH SAYANG YANG SALAH

2.5K 658 113
                                    

Kalian yang kebetulan berasal dari daerah Lumajang Jawa Timur, terutama yang ada di gunung Semeru dan sekitarnya, stay safe ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalian yang kebetulan berasal dari daerah Lumajang Jawa Timur, terutama yang ada di gunung Semeru dan sekitarnya, stay safe ya. Semoga semua selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamin aamin allahuma aamiin.

Selamat membaca teman-teman

*

"Aku tidak mau *nggrenengi Ibuk di belakangnya, Ngger."


Berdiri di depan makam Ibu tirinya, Angger memperhatikan Mas nya yang sedang membersihkan rumput di sekitar batu nisan bertuliskan Bendoro Raden Ayu Wirastri itu.

Merealisasikan apa yang disebut sebagai tidak mau membicarakan orang di belakang punggung orang itu. Angger menyetujui ajakan Galih untuk mengunjungi makam di perbukitan Slarong Bantul dimana ibu tirinya beristirahat dalam diamnya.

Galih terlihat sangat...jengkel. Mungkin itu yang terlihat sekarang. Pria itu begitu jengkel saat mereka berhasil mengambil kesimpulan pasti setelah semalam suntuk membaca dan membicarakan isi buku catatan ibu mereka yang ditemukan oleh Galih di gudang kemarin.

Galih duduk bersila di rerumputan. Angger melakukan hal yang sama hanya dengan posisinya yang berbeda. Angger duduk sambil memeluk kedua kakinya. Mereka mengamati batu nisan dengan pandangan lekat. Wajah mereka bingung. Galih bahkan beberapa kali tertawa sumbang saking bingungnya. Dia bingung dengan semua apa yang sudah ibunya lakukan.

Angger melirik Mas nya yang masih terpaku menatap nisan ibunya. Pria itu sudah lelah mengomel sambil mencabuti rumput di sekitar makam hingga bersih. Dia menumpahkan semua uneg-uneg nya hingga yang tersisa sekarang adalah keheningan yang selamanya akan terus menciptakan tanda tanya.

"Bahkan sudah meninggal pun. Dia sudah memastikan bahwa cerita yang dia buat terus berkesinambungan, Ngger. Ibu tirimu ini Ngger. Rasanya sudah enyor aku mikirin dia."

Angger mengangguk pasrah.

"Ibumu, Ngger." Galih menunjuk nisan ibunya dengan dagunya sambil berulang kali mengucapkan kalimat itu.

Mereka tertawa pelan. Tawa miris karena memang kenyataannya wanita itu memang sejatinya adalah ibu mereka. Wanita yang justru lebih banyak dan lama mengurus mereka. Terutama Angger. Kenyataannya, wanita itulah yang mengurusnya dari kecil hingga dewasa. Bukan Bu Rima apalagi ibu kandung yang baru saja dia kenal.

Mereka berdiam diri di tempat itu cukup lama. Sesekali melayangkan pandangan ke arah orang yang berkunjung ke makam itu.

"Ibuk itu memang seneng nulis, Ngger. Ingat kan?"

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang