Sembilan Puluh PEWARIS YANG ABSURD

2.4K 651 154
                                    

Selamat sore teman-teman, mohon bantuannya ya, tolong typonya karena naskah ini tidak saya revisi langsung up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat sore teman-teman, mohon bantuannya ya, tolong typonya karena naskah ini tidak saya revisi langsung up

Terima kasih dan selamat membaca, semoga malam kalian menyenangkan

*






Semua menatap prihatin ke arah Kirani yang luruh ke lantai dan duduk dengan posisi kaki huruf W. Sekuat apapun Angger menariknya berdiri, gadis itu menolak dan terus menangis. Walaupun volume tangisannya sekarang sudah mereda, tetap saja, gadis itu terlanjur menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di ruang tunggu ICU.

Gemintang menyusut hidungnya. Dia mengembalikan tisu ke tasnya dan menyandarkan kepala ke tembok. Kakinya mulai berayun pelan. Di sampingnya, Mbak Wiji menyandarkan kepalanya ke bahu Gemintang. Wanita itu menyusut air matanya pelan. Mereka melirik ke arah Kirani yang sedang dibujuk oleh Angger.

"Bibit bibit beban keluarga, Mbak. Kita harus siap mental." Gemintang mengangkat dagu menunjuk ke arah Kirani.

"Iya. Dia itu perlu di ruqyah atau gimana ya Mi? Dia begitu sejak lahir apa setelah disetir sama almarhumah ibuk?"

"Embuh, Mbak." Gemintang menyerah ketika melihat Angger justru ikut duduk di lantai dan berbicara pelan dengan Kirani.

"Dia itu bahagia nangis, sedih nangis, bingung nangis." Mbak Wiji menggeleng.

"Random Mbak, otaknya."

"Itu kalau Mas Galih sama Angger ga keras sama dia besok-besok tambah random."

Mereka bergumam bersamaan menyetujui ucapan masing-masing. Mereka menatap prihatin sekaligus bingung pada kelakuan ipar yang baru mereka ketemukan jati dirinya itu. Bagaimana tidak bingung? Mereka yang seharusnya berbahagia dengan keadaan Galih yang sudah sadar, justru dibuat kaget dan bingung dengan sikap Kirani yang seketika meluapkan kebahagiannya dengan menangis dan terduduk di lantai.

 Bagaimana tidak bingung? Mereka yang seharusnya berbahagia dengan keadaan Galih yang sudah sadar, justru dibuat kaget dan bingung dengan sikap Kirani yang seketika meluapkan kebahagiannya dengan menangis dan terduduk di lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang