Delapan Puluh Tiga LELAH

2.5K 685 108
                                    

"Mari kita tidak mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mari kita tidak mandi."

Itu perkataan seseorang pada saya tadi malam. Dan dia lupa saya hidup di Indonesia yang kalau ga mandi sehari aja udah dekil banget.

Selamat membaca tulisan tanpa makna ini teman-teman

Semoga kalian sehat terus. Jangan lupa minum yang hangat hangat. Sepertinya hujan mulai banyak

*





Dari jendela warung mi ayam sederhana dimana anak-anak terlihat bersuka cita karena ditraktir, Angger melihat Mas nya berlari kecil dan menghampirinya.

"Sudah semua, Ngger?"

"Sudah. Mas Galih mau?"

Galih menggeleng. Dia menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Dia menyambar es teh manis milik Angger dan meminumnya sambil duduk membelakangi dinding.

"Ada apa, Mas? Ketemu apa di rumah itu?"

Galih menggeleng. Dia mengatur napasnya dan menatap Angger dengan tatapan aneh. Tangannya terangkat namun turun lagi seakan dia bingung harus bicara apa?

"Mas. Tenang." Angger menepuk pundak Mas nya.

"Pikiranku sudah kemana-mana ini Ngger."

Angger menaikkan kedua alisnya tanda bertanya tanpa kata.

"Untung kamu bawa mobilnya Banyu Biru." Galih beranjak dan menatap jalanan yang tadi dia lewati. Angger menyerah dan duduk. Dia menatap Mas nya yang kini kembali menatapnya lekat.

"Ngger. Kamu siap tidak kalau mendengar satu lagi bobroknya Bapakmu?"

"Heh?"

"Kalau pemikiran ku benar berarti selama hidup Bapak sama Ibuk itu saling memanfaatkan. Mereka selalu masuk dalam cerita yang mereka buat satu sama lain."

"Mas. Teorimu membingungkan."

"Kalau kamu lihat dia, kamu masih bingung?" Galih menoleh dan menatap jalanan dari jendela. Tangannya menekan kepala Angger agar tidak sepenuhnya terlihat dari luar. Mereka memperhatikan sosok yang melewati warung mie ayam dan menuju sebuah mobil.

"Bingung?" Terdengar lagi pertanyaan Galih yang membuat Angger justru melongo. "Anaknya Bapakmu dari wanita lain."

"Hiish...ngawur." Angger menggeleng ke arah Galih. "Tapi..."

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang