Selamat membaca
*
Hidup terasa dikejar oleh sesuatu yang tidak kasat mata namun pasti. Waktu.
Sekali lagi. Berada di gedung kantor pos.
Tidak menunggu lagi. Angger tiba di tempat itu lebih dulu. Dia juga memutuskan tidak ingin lagi main kucing kucingan dengan Ibunya. Angger menunggu. Duduk di lobi kantor pos luas itu bersama dengan para veteran yang sedang mengurus pensiun mereka.
Tiga puluh menit menjadi satu jam penuh. Angger mengusap peluhnya. Ruangan itu bahkan berpendingin walaupun tidak maksimal. Entah sudah berapa kali Angger menatap pintu masuk utama kantor pos itu. Tidak ada tanda-tanda Ibunya masuk membuat Angger menelan ludah kelu. Di antara suara suara para veteran yang berbincang pelan satu sama lain, Angger bahkan bisa mendengar detak jam di dinding tepat di bawah logo kantor pos Indonesia di lobi itu.
Dan ketika yang Angger tunggu terlihat dengan tenang berjalan menuju ke arah seorang petugas kantor pos, seketika Angger merasa kecewa. Kecewa karena pada kenyataannya, sepersekian detik lalu dia masih berpikir bahwa tidak ada apa-apa. Pria bernama Yoyok itu salah dengar. Atau...Angger merasa dia yang salah dengar dengan apa yang pria itu sampaikan padanya.
Penyangkalan
Yang langsung pudar seketika dan tidak menyisakan apapun selain keyakinan, entah Bapak atau Ibunya, mereka sama-sama terlibat sesuatu yang tidak benar.
Angger menatap Ibunya yang sepertinya hanya berbincang sebentar saja dengan petugas yang dia kenal sebelum melangkah ke arah loker loker yang berjajar.
Angger terus memperhatikan Ibunya yang berdiri terpaku di depan loker yang dia sewa. Tangan wanita itu lalu dengan gemetar mengeluarkan kunci loker dari tasnya. Lalu dengan tangan yang semakin gemetar, wanita itu mengulurkan tangannya dan membuka loker. Dan selanjutnya, seperti yang sudah diperintahkan oleh Bapaknya, Angger melihat Ibunya mendekap kotak penyimpanan sarung tangan itu dan kembali mengunci loker.
Angger menoleh ke arah dua orang polisi yang berdiri di dekat pilar. Polisi berpakaian preman itu segera bergerak cepat menghampiri Ibunya. Angger beranjak dan melihat Ibunya terkesiap menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARI BALIK KELAMBU
Mystery / ThrillerAngger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu di jidat Angger seakan tertulis kalimat : BUKAN UNTUK GADIS JELATA! Mungkin itu juga yang ada di piki...