62-TIUP LILIN: Tiup Lilinnya

358 97 16
                                    

Hari sudah hampir menjelang malam, kini Leva berlarian menuju rumah Klamora setelah sebelumnya ia mendapat kabar dari sang pacar—Rio, yang mengetahui tentang kematian ayah Klamora dari adiknya tadi siang. Awalnya Rio mengatakan akan menyusul Leva dan mendatangi rumah Klamora sama-sama. Dikarenakan sang adik yang tiba-tiba teleponnya terputus, serta Klamora yang tidak bisa dihubungi, membuat Rio tidak yakin apakah mereka masih berada di rumah atau sedang menuju rumah sakit?

Dan kini, Leva yang tidak tahu pasti mengenai keberadaan Klamora, memilih untuk mendatangi langsung rumah Klamora. Ia mengabaikan ajakan Rio yang menyuruhnya untuk menunggu. Bahkan sebelumnya Leva sudah diberitahu oleh Reega untuk tidak dekat-dekat dulu dengan Klamora. Namun sepertinya Leva terlalu khawatir sampai mengabaikan semua kalimat itu. Leva tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Klamora saat ini, pasti perasaannya sangat hancur.

“Klamora! Klamora....” panggil Leva yang langsung menerobos masuk ke dalam halaman rumah, padahal di depan gerbang sana sudah diberi tanda polisi. Namun Leva menarik tanda itu begitu saja, tanpa menyadari bahwa kini ada langkah lain yang mengikutinya dari belakang.

“Klamora! Klamora!” teriak Leva tepat di depan pintu rumah.

Tuk tuk tuk

“Kla, apa kamu ada di dalam?” paniknya. Seharusnya Klamora sudah berada di rumah jika kabar mengenai kematian ayahnya tadi siang. Tapi rasanya, rumah Klamora tampak sepi.

“Klamora...” Leva kembali berusaha menghubungi nomor Klamora, namun gadis itu sama sekali tidak mengangkat. Ada kemungkinan jika Klamora tidak sedang memegang ponselnya.

“Reega! Iya, aku harus telpon Reega! Siapa tahu Klamora bersama Reega.” saat tengah mencari nomor Reega yang sempat ia dapat dari Rio di ponselnya, tanpa disadari dari arah belakang, ada seseorang dengan sebuah kayu panjang di tangannya, dan siap menghantarkan kayu itu ke arah Leva. Sampai akhirnya...

Bugh

○○○

Klamora dan Reega segera turun dari taksi, keadaan Klamora saat ini sedang tidak baik. Anak mana yang tidak hancur setelah kehilangan kedua orang tuanya serta beberapa temannya. Klamora benar-benar hancur, Klamora merasa bahwa perlahan-lahan semuanya akan meninggalkan dia. Klamora takut—sangat takut.

Reega memegang bahu Klamora seraya mengajaknya untuk segera masuk ke rumah. Setelah memberi kesaksian di kantor polisi tadi, Klamora sama sekali tidak mengira bagaimana bisa ada seseorang yang masuk ke rumahnya dan membunuh sang ayah. Dari hasil autopsi, polisi mengatakan bahwa ayah Klamora di bunuh sekitar dua belas jam yang lalu, itu artinya saat tengah malam. Klamora sama sekali tidak di tuduh atas kejadian ini, karena kesaksiannya saat itu, dia dikunci oleh ayahnya karena suatu alasan. Dan kini, Reega sengaja mengajak Klamora beristirahat di rumahnya untuk beberapa malam. Klamora sudah tidak punya siapa pun lagi, kerabat ibunya kebanyakan berada di luar negeri, dan sudah lama sekali mereka tidak berhubungan, bahkan mengenai kabar kematian ibunya pun sepertinya mereka belum tahu.

“Kla, kamu harus ingat bahwa kamu punya aku sebagai tempat pulang. Kamu harus kuat.” ujar Reega menuntun Klamora untuk memasuki halaman rumahnya.

Klamora hanya bisa mengangguk lemas. Walau begitu, pikirannya masih dipenuhi antara kematian ayah dan si pembunuh itu.

Dari dalam sana, Reega melihat kakaknya tergesa-gesa menghampirinya.

“Kla, kamu gapapa? Dari tadi kakak hubungin kalian tapi ga ada satu pun yang aktif!” Rio bertanya khawatir—sangat khawatir, melihat bagaimana sikapnya yang kelewat panik dengan nafas yang tidak teratur.

Reega menaikkan alisnya, “oh, tadi ponsel aku mati.”

Rio kembali melihat ponselnya yang sejak tadi ia genggam. Sambil menunggu panggilannya diangkat, Rio kembali bertanya pada dua orang di depannya.

TIUP LILIN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang