🕯🕯🕯🕯🕯🕯🕯🕯🕯🕯🕯
Flashback
Briel berlari menyusuri jalanan sepi yang ia lewati, tidak peduli dengan dinginnya malam yang kian menusuk pori-pori kulitnya.
Bulir bening itu tidak ada henti-hentinya menetes di permukaan pipi, Briel tidak bisa menghentikannya, keadaannya terlalu rapuh untuk bisa menahan segalanya seperti biasanya.
Selama ini Briel sudah cukup sabar dengan tindakkan sang Ayah yang sudah bermain di belakang, Briel bahkan berpikiran positif saat itu, karena mungkin saja Ayahnya sengaja bersama wanita itu untuk mengambil hartanya, sehingga sang Ayah mempunyai cukup uang untuk menjalani pengobatan sang Ibu yang kian semakin parah.
Keluarga mereka bukan lah keluarga berada, walau tinggal di rumah yang cukup luas, namun sebenarnya rumah itu adalah satu-satunya rumah tua tak berpenghuni yang ditawari oleh teman Ayahnya.
Banyak rumor aneh tentang rumah yang sudah tidak ditinggali hampir sepuluh tahun itu. Namun karena tidak punya pilihan lain, akhirnya keluarga Briel menempati rumah itu, dan berusaha mengabaikan rumor aneh tidak jelas itu.
Briel tentu tidak masalah, lagi pula ia tidak takut hantu, walau terkadang ia selalu sedih karena sang Ayah selalu pulang malam, bahkan di hari minggu yang seharusnya dihabiskan untuk bermain bersama pun, sang Ayah selalu sibuk untuk bekerja.
Briel hanya bisa mengangguk kala sang Ayah berkata, “nanti, lagi.” padanya, secara berulang kali. Briel cukup paham walau saat itu umurnya masih menginjak empat tahun.
Namun bagaimana pun juga, alasan itu tidak bisa terus menerus ia terima, hingga umurnya beranjak remaja pun, sering kali sang Ayah tidak punya banyak waktu di rumah.
Meskipun sebagai gantinya, sedikit demi sedikit, pengobatan sang Ibu sudah berjalan normal.
Sejujurnya Briel tidak diberi tahu dengan jelas mengenai penyakit sang Ibu, yang Briel tahu, penyakit itu punya peluang yang sangat kecil untuk bisa disembuhkan.
Itu sebabnya Briel berusaha berpikiran terbuka saat Ayahnya bersama wanita lain sembari memasuki sebuah mobil. Briel pikir, mungkin Ayahnya tengah bekerja dengan wanita itu? Meskipun pakaian yang digunakan terlihat santai. Namun lama-lama, Briel sadar, Ayahnya—berselingkuh. Di saat itu juga, Briel panik bukan main, ia yang ingin memberi tahukan hal itu kepada Ibunya pun seakan tidak tega mengenai apa respons Ibunya nanti?
Bagaimana jika kesehatan sang Ibu malah terganggu saat mendengar kabar ini?Tidak, tidak. Briel harus berpikir positif secara terbuka. Apa mungkin Ayahnya punya alasan mengenai hal itu? Briel sadar, sejak dulu keluarganya membutuh kan uang. Namun ada hari di mana, tiba-tiba segalanya berubah. Seolah, ada malaikat yang berbaik hati menolong keluarga mereka.
Ya, Briel pikir, mungkin.. itu alasan Ayahnya? Apa Briel bisa disebut anak yang baik sampai menganggap apa yang dilakukan ayahnya itu tidak terlalu buruk?
Apa pantas?
Lalu, jika selama ini yang Ayah lakukan itu untuk menghidupi keluarga mereka.
Lalu, kenapa Ayahnya malah membunuh Ibu Briela? Tepat di hari ulang tahunnya.
Di hadapannya. Sang Ayah, sengaja mendorong Ibu begitu saja. Kenapa? Apa karena Ayah sudah muak dengan penyakit Ibu? Apa satu-satunya jalan terbaik untuk mengubah kehidupan sang Ayah dengan membunuh Ibu?
Jahat!
Kejam!
Briel tidak bisa menahan emosinya kala itu. Bahkan ia masih mengingat tulisan tangan di atas kertas yang disimpan di depan rumahnya, bersamaan dengan lilin yang menyala. Seolah tulisan itu sudah meramal apa yang akan terjadi. Mengenai kematian Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIUP LILIN (End)
Horreur⚠️ PLOT TWIST AREA [cerita ini memiliki konspirasi] Angel mulai mendapati berbagai macam terror misterius yang tidak bisa ia jelaskan. Awalnya ia hanya mengira bahwa mungkin semua itu adalah kejutan misterius dari teman-teman nya? Sebagai hadiah ula...