56-TIUP LILIN: Teror Pembunuhan?

379 88 6
                                    

Nama Reva juga diganti jadi Leva, ya , Arya jadi Erlan 🙏

- -

Hampir seluruh siswa-siswi berhamburan memenuhi sekitaran toilet yang letaknya berada di belakang sekolah, mereka menatap histeris serta ketakutan saat mendapati jasad seorang gadis yang tergeletak dengan berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Bahkan, wajahnya pun hampir tidak bisa dikenali karena dibanjiri oleh darah yang terus saja menetes keluar.

Runa, diikuti Berlin, Reega dan Klamora, segera menerobos kerumunan secara paksa, mereka ingin memastikan apa yang dikatakan Runa tadi benar atau salah, bahwa korban itu adalah Alin?

Berlin menutup mulutnya karena tidak percaya. Walau wajahnya tidak terlalu jelas, namun ia sangat hafal bagaimana perawakan sosok Alin. Klamora yang melihatnya pun sedikit menutup mata karena tidak tahan melihat jasad yang dilihatnya penuh dengan darah. Secara bersamaan, Reega langsung menutupi kedua mata Klamora dan segera mengajak gadis itu untuk keluar dari kerumunan.

Tanpa diduga, Klamora meneteskan sedikit air matanya. Kini Reega mengajak gadis itu untuk menjauh dari tempat kejadian, selain karena polisi juga sudah tiba, Reega hanya merasa kasihan pada Klamora, karena sepertinya gadis itu sangat syok dan juga ketakutan. Sejujurnya, Reega... hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada Klamora. Reega yakin, bahwa Klamora akan menyangkut pautkan masalah ini dengan masalah teror yang kian tidak pernah selesai di kehidupannya.

“Kamu nangis?” tanya Reega setelah memperhatikan wajah Klamora.

Klamora mengalihkan pandangannya dan mengusap sebagian pipinya yang basah. Ia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Reega tadi.

“Hei,” Reega segera memutar tubuh Klamora untuk menghadap ke arahnya. “Kenapa nangis?”

Klamora tidak bisa berbohong kali ini, air mata yang berusaha ia tahan, akhirnya lolos begitu saja. Namun saat itu, Klamora masih enggan menatap mata Reega.

“Kla, aku minta sama kamu, jangan salahin diri kamu atas kejadian ini. Oke?” ujar Reega serius.

Klamora menatap Reega dengan nanar, “ini semua gara-gara teror itu Ree.... Dan kalau hubungan aku dan Alin baik-baik aja, aku yakin semua ini gak akan terjadi, aku takut—semua ini...,”

“Cukup!”

“Semua ini akan berlanjut dan akan semakin banyak korban di sekitar aku—“

“Aku bilang cukup!” Reega menekan kedua bahu Klamora. Gadis itu benar-benar hilang kendali, setelah kematian ibunya, dan temannya akhir-akhir ini, Klamora semakin tidak bisa mengontrol emosinya.

“Semua ini gak ada hubungannya sama teror itu! Ini Cuma kecelakaan! Kamu gak usah cemas, semua ini bukan salah kamu, Klamora....” Reega memperingati Klamora secara perlahan.

Klamora masih tidak bisa mengontrol dirinya, ia masih saja terlihat khawatir dan juga takut. Tanpa diduga, Reega langsung memeluk Klamora dan menenangkan gadis itu, mengusap beberapa helai rambutnya agar gadis itu merasa lebih tenang. Reega benar-benar tidak paham bagaimana bisa Klamora berpikiran seperti itu, ia pikir Klamora tidak akan berpikir seperti yang ia pikirkan. Walau kenyataannya, Reega juga paham bagaimana situasi sulit yang dialaminya saat ini. Sejak awal mereka bertemu sampai saat ini, mereka juga masih dibingungkan dengan sosok yang meneror Klamora dengan lilin dan surat, dan kini? Apa kini teror itu sama seperti yang Klamora katakan? Teror itu menjadi.. sebuah teror yang mengambil nyawa seseorang terdekat Klamora?

“Ree... aku—aku lihat ada kertas dan bekas lilin di dekat saluran pembuangan di tempat kejadian Alin tadi.” lirih Klamora semakin dibuat ketakutan.

TIUP LILIN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang