64-TIUP LILIN: Harlet=Briel (NEW)

338 95 36
                                    

Ada yang masih nunggu TIUP LILIN update?

Kalian ada yg udh nebak dari awal kalau pelakunya si itu?

Maaf banget karena udh bikin nunggu kelamaan. Walaupun ini bkn cerita rame, tapi makasih karena udh meluangkan waktu untuk baca^^

Aku harap kalian gak keberatan untuk share ke medsos kalian ya, jgn lupa tag ig/tiktok/twitter @azharahp

🕯🕯🕯

“APA YANG KAMU LAKUKAN!? BRIELA!” teriak Berlin yang sudah cukup muak dengan apa yang dilakukan sahabat kecilnya itu kepada Leva.

Briel berkedip sekali dengan tatapan datar ke arah Berlin.

“Kenapa kamu jadi kayak gini?! Kenapa kamu berubah? Kenapa kamu—seolah-olah bersikap enggak kenal aku di sekolah? Kenapa! Kenapa, Briela...!” teriak Berlin frustrasi, diiringi rintihan sedih yang selama ini selalu ia tahan jika mengingat tentang Briela yang dulu ia kenal.

Sementara Klamora dan Reega yang masih berada di sana, hanya menatap dengan tidak percaya, apalagi setelah mengetahui fakta kalau ternyata Briel itu adalah Harlet. Itu artinya...

“Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Kenapa kamu pergi tanpa memberi kabar? Dan—kenapa selama ini kamu teror Klamora?!” sontak saja, ucapan Berlin membuat seisi ruangan terkejut, tidak terkecuali Leva yang masih dalam keadaan mengenaskan.

“Apa?! Jadi, selama ini....” ucapan Reega menggantung sembari melempar tatapan pada orang yang bersangkutan.

Agaknya, Briel masih belum ingin mengatakan sesuatu.

“Jawab, Briel! Kenapa kamu ngelakuin semua ini? Kenapa saat tengah malam hari perayaan ulang tahun kita, kamu malah pergi?! Bahkan, kamu sama sekali gak mau jelasin sesuatu sama aku.”

Klamora menatap Berlin begitu lekat, baru kali ini ia melihat gadis itu sefrustrasi ini, saat tahu bahwa Harlet itu ternyata Briel, dan mereka—Harlet-Berlin—bersahabat, pasti sangat sulit rasanya jika selama ini mereka berdekatan, namun salah satu di antara mereka menolak untuk saling mengenal.

Leva semakin menjerit histeris dalam keadaannya, hal itu membuat Klamora hendak menghampiri serta berusaha membebaskannya, sebelum akhirnya Briel langsung menahan dengan ucapannya.

“Diam!” Briel menunjuk tepat ke arah wajah Klamora, membuat Klamora sontak menghentikan langkahnya dengan terkejut.

“Diam! Pembunuh!” ujarnya lagi, dengan penuh penekanan.
Hal itu semakin memperkeruh keadaan, yang tadinya dibingungkan dengan tindakan Briel, tapi kini juga dengan ucapan melanturnya.

Pembunuh, katanya?

“Kenapa, Briel? Kenapa kamu malah menuduhkan Klamora sebagai pembunuh?” Berlin kembali bertanya, sorot matanya menatap nanar serta kecewa ke arah sahabatnya itu. “Bukan ‘kah sudah jelas, bahwa kamu peneror itu! Selama ini kamu meneror Klamora! Aku gak tahu apa hubungan kamu dengan dia, bahkan sepertinya kamu berusaha melupakan janji persahabatan kita untuk saling menceritakan jika ada suatu masalah.”

Jeda.

Berlin menutup sebagian wajahnya, berusaha tegar.

“Tapi, tapi kamu berubah, kamu bukan sosok Briel yang aku kenal lima tahun terakhir. Kamu, kamu seperti dirasuki oleh iblis! Dan membunuh orang-orang tanpa diketahui jejaknya.”

Keadaan menjadi hening setelah mendengar penjelasan yang berakhir duka di antara kedua sahabat itu. Belum lagi kini Berlin tidak kuasa menahan tetesan air di matanya. Sementara Briel, gadis itu tampak menatap kosong lurus ke arah depan.

TIUP LILIN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang