67-TIUP LILIN: flashback (end)

683 77 15
                                    

Flashback

Klamora adalah anak satu-satunya dari sebuah keluarga yang bisa terbilang cukup bahagia. Seakan kedua orang tuanya mempunyai apa pun untuk memenuhi segala kebutuhannya, walau bisa dibilang bahwa ia berasal dari keluarga berada, namun tempat tinggal yang mereka tempati saat ini terbilang cukup sederhana.

Klamora selalu ingat ucapan ibunya, tentang: “jangan terlalu memamerkan kekayaan yang kamu punya, hidup sederhana saja, namun jangan lupa untuk menolong sesama, jangan mengundang orang-orang untuk selalu memuji kita.” Klamora sudah menerapkan kalimat itu dalam-dalam di pikirannya, menurutnya, cara berpikir ibunya begitu sederhana namun bermakna.

Keluarga mereka memang jarang mengundang sesuatu yang berlebihan terhadap orang sekitar. Klamora juga setuju, karena dia tidak terlalu suka mengumbar sesuatu yang bukan miliknya.

Hidup sederhana dan berkecukupan sudah membuat Klamora mengerti apa arti bahagia, karena ia memiliki keluarga hangat yang selalu mengajarinya banyak hal. Namun, kehangatan itu seketika runtuh saat Klamora tak sengaja memergoki sang Ayah yang terlihat bersama wanita lain, juga dengan anak seumurannya tengah tertawa bahagia sembari memasuki sebuah mobil.

Awalnya Klamora tidak tahu siapa yang diajak oleh Ayahnya itu, namun semakin ia tumbuh dewasa, seiring dengan ketidaksengajaan memergoki kelakuan Ayahnya, Klamora mulai paham. Ayahnya, selingkuh. Itu sebabnya terkadang sang Ayah selalu pulang terlambat, dan jarang sekali berada di rumah. Alibinya, sang Ayah memiliki banyak tugas di kantor.

Bahkan pernah Ayahnya mengatakan pada Ibunya bahwa ia ada urusan di luar kota, yang mana saat itu Klamora sama sekali tidak percaya, dan akhirnya ia malah menemukan sosok Ayahnya dengan wanita itu lagi dan anak yang seumuran dengan nya. Lagi, dan lagi!

Klamora kecewa.

Klamora marah.

Hatinya benar-benar panas melihat pengkhianatan sang Ayah. Klamora juga tidak memiliki keberanian untuk menceritakan pada Ibunya. Melihat Ibunya yang selalu tersenyum sepanjang hari, bahkan saat menunggu kepulangannya. Bagaimana bisa Klamora menghancurkan senyuman itu?

“Ibu sendirian lagi, di rumah? Ayah belum pulang?” ujar Klamora menghambur ke pelukan sang Ibu.

“Iya, tidak apa-apa, sayang. Ayah kamu sedang bekerja keras untuk menghidupi keluarga kita.”

“Tapi ‘kan Ibu k—“

“Klamora, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu, tempe tumis kecap. Kamu pasti sudah lapar ‘kan? Ibu tahu bahwa kamu tidak akan menolak jika ibu memasak makanan yang satu itu.”

Klamora mengikuti ajakaan sang ibu yang membawanya ke arah dapur. Klamora tersenyum miris sambil membayangkan apa yang kini tengah Ayahnya lakukan dengan keluarga lainnya? Bagaimana bisa sang Ayah melakukan hal ini pada Ibu. Padahal Klamora tahu, Ibunya lah yang telah memberikan pekerjaan itu pada Ayahnya. Hampir sebagian warisan yang Ibunya miliku, diberikan pada sang Ayah. Dan ini balasan Ayahnya?

Keterlaluan!

Klamora? Hey, kok melamun.”

“Eh, iya bu. Maaf.”

***

Beberapa hari terakhir ini, Klamora sudah sepenuhnya mengawasi seseorang yang diketahui merupakan anak lain dari Ayahnya. Namanya Briela Harlet. Klamora benci nama itu, Klamora benci karena anak itu harus ada. Seandainya anak itu pergi dari dunia ini, Klamora yakin Ayahnya akan kembali pada keluarganya.

Kenapa Klamora harus mengharapkan Ayahnya yang sudah berkhianat? Ah, tidak peduli, yang ingin Klamora lakukan saat ini hanya bagaimana caranya menyingkirkan Briela Harlet!

TIUP LILIN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang