𝒑𝒓𝒐𝒍𝒐𝒈𝒖𝒆

4.7K 456 10
                                    

Jika saja ia sudah tidak butuh pelajaran Occlumency dari bibinya, Draco Malfoy akan mengabaikan permintaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika saja ia sudah tidak butuh pelajaran Occlumency dari bibinya, Draco Malfoy akan mengabaikan permintaannya. Benda macam apa yang Bellatrix minta ambilkan sampai-sampai ia melarang house-elf untuk mengambilnya. Sebagaimana yang di katakan wanita setengah gila itu,

"No, Draco! Aku mau kau mengambil barang itu! Bahkan house-elf saja tidak pantas membawa kotak tersebut!"

Dengan gusar, Draco berjalan menelusuri ruangan penyimpanan yang tidak pernah sama sekali ia masuki, "Kenapa aku?! Kenapa tidak dia saja yang melakukannya?!" gerutu Draco kepada Ayahnya yang baru memasuki ambang pintu.

"Now, it's not the time, Draco" tegur Lucius halus.

Mereka berdua memasuki ruangan tersebut, lebih tepatnya Lucius menuruti permintaan istrinya untuk membantu putra semata wayangnya. "Kau tau dia dan Mom sedang mempersiapkan sesuatu untuk kedatangan Dark Lord" jelas Lucius dengan mata yang mencari kotak sebagaimana Bellatrix deskripsikan.

Mendengar nama itu, Draco tidak bisa mengatakan apapun. Ia terdiam menyimpan sendiri kekesalannya. Yang pasti, ia tidak suka diperlakukan sebagai house-elf yang mengambil barang tuannya. Ia berjalan semakin dalam, memasuki ruangan yang dipenuhi barang-barang yang ditutupi kain putih.

Semakin dalam ruangan yang ia masuki, semakin pula berdebu ruangan tersebut. Draco menutupi wajahnya dengan tangan kirinya, sembari tangan kanannya menarik kain putih yang mungkin menutupi barang tersebut.

"Pelan-pelan saja, Draco" ujar Lucius kembali karena terkena debu yang bertebaran.

Permintaan itu tidak dihiraukan oleh putranya. Draco tetap menarik kain putih yang ia lihat dengan cepat dan kasar. Sampai, ketika ia menarik kain putih, ia menemukan potrait wajah seorang gadis dengan rambut berwarna pirang sepertinya. Ia berhenti, ketika melihat nama gadis itu.

"Dad!" Pekik Draco diikuti langkah Lucius yang mempercepat ke arah putranya, "Apakah kau menemukannya?" tanya Lucius yang hampir sampai. Tidak ada jawaban, karena Draco sendiri masih melihat potrait itu dengan bingung.

Begitu Lucius Malfoy melihatnya, ia terhenti. Ada rasa kepanikan yang mengisi sanukbarinya, perasaannya diisi badai dengan pusaran angin topan. Ia tidak tau bagaimana menjelaskan perasaannya secara pasti, ada sedih, duka, luka dan tawa yang ia rasakan secara bersamaan.

"Siapa dia, Dad?" tanya Draco yang melihat Lucius terdiam beku.

Butuh beberapa detik untuk perasaan Lucius berubah dari badai menjadi hangat. Kini, pikiran dan perasaannya berisi dengan tawa gelitik dan hangat yang pernah ia rasakan. Suara tawa gadis itu, lalu bagaimana wajahnya cemberut ketika ia tidak menuruti keinginannya.

Semua momen senang, tawa, canda, marah itu terputar kembali dalam benaknya. Ia bisa merasakan matanya terasa panas karena menahan tangis akibat panik dan haru yang datang tiba-tiba. Kesal dengan respon Ayahnya yang seperti melihat Dementor, membuat Draco menyadari sesuatu.

Kotak pusaka seperti deskripsi bibinya terduduk di samping tumpukkan kayu sebelah potrait itu, "Found it!" Serunya namun masih tidak di hiraukan Lucius. Draco berjalan mendekati Ayahnya, "Dad, siapa dia?" Bisiknya lembut berharap kali ini Ayahnya akan menjawab.

Lucius mengatupkan mulutnya yang sejak tadi terbuka, ia menelan ludah dan mengdeham,

"Well-" ragunya, "Dia seharusnya adalah bibimu" jelasnya.

Draco melihat Ayahnya dengan bingung dan kembali menatap potrait tersebut. Di bagian bawah, ia bisa melihat nama gadis itu, Lucielle Malfoy, begitu tertulisnya. "Aku tidak tau kalau kau memiliki saudara perempuan" komplain Draco yang tidak mengetahui hal ini sejak dulu.

Lucius mendengus, kini ekspresinya kembali normal, seakan-akan ia telah mengabaikan kejadian barusan dengan cepat, "Tidak lagi" tekannya, "Gadis itu, Lucielle Malfoy, atau yang kami panggil Lucy.." ragunya dengan nada berat dan berhenti sejenak seakan-akan menyebutkan nama gadis itu sesuatu yang berat.

"Dia.. dia bukan lagi adikku. Dia bukan lagi bagian dari kita"

𝐋𝐈𝐓𝐓𝐋𝐄 𝐃𝐎𝐋𝐋𝐈𝐄 ⁞ marauders era 🕊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang