44 ~ 𝒘𝒆 𝒂𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝒘𝒊𝒍𝒍

848 122 14
                                    



you are reading REMUS point of views.






Tidak aku sangka hal buruk akan terjadi kepada Peter yang malang. Aku tidak paham secara pasti apa yang terjadi sampai-sampai ia babak belur. Jones bilang mereka sedang berpiknik bersama ketika seorang siswa Slytherin menyakitinya.

Mungkin ini karena ia mengencani Jones, toh Slytherin mana yang suka dengan Gryffindor.

Bahkan Lucy saja hanya memanfaatkanku.

Jadi kami setuju untuk bersama menjaga Peter dan menyuruh Jones untuk beristirahat. Tidak kami sangka kejadian ini membuat semua kericuhan antara kami hilang.

"Dia akan baik-baik saja 'kan, Poppy?" tanyaku kepada Madam Pomfrey yang sedang mengganti perban Peter tiap dua jam sekali. "Tentu saja, Remus. Dia akan baik-baik saja lusa dan di akhir pekan ia bisa kembali ke asrama."

James dan Sirius tertidur di bahu sama lain, aku hanya dapat tersenyum memandangi hal itu. Itu menghiburku, membuatku lupa dengan luka yang Lucy berikan kepadaku.

Mengenai duel dengan Regulus, akan aku bahas besok dengannya. Saat ini prioritas pertamaku adalah sahabatku, The Marauders. Mereka adalah orang-orang yang selalu ada untukku, maka aku akan ada untuknya.

Suara gemuruh terdengar memasuki Hospital Wings. Madam Pomfry segera meninggalkan barang medisnya dan menyuruhku untuk menetap, "Jangan keluar dari bilik! Jika itu guru maka aku akan kena marah karena membiarkan kalian disini!" Perintahnya dan aku turuti.

Aku tidak begitu peduli dengan siapa yang sakit, tapi cukup meresahkan ketika mendengar Madam Pomfrey mengeluh dengan nada terkejut. Serta suara orang yang meminta pertolongan sangat tersiksa, mungkinkah ia terkena luka akibat jahilan temannya?

Aku harap bukan sesuatu yang serius.

Tapi pikiranku berubah ketika aku mendengar suara langkah yang semakin banyak. Aku bisa mendengar suara familiar, yaitu para guru dan staff. Kehadiran mereka membuat James dan Sirius terbangun, "Hmm, ada apa?" tanya Sirius sembari mengucak mata.

Aku tidak menjawab dan memberikan isyarat untuk mereka diam. Perlahan ku buka tirai bilik Peter namun aku belum berani melangkah keluar atau sekadar mengintip. Karena mereka semua terdengar panik dan terburu-buru dalam mengobati pasien itu.

Sosok pria yang tidak aku sangka nampak dihadapanku.

Regulus Black menangis dan tubuhnya dilumuri darah. Instingku langsung bekerja, jantungku berhenti berdetak, aku tidak bisa mendengar apapun kecuali suara  derap kakiku yang berlari ke arah pasien. Aku tau jika Regulus menangis itu bukan hal yang baik.

Aku tau ia pasti akan menangis untuk seseorang tidak lain lagi, Lucielle.

Maafkan aku Poppy untuk melanggar perintahmu, tapi aku benar-benar tidak habis pikir dan nafas melihat sosok wanita kesayanganku naas dilumuri darah dan luka yang besar.

"Oh, Lucielle!"

Aku segera memeluknya sembari orang-orang mencoba menghentikan darahnya. Begitupun aku, mencoba menekan luka dekat lehernya, aku bisa merasakan betapa lemah nadinya. Lucy tetap menatapku, tidak mengatakan apapun namun ia nampak lega.

"Apa yang terjadi kepadamu, Lucy?" Tanyaku dalam tangis, "Lucy, aku mohon kau harus tetap sadar!"

Ia melirik ke arah bawah, aku hanya mengikuti lirikannya. Kelingkingnya seperti mencoba bergerak dan aku hanya dapat menangis semakin deras. Aku kaitkan jari kelingking kami dan mengangguk, "I know. We always will.." ujarku dengan pasrah.

"Stay, Lucielle," bisikku mendekatkan bibirku di telinganya, "Kau tidak boleh pergi, okay? Lihat, semua orang berusaha menyelamatkanmu. Kau tidak boleh pergi, okay?!" Paksaku.

Tidak ada respon dari Lucy dan aku semakin memeluknya erat karena tubuhnya terasa dingin, "Please, Lucy. I promise to make you happy, to never make you sad nor cry. Without you, I... I am nothing.." bisikku sembari menyembunyikan wajah di lehernya.

Entah apa yang Regulus teriakkan kepada Lucy, namun aku bisa melihat mata Lucy meliriknya sejenak dan menatapku dengan dalam. Itu bukan tatapan yang aku sukai, itu tatapan yang aku tau ia secara tidak langsung berpamitan.

Berapa besarpun usahaku untuk dia tetap di jasad ini, tidak akan berhasil. Aku tau Lucy memilih untuk pergi, rayuanku gagal. Tidak lama kemudian, mata abu kehijauannya menatapku dengan kosong dan aku hanya bisa menangis menjerit melihat gadis yang aku cintai menghembuskan nafasnya dalam dekapanku.

Lucielle Malfoy, kenapa kau begitu tega denganku?

Bagaimana kau dengan jahat membuatku mendekapmu? Padahal kau sendiri memilih untuk pergi. Kenapa kau biarkan aku tersiksa untuk menyaksikan bagaimana kau menghembuskan nafas terakhirmu.

Apakah membuat aku jatuh cinta kepadamu tidak cukup untuk menyiksa diriku?

Lalu bagaimana sekarang aku akan hidup mengetahui kau sudah tiada di dunia yang aku tinggali?

Kau pikir aku akan bahagia melihat kau tidak ada lagi dihidupku?! Aku bahagia bahkan jika kau bernafas dan dapat berlari atau sekadar memaki karena kau benci aku.

Katakan sekali lagi Lucy bahwa ini hanya halusinasi. Ini tidak nyata– "Don't touch me!" teriakku ketika sebuah tangan mencoba meleraiku dari jasad Lucy.

Aku berhenti memikirkan argumen dalam pikiranku dan hanya menangis memeluk tubuh dingin Lucy. Apakah jika aku dapat memutar waktu semuanya berubah?

Lucy, aku lebih pilih ketika aku bilang aku ingin seperti awal kita bertemu – strangers.

Kondisi ini tidak menunjukkan kita orang asing, ini menunjukkan bahwa kita hanyalah dua manusia yang menerima takdir Tuhan. Namun rasanya ini bukan takdir, melainkan ujian yang harus aku hadapi.

Kenapa kau pergi terlalu cepat, Lucielle? Siapa yang akan menjadi beban pikiranku di waktu senang dan menjadi hiburanku di waktu susah? Teman-temanku tidak akan bisa mencukupimu.

I should've choose you.

I should've choose you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐋𝐈𝐓𝐓𝐋𝐄 𝐃𝐎𝐋𝐋𝐈𝐄 ⁞ marauders era 🕊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang