58. SNAILYA ALFER [New Vers]
Happy reading.
Tandai kalo ada typo. Tekan bintang dipojok kiri bawah. Enjoy.
"Setiap manusia memang punya masanya. Dan masa selalu ada orangnya."
.
.
.Tubuh tinggi tegap itu menatap pintu tertutup bercat cokelat tua. Sudah lima menit lamanya dia berdiam tanpa mengerakan tangan untuk sekedar mengetuk pintu. Dipandanginya dengan sorot redup sebelum menghela napas panjang. Berbalik arah meninggalkan rumah sederhana didepannya.
Langkah memberat mendekati motor sport yang terparkir dipinggir jalan. Tepat sebelum menaiki motor suara rapuh memanggilkan. Lantas berbalik arah menatap tubuh pucat yang kian rapuh. Senyum tuanya tidak luntur meskipun usianya akan menutup.
"Nak, kemari." panggilnya sambil mengulas senyum tulus.
Bak diproses oleh suara itu. Ia kembali mendekati rumah sederhananya, direngkuhnya tubuh tegap itu dalam tangan-tangan keriput. "Kenapa ndak ketuk pintu nak?" tanya sang Nenek tepat setelah rengkuhanya terlepas.
Alfero bergeming, pandangan mata teduhnya menatap pada seseorang dibalik tubuh sang Nenek. Gadis manis dengan mata bulat jernih yang semakin hari mampu memporak-pondakan bagian terdalamnya. Sekalipun ia tepis berkali-kali bahwa miliknya hanya akan berlabuh pada dokter yang umurnya beberapa tahun diatasnya ataupun seseorang dimasa lalu yang sedang ia sakiti lewat kalimat tajam dari mulut berbisa itu.
"Saya pikir Nenek ndak ada," balas Alfero setelahnya. Nenek hanya tersenyum tua. Tidak pernah sekalipun senyum itu luntur semenjak beberapa saat lalu. Dan Alfero selalu suka dengan sikap wanita tua ini.
"Mau ubi?" tawar sang Nenek selepas Alfero memasuki rumahnya. Menelisik singkat ruang itu yang ternyata masih sama saja dari terakhir datang tidak banyak berubah dan kian bersih. Sangat nyaman ditinggali.
"Hn?"
Sang Nenek mengelengkan kepala. Gumaman ambigu khas Alfero selalu ia pahami meskipun kadang membuatnya bingung. "Ubi goreng atau ubi rebus?"
"Apapun buatan Nenek," jeda Alfero menurunkan pandangan ke sang gadis yang sejak tadi diam membisu. Rautnya tampak tak terbaca sekaligus mendingin. "Dan Sekar, Alfer selalu suka."
Damn you!
Sekar duduk berdiam disebuah kursi bambu yang memanjang. Berada tepat dibawah pohon rindang depan rumah. Asap ubi goreng buatannya mengepul tipis. Disisinya ada cowok yang tengah fokus pada laptop miliknya. Entah apa yang tengah ia kerjakan setengah jam lalu.
Sekar tidak bertanya. Duduk manis dan memakan cokelat yang di ambil dari saku jaket Alfero. Cowok itu juga anteng saja tidak menegur saat cokelatnya dicuri. Malah terkesan cuek. Hal itu membuat Sekar tersenyum tipis.
Sejenak, dipandangi wajah pucat itu dalam diam yang menyapa. Menghentikan waktu sejenak untuk sekedar memastikan bahwa yang berada disampingnya ini benar-benar cowok berengsek kala itu.
"Kenapa?"
"Nggak," balas Sekar menggeleng. Kembali sibuk dengan dunia cokelat miliknya. Jarang sekali ia memakan cokelat. Ini pun hasil mencuri.
Ditutup laptop itu dan mulai merebahkan kepala pada paha sang gadis yang terkejut dan langsung mengeplak kepala Alfero dengan tangan yang menganggur. Cowok itu meringis ngilu saat geplakannya mengenai mata. Sedetik kemudia ia malah terkekeh –manis.
Manis sekali. Sekar terdiam menatap lamat-lamat wajah itu yang tidak tertutup scraf hitam seperti biasanya. Sekar baru menyadari. Wajah yang sangat tampan dan keren seperti pertama mereka bertemu usai tabrakan dilorong sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALF ||FRCZ 201 [New Version]
Teen FictionUsai& lg di publish bertahap. Baca dulu sampe bab 30. . . . Ketiga anak dengan luka cacat masing-masing saling menatap dalam kebisuan. Berdiri dari sisi ke sisi. Membuat sebuah bentuk pola segitiga dikegelapan. Cowok dengan separuh wajah buruk rupa...