Workaholic |34| |Now You Know|

12.5K 1K 18
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Happy reading!

Thank you!

***

Wanita yang mengenakan kaus lengan panjang biru langit dan celana kain putih yang sangat kebesaran di tubuh rampingnya itu melangkah menuruni tangga. Sembari mengusap surai pirangnya yang basah dengan handuk, mata cokelatnya mengamati setiap sudut penthouse yang ia pijak.

Penthouse ini sangat mewah dan luas. Pemandangan luar dapat terlihat dengan sempurna berkat kaca yang mengelilingi penthouse ini. Tidak hanya itu, pemandangan dapat diliat langsung dari balkon luas yang bahkan dapat memuat sekian set sofa beserta mejanya.

Kaki Carra terus melangkah, melewati ruang keluarga, ruang tamu, ruang bermain, ruang makan, dan sekian pintu hitam yang ia tidak tahu isinya. Ketika aroma kopi bertemu dengan indra penciumannya, Carra berjalan menghampiri aroma tersebut.

Di balik kitchen set, ada seorang pria bersurai basah yang sedang memasukkan biji kopi ke mesin kopi. Allard. Baju pria itu sudah berganti menjadi celana kain hitam dan kaus lengan panjang abu-abu tua.

Dengan handuk di lengannya, Carra menghampiri Allard sebelum duduk di sebrang Allard. "Hei," sapanya.

Allard mendongak, mempertemukan matanya dengan mata Carra. Lalu bibirnya membentuk sebuah senyuman. Jari telunjuknya yang panjang menunjuk mesin kopi. "Coffe?"

Dengan bibir membalas senyuman Allard, Carra mengangguk. "Thank you."

"Hold on, Ms. Morris," sahut Allard sebelum memusatkan perhatiannya pada mesin kopi di hadapannya.

"Jadi penthouse siapa ini?" tanya Carra sembari mengikuti pergerakan Allard dengan matanya. Setelah hujan-hujan beberapa jam tadi, Allard mengajak Carra kemari, tempat yang paling dekat dengan arena balap. Sedangkan mobil Carra menjadi bagian asisten Allard.

Allard menatap Carra sekilas. "Mine," sahutnya lembut sembari mengambil dua gelas kecil yang sudah terisi kopi buatannya.

Carra memutar tubuhnya, mengikuti Allard yang berjalan memutari kitchen set. "Clearly."

Allard menghampiri Carra kemudian menyodorkan satu cangkir kopi. "Aku membuatnya tidak terlalu pekat karena hari sudah malam."

Carra mengulas senyuman lalu menerima kopi dari Allard. "Sebuah kehormatan bagi saya untuk menjadi salah satu wanita yang bisa merasakan kopi buatan Anda, Mr. Hernadez."

"Kita bicara di luar?" Setelah mendapat anggukan dari Carra, Allard berjalan di sebelah wanita itu. Ia menyeruput sedikit kopinya. "Kau wanita ketiga, Carra. Hanya wanita yang berharga bagiku yang pernah merasakan kopi buatanku. Mommy, Veila, dan dirimu."

Pegangan Carra pada cangkir kopi putihnya mengerat. Kalimat Allard barusan terngiang-ngiang di kepalanya. Kalimat itu terasa sama dengan kalimat yang Allard ucapkan di lift rumah sakit. Jadi wanita yang Allard cintai sepertinya benar-benar dirinya. Dengan gugup, ia menyeruput kopi buatan Allard yang terasa enak di lidahnya. Ia spontan melebarkan senyumannya.

Allard membuka pintu kaca pembatas antara balkon dan bagian dalam penthouse. "Enak?" tanyanya seraya mendudukkan diri di sofa panjang putih, diikuti Carra.

Workaholic (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang